Tujuh hari kemudian, sang raja beserta para pengawal pribadinya sudah melakukan perjalanan menuju ke kadipaten Kuta Gandok, untuk memantau pembangunan jalan dan tembok pembatas antara kerajaan Sanggabuana dengan kerajaan Kundar yang merupakan kerjaan dekat yang selama ini bersikap dingin terhadap kemajuan kerajaan Sanggabuana.
Kerajaan Kundar dipimpin oleh seorang raja yang berlatar belakang dari kalangan rakyat biasa dan bukan berasal dari keturunan bangsawan. Prabu Domala dulunya merupakan seorang prajurit senior yang mengambil alih kekuasaan ketika para petinggi istana Kundar sudah tewas semua akibat serangan agresi besar-besaran dari kerajaan Yanang.Berkat dukungan penuh dari mendiang Prabu Sanjaya di masa kejayaan kerajaan Kuta Tandingan, Domala akhirnya mendapatkan kepercayaan dari rakyat untuk menjadi pemimpin di kerajaan tersebut.***Setibanya di lokasi pembangunan tembok raksasa tersebut. Prabu Erlang dengan didampingi oleh Panglima Lintang dan Jaka KeBersamaan dengan kunjungan Prabu Erlangga ke istana kerajaan Randakala, sebuah peristiwa besar sedang berkecamuk di kerajaan Kuta Waluya. Yakni, terbunuhnya Senopati Bidukara secara misterius dan sejauh ini pelakunya pun belum diketahui pasti.Kematian Senopati Bidukara hanya berselang satu bulan dari kematian Panglima Jomara yang ditemukan tewas dengan kondisi tubuh sudah membusuk di suatu lembah yang ada di sebuah hutan di wilayah kerajaan Kuta Waluya."Aneh sekali ... menurut pendengaranku, orang yang membunuh Senopati Bidukara itu jugalah yang membunuh Panglima Jomara," ucap salah seorang penduduk desa berkata lirih di hadapan rekannya."Berarti pelakunya hanya satu orang saja?" sahut rekannya tampak penasaran."Ya, bisa saja seperti itu. Namun, tidak menutup kemungkinan pembunuhnya pun bisa lebih dari satu orang," jawab pemuda berikat kepala hitam."Bersyukurlah, jika Prabu Durdona terbunuh juga," timpal pria paruh baya sembari meraih kopi hitam dalam s
Dalam kondisi susah dan penuh kedukaan, Prabu Durdona sudah pasrah dengan keadaan. Para petinggi istana pun sudah mulai membayangkan apa yang akan terjadi. Mereka mulai menjadi tegang dan berdebar-debar.Mereka telah mendengar, bahwa di luar istana sudah terdapat beberapa prajurit yang siap menggempur istana. Sehingga mereka harus berhati-hati menghadapi para pasukan pemberontak itu."Mereka sudah berkumpul dalam jarak sekitar dua puluh tombak dari pintu gerbang istana, Gusti Prabu," terang salah seorang prajurit senior mengabarkan kedatangan para pasukan pemberontak yang sudah bersiap menggempur istana."Kita bertahan saja. Bahaya dan terlalu berisiko kalau nekat keluar dari istana!" jawab sang raja datar.Wajahnya seketika pucat dan berkeringat dingin, entah apa yang dirasakan oleh Prabu Durdona kala itu?"Baik, Gusti Prabu. Kami akan berupaya untuk menahan gempuran mereka," pungkas prajurit itu segera kembali ke barisan terdepan bergabung bersama ribuan p
Dengan cepat, Prabu Durdona melakukan serangkaian serangan terhadap Panglima Wihesa berulang-ulang ia menyabetkan pedangnya ke tubuh sang panglima. Namun, bukanlah perkara mudah bagi sang raja untuk bisa mengalahkan panglimanya yang sudah berkhianat itu. Panglima Wihesa sangat tangguh dan tidak mudah untuk dikalahkan begitu saja."Raja yang tidak berguna. Rasakan ini!" Panglima mulai melakukan serangan balasan terhadap Prabu Durdona.Serangan balasan dari Panglima Wihesa ternyata lebih berbahaya dibandingkan dengan serangan yang dilancarkan oleh Prabu Durdona.Hal tersebut diakui oleh sang raja, sehingga ia bergumam, "Benar kata para pendekar di tanah Kuta Waluya, bahwa Wihesa merupakan seorang pendekar pilih tanding."Prabu Durdona kemudian meloncat tinggi hendak menyabet pundak Panglima Wihesa, akan tetapi serangannya kembali menuai kegagalan. Justru sebaliknya, sang raja berhasil ditikam dari arah belakang oleh Panglima Wihesa yang secara tiba-tiba menghilang
Seminggu kemudian, Prabu Erlangga memerintahkan Panglima Lintang dan Jaka Kelana untuk segera mengirim seribu pasukan ke kadipaten Waluya Jaya, dengan maksud membantu niat dari Ki Balong Gandu yang hendak memisahkan wilayah kadipaten Waluya Jaya dari kerajaan Kuta Waluya.Semua sudah menjadi keputusan rakyat Waluya Jaya, karena pemimpin yang baru di kerajaan Kuta Waluya mereka anggap sudah tidak sepaham dan sudah tidak sependapat lagi dengan keinginan rakyat wilayah kadipaten tersebut. Sama halnya dengan kepemimpinan sebelumnya."Aku percayakan misi ini kepada kalian berdua. Jika ada kesulitan ketika berada di sana, sudi kiranya kalian meminta bantuan kepada Adipati Anggadita!" tutur sang raja berbicara di hadapan Panglima Lintang dan Jaka Kelana serta para petinggi istana yang hadir dalam sidang terbatas itu."Baik, Gusti Prabu. Hamba akan melaksanakan tugas ini dengan baik dan bisa memberikan kedamaian penuh bagi rakyat yang ada di wilayah Waluya Jaya," jawab Pangli
Jaka Kelana segera memerintahkan para prajurit untuk segera mendirikan perkemahan di tempat tersebut, sebagai tempat peristirahatan mereka sebelum melanjutkan kembali perjalanan menuju ke kadipaten Waluya Jaya.Para prajurit segera mendirikan perkemahan dan membuat api unggun di beberapa titik yang ada di lokasi tempat peristirahatan tersebut."Kalian di sini dulu, aku mau mencari kayu bakar yang lebih banyak lagi!" ucap Darunda seorang prajurit senior yang berperan sebagai kepala regu dari pasukan tombak."Apakah aku boleh ikut denganmu?" jawab Dirka balas bertanya.Darunda hanya tersenyum dan menganggukkan kepala, tanda menyetujui permintaan dari anak buahnya itu. Dirka bangkit dan langsung melangkah mengikuti Darunda.Darunda menoleh ke arah Dirka, "Apakah kau berani turun ke sana bersamaku?" tanya Darunda mengarahkan pandangannya ke bawah tebing yang tidak begitu dalam."Kalau sendiri aku memang tidak berani, tapi kalau berdua aku pasti berani," jaw
Setelah selesai diobati, Darunda dan Dirka segera bangkit dan langsung melangkah menghampiri Panglima Lintang yang sedang duduk berhadap-hadapan dengan Jaka kelana yang kala itu sedang mencari tahu tentang makhluk yang tiba-tiba menyerang Darunda dan Dirka."Duduklah!" pinta sang panglima mengarah kepada Darunda dan Dirka."Bagaimana kondisi kalian sekarang, apa sudah merasa cukup baik?" sambung sang panglima mengarah kepada Darunda dan Dirka yang sudah duduk di sebelahnya.Darunda dan Dirka menjawab serentak pertanyaan dari Panglima Lintang, "Sudah, Panglima."“Syukurlah kalau seperti itu,“ desis Panglima Lintang.Belum sempat sang panglima berkata-kata lagi, tiba-tiba terdengar dentuman keras dari arah timur jauh dari lokasi perkemahan tempat duduknya. Suaranya terdengar seperti suara benturan benda yang mempunyai kekuatan gelombang tinggi saling berbenturan di angkasa raya.Panglima Lintang, Darunda dan Dirka tampak terkejut dan terperanj
Wihesa dalam kurun satu bulan terakhir sudah mendaulat dirinya sebagai raja penguasa kerajaan Kuta Waluya, hal tersebut tanpa melalui jajak pendapat dengan rakyatnya, dan tidak ada persetujuan dari pihak mana pun. Sehingga, menjadikan suasana kerajaan tersebut tidak kondusif.Rakyat di pelosok-pelosok wilayah kerajaan Kuta Waluya semakin gencar melakukan perlawanan dan menentang keras keputusan Wihesa yang dengan sendirinya menyatakan kalau ia adalah raja baru di kerajaan tersebut.Pada awalnya para penguasa sejagat raya teramat kagum terhadap perjuangan Wihesa yang sudah berhasil menundukkan kekuasaan raja durjana. Yakni, telah melengserkan secara paksa Prabu Durdona yang sudah berkuasa hampir enam puluh tahun lamanya.Akan tetapi, semenjak dirinya mendaulat sendiri bahwa kekuasaan kerajaan Kuta Waluya sudah jatuh di tangannya, para penguasa sejagat raya pun mulai mengerti akan niat busuk dari Wihesa. Mereka, secara serentak menyatakan diri kalau Prabu Wihesa bukanla
Kesaktian yang dimiliki oleh Jaka Kelana tak lagi diragukan, Prabu Erlangga pun sudah mengetahuinya sedari awal jumpa dengan Jaka Kelana. Bahkan ia pun menjuluki Jaka Kelana sebagai 'Sang Pendekar Petir'."Kesaktian Jaka Kelana sulit ditandingi, aku penasaran siapakah guru sebenarnya?" Prabu Erlangga mengerutkan kening di hadapan Senopati Randu Aji.Namun hal itu memang sudah diduga oleh Senopati Randu Aji, bahwa Jaka Kelana sepertinya mempunyai beberapa kelebihan di antara para pendekar lainnya."Kita tidak sia-sia memilih Jaka Kelana untuk bergabung menjadi bagian penting di istana ini," imbuh sang senopati.Ki Bayu Seta dan Ki Jasukarna hanya mengangguk-angguk menyimak perbincangan antara sang raja dengan senopatinya. Kemudian, sang raja berpaling ke arah Ki Bayu Seta yang merupakan mertuanya itu. Berkatalah sang raja, "Ternyata rencana yang sudah Ayahanda susun, dapat berjalan baik seperti yang dikehendaki. Pada hari yang kelima, pasukan Sanggabuana yang bera