"Ada apa dengan putri Yung Yen!"Pertanyaan itu terlontar dari salah satu murid di sekte yang ada di kota Gurt."Bagaimana aku tahu! Aku hanya melihat maha guru sangat gelisah dan terus saja mencari tabib yang bagus untuk obati tuan putri.""Bagaimana dengan tabib Yo?""Tabib Yo? Dia hanya tabib kota ini, kemampuannya memang hebat, tapi tidak sehebat yang kita perkirakan," kata murid sekte itu."Sungguh disayangkan jika putri Yung Yen harus mati karena sakit lama yang dia derita," kata murid lain.Putri Yung Yen adalah primadona di sekte itu. Sekte yang terkenal di kota Gurt. Sekte angin timur.Maha guru Jun Yen, pemilik serta pendiri sekte angin timur, adalah lelaki tua yang sudah berumur puluhan tahun. Namun karena menikah di usia tua, saat dia semakin tua, barulah dia memiliki seorang putri, yaitu putri Yung Yen."Eh, apakah kalian mendengar jika di kota ada seorang tabib muda yang mengobati orang tanpa pamrih?""Aku juga mendengar itu, dan pastinya itu akan membuat tabib Yo panas
Arya kaget melihat kehadiran tabib terbaik dari kota Gurt. Kota yang saat ini disinggahi oleh Arya."Ada apa tabib Yo? Apa ada yang bisa aku bantu? Apa anda sakit?" tanya Arya dengan suara yang penuh tanda tanya.Tabib Yo tahu maksud dari perkataan Arya. Jelas Arya merendahkan dirinya dengan satu ucapan yang sinis itu."Aku hanya ingin bicara denganmu, tabib Arya," jawab tabib Yo pada Arya."Bicara denganku? Ada apa?" tanya Arya heran.Huai yang berada disana segera menggelar tikar di lantai tanah rumahnya. Itu karena dia mendengar jika Arya dan tabib Yo akan bicara."Paman Huai sudah menggelar tikar. Mari duduk, tabib Yo!" ajak Arya pada tabib Yo.Arya lebih dahulu duduk dan itu diikuti oleh tabib Yo. Meskipun terlihat tabib Yo tidak suka berada di rumah Huai, tapi demi bicara dengan Arya, tabib Yo memilih untuk bertahan."Silahkan dinikmati minuman sederhana yang ada di rumah ini, tabib Yo!" kata Huai pada tabib Yo dan juga Arya."Terima kasih," kata tabib Yo pendek.Sejenak Arya da
"Apa? Ada orang yang mampu mengobati sakit warga kota ini? Siapa dia?"Kabar itu langsung membuat ketegangan di balai pengobatan milik Tabib Yo. Karena di kota Gurt mulai terdengar ada seseorang yang mengobati tanpa meminta biaya sepeser pun.Dan orang itu adalah Arya.Apa yang Arya lakukan pada Huai, lelaki tua yang ia tolong beserta keluarganya, menjadi perbincangan hangat di kota Gurt.Satu per satu penduduk kota mulai mendatangi rumah Huai, dan keramaian itu menarik perhatian para pelayan di balai pengobatan Tabib Yo.Betapa terkejutnya mereka saat melihat banyak warga yang ramai-ramai berobat pada Arya di rumah Huai.Amarah Tabib Yo pun tak terbendung. Ia merasa telah punya saingan baru, yang bahkan tidak memungut biaya sepeser pun. Jika diberikan, akan diterima dengan rasa syukur, jika tidak, tetap dibantu dengan ikhlas oleh tabib muda itu."Kurang ajar! Dia berani cari masalah dengan Tabib Yo!" bentak Tabib Yo dengan marah."Apa yang akan kita lakukan, Tuan Tabib?" tanya salah
Kota Gurt. Salah satu kota perbatasan antara negeri Burma dengan negeri Gajah Putih.Kota Gurt sebenarnya sangat ramai, tapi kurang mendapat perhatian dari pemerintah negeri itu karena jaraknya yang jauh dari ibukota.Selain itu, sebagai kota perbatasan, kota ini sering menjadi sasaran serangan prajurit negeri Gajah Putih.Saat ini, kota itu sedang dilanda penyakit yang sulit diobati. Banyak warga tiba-tiba jatuh sakit, dan obat yang tepat sangat sulit ditemukan.Ada sebuah balai pengobatan yang terkenal di kota itu, dengan seorang tabib andal yang namanya sudah dikenal luas.Tabib Yo namanya. Setiap ada yang sakit, dialah yang dipanggil. Ia selalu berhasil menyembuhkan pasiennya.Namun, Tabib Yo mematok harga yang sangat tinggi, membuat banyak warga yang sakit memilih menahan diri daripada berobat padanya.Saat wabah melanda, balai pengobatan itu sangat ramai. Namun, yang didahulukan adalah mereka yang mampu membayar mahal. Sedangkan orang-orang yang tidak mampu harus rela antre dan
Arya menatap biksu tua yang bicara panjang lebar padanya. Tidak mengerti apa yang dimaksud oleh biksu tua itu.Biksu tua itu menarik tangan Arya dan melihat telapak tangan pemuda yang berusia dua puluh lima tahunan itu."Kau adalah pemuda yang ditakdirkan membawa beban besar untuk keselamatan ummat manusia. Jika kau putus asa maka harapan manusia akan hilang!" kata biksu tua itu."Tidak! Biksu salah melihat," kata Arya tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh biksu tua itu.Biksu tua itu tersenyum. Dia tidak mungkin memaksakan agar Arya percaya dengan apa yang dia katakan itu."Sebaiknya kau tenangkan dirimu beberapa hari lagi disini. Dekatkan dirimu pada pencipta," kata biksu tua itu."Hhhmmmmm! Aku merasa sangat sulit untuk menerima semua yang terjadi padaku, biksu. Aku tidak tahu harus apa lagi yang aku perbuat," kata Arya."Kau sudah melangkah di jalan kependekaran, jangan jadi pengecut," ucap biksu tua itu.Kembali Arya terdiam, diam memikirkan setiap perkataan dari biksu tua
Arya melangkah dengan langkah yang tak pasti, tidak ada lagi tujuan yang menurut Arya yang perlu dia kejar lagi. Arya merasa jika semua yang dia lakukan sudah gagal. Dan dia merasa jika dia adalah manusia yang tidak berguna. "Untuk apa semua kemampuan yang aku miliki ini jika aku tidak dapat menjalankan semua yang dipercayakan padaku," gumam Arya. Arya berjalan keluar masuk hutan. Dan sudah banyak desa yang Arya lewati, tapi Arya memilih untuk tidak singgah. Saat Arya memasuki sebuah hutan yang tidak jauh dari sebuah kota. Arya melihat sebuah pendopo kuil yang berada di ketinggian. Tepat berada di sebuah bukit di hutan itu. "Sebaiknya aku menjadi pertapa saja, mungkin jadi biksu aku akan menemukan ketenangan," kata Arya. Arya masuk. Dan semua mata menatap dirinya. Tapi Arya seolah tidak peduli dengan pandangan pada dirinya. Arya terus saja masuk dan memberikan hormat pada sebuah patung yang ada di tengah ruangan dari ruangan pemujaan di kuil itu. "Apakah kau sedang mendapatkan m