Saat pagi hari, sebelum Arya bangun dari tidurnya, Sanjaya mengumpulkan banyak batu. Dari batu kecil hingga batu besar, yang mana semua batu itu dikumpulkan di belakang pondoknya.
Suara batu-batu yang dikumpulkan, itu membangunkan tidur, Arya, dan bocah itu keluar dan melihat semua batu itu. "Guru, untuk apa semua batu ini?" tanya Arya. "Batu ini akan jadi sasaran latihanmu, Arya!" "Batu jadi sasaran latihan?" kata Arya bingung. "Iya! Seperti yang sudah guru katakan kemarin, kau harus memperkuat kedua tangan dan kakimu bukan?" "Terus?" Sanjaya tidak menjawab, namun dia menuju ke arah sebuah batu, dan langsung memukul batu itu, dan ia melakukan itu kembali tanpa tenaga dalam. Bammmmmmm!! Batu sasaran pukulan Sanjaya langsung hancur, dan itu terlihat di mata Arya. "Dengan hancurkan batu ini dengan pukulan, maka itu akan memperkuat tinjumu!" kata Sanjaya. Setelah itu, Sanjaya memegang erat sebuah batu, dan dengan satu kali tekan saja, batu itu hancur. "Ini akan memperkuat pegangan tanganmu, Arya!" kata Sanjaya. Berikutnya, Sanjaya mencakar batu, dan batu juga hancur, serta dilanjutkan dengan menusuk batu dengan jari tangannya. "Sementara yang baru saja guru perlihatkan, itu akan memperkuat jari-jarimu, Arya!" kata Guru Sanjaya. Guru Sanjaya menjelaskan semuanya pada Arya, dan anak itu hanya bisa menelan ludahnya karena latihan itu sama dengan merusak tangannya. "Jadi yang mana yang akan kau lakukan pertama kali, Arya?" kata Guru Sanjaya. "Kelihatannya semuanya sulit, Guru, tapi yang termudah pastinya memegang dan pecahkan batu!" kata Arya. "Kalau begitu, lakukan! Guru ingin kau menguasai semua itu!' "Baik, guru!" jawab Arya. Arya melakukan latihan baru itu, bahkan sebelum dia makan pagi, namun semua itu tak menyurutkan semangat Arya. Arya memilih sebuah batu sebesar kepalan tangannya, dan memegang erat batu itu, dan berusaha untuk memecahkan batu itu. Namun, sekuat apapun Arya berusaha, sedikit pun batu itu tak menujukkan kalau batu itu akan pecah. "Sangat sulit, Guru!" kata Arya. "Hahahah! Apakah kau pikir semuanya akan mudah, Arya?" "Tidak, Guru!' "Kalau begitu, lanjutkan!" kata Sanjaya. Arya angguk kepala, dan memilih untuk meneruskan latihannya, meskipun dia tahu butuh waktu untuk memecahkan batu itu. "Seperti yang sudah aku duga, dia butuh waktu untuk menguasainya, tidak seperti murid-murid berbakat di perguruan ini," gumam Sanjaya. *** Satu Minggu sudah berlalu sejak Arya mulai berlatih untuk memperkuat tangannya, namun hasil yang Arya dapatkan adalah nol. Tak ada satu batu pun yang bisa dipecahkan oleh Arya, memukul batu pun sudah membuat tangan Arya berdarah, dan itu jelas satu siksaan yang nyata saat latihan itu. "Arya, guru akan melanjutkan misi guru yang belum tuntas, guru harap saat guru kembali, kau sudah menguasai dasar-dasar kekuatan tanganmu!" kata Sanjaya. "Baik, Guru!" kata Arya. "Kau bisa lanjutkan latihanmu, kau tidak perlu antarkan guru!' kata Sanjaya lagi. Arya yang sudah mendapatkan berkah petir, sesungguhnya bisa mencerna semua itu, dan ia yakin, gurunya hanya akan mengawasi dirinya dari jauh. "Ternyata guru belum bisa hilangkan rasa curiganya pada diriku!" gumam Arya. Saat Sanjaya telah pergi, Arya memilih untuk tetap berada di perguruan itu, hingga Arya merasa yakin kalau Guru Sanjaya sudah benar-benar pergi dari perguruan itu. Hiatttttt! Bammmmmmm! Arya memukul batu, dan bocah itu menahan rasa sakit di kepalan tangannya karena memukul batu yang besar itu. Dan sesuai dengan dugaan Arya, Guru Sanjaya masih berada di perguruan itu, namun ia sembunyi di tempat yang aman, semua itu untuk mengawasi latihan Arya. Namun, Arya yang memang sudah tahu rencana itu, tetap berada di belakang pondok dan latihan tanpa memikirkan kondisi tangannya yang sudah penuh darah. "Ternyata seperti itu ya?" ucap Sanjaya. Sanjaya bisa melihat, saat ia tak ada, Arya berlatih keras, dan tak memikirkan malam atau pun siang, bocah itu terus berlatih. Selama dua hari dua malam, Sanjaya mengawasi Arya, dan kali ini dia yakin kalau Arya memang berlatih tanpa lelah. "Sepertinya kecurigaan yang aku miliki padanya, tak beralasan," kata Sanjaya. Semua yang Arya lakukan memang dia sengaja, dan semua itu berhasil untuk menepis rasa curiga Guru Sanjaya pada dirinya. "Aku harap kau berhasil, Arya!" ucap Sanjaya. Setelah itu, Sanjaya memilih untuk meninggalkan perguruan matahari, dan melanjutkan misi yang sempat tertunda karena ia kembali ke Perguruan Matahari. *** Hingga pada hari ke empat sejak Sanjaya meninggalkan perguruan matahari, Arya masih tetap berada di perguruan itu, dan terus berlatih penguatan tangannya. "Yo! Ada yang latihan memukul batu!" teriak satu suara. Arya buru-buru balik badan, dan waspada pada tiga orang yang selalu saja menggangu dirinya. "Sepertinya siksaan yang tempo hari belum bisa menyadarkan dirimu, Arya! Kau tak pantas berada di perguruan ini!" "Boim! Aku tak perduli kata-kata kalian! Yang jelas saat ini aku hanya ingin latihan, jadi aku harap kalian jangan ganggu aku lagi!" tegas Arya. "Hahahah! Sepertinya seekor monyet sedang bicara!" kata anak yang bernama Boim itu. Boim bersama dua rekannya, yaitu Dika dan Turak, mendekat ke arah Arya, dan seperti biasa mereka akan memberikan siksaan pada Arya. "Kali ini jangan harap bisa menyiksaku!" kata Arya. "Hahahah! Hanya dengan berlatih memukul batu, apakah kau pikir kau akan menang melawan kami?" kata Dika. Arya jongkok dan ambil sebuah batu, dan tanpa ragu, langsung lemparkan batu itu ke arah Turak. Whusssssssss! Batu itu bergerak seperti anak panah, dan Turak tak sempat untuk hindari lemparan batu itu. Bammmmmmm!! Kepala Turak langsung dihantam batu itu, dan darah merah mengucur dari luka di kepalanya. "Kurang ajar, aku akan membunuhmu!" teriak Turak. Ketiga orang yang sudah memiliki sedikit ilmu meringankan tubuh itu sama-sama melompat ke arah Arya. Jelas Arya tidak mungkin bisa hindari serangan dari tiga orang itu, dan tubuhnya pun jadi sasaran empuk bagi serangan ketiga orang itu. "Cukup!" teriak Arya. Jeldaarrrr!! Suara ledakan petir terdengar di langit saat Arya berteriak keras, dan itu membuat ketiga orang yang memukuli Arya, mundur tanpa sadar. "Aku tidak pernah takut pada kalian! Mari bertarung sampai mati!" teriak Arya. "Manusia bodoh!" maki Boim. Boim melompat lagi, dan mengarahkan satu pukulan ke wajah Arya, namun Arya menahan pukulan itu dengan tinjunya juga. Bammmmmmm!! Arya dan Boim beradu pukulan, dan hasilnya, Arya terlempar dan jatuh ke bongkahan batu yang banyak itu. "Bagaimana, Arya? Apakah kau masih ingin melanjutkan semua ini?" kata Dika. "Aku tidak takut pada kalian, jadi jangan salahkan jika kalian terluka di sini!" kata Arya. Saat itulah, aura yang cukup mengerikan muncul dari tubuh Arya, aura yang membuat tiga orang itu mundur tanpa sadar. "Kenapa kalian mundur? Ayo kita lanjutkan dan buktikan siapa yang akan mati diantara kita?" teriak Arya.Kota Lima, saat ini. Kota yang ada di pinggiran laut, yang juga merupakan salah satu kota yang terkenal karena kota itu jadi kota pelabuhan yang membawa banyak pedagang dari luar negeri.Seperti yang diperintahkan nyai Jelita kemarin, Ki Parlah melakukan tugasnya, dan membawa puluhan anak buahnya dari kelompok Teratai kuning.Ki Parlah berjalan dengan angkuhnya, dia membusungkan bagian depan tubuhnya, menunjukkan jika dia memiliki kuasa di kota Lima.Tepat di kota Lima, Ki Parlah berhenti, dan dia mengeluarkan pedang yang ada di pinggangnya."Hei penduduk kota. Hari ini kalian harus membayar keamanan pada kami, jika ada yang melawan, maka pedang ini akan memenggal leher kalian, siapkan satu keping emas tiap orang!" teriak Ki Parlah.Penduduk kota langsung bereaksi, mereka semua ingin melawan tapi, jangankan mereka, Adipati yang menjadi penguasa di kota lima, kota kadipaten itu saja tidak berani melakukan itu.Seorang lelaki gempal datang, dia adalah Adipati Tama, dia adalah Adipati ya
Arya sesungguhnya tidak terlalu memikirkan apapun yang keluar dari mulut Bulan Putih, Arya saat ini memikirkan keberadaan kelompok Teratai kuning yang ada di kota lima."Bukankah kelompok teratai kuning sudah aku hancurkan saat penyerangan di istana?" gumam Arya.Arya melihat kalau kelompok teratai kuning memasuki sebuah bangunan yang menurut Arya adalah markas mereka."Sepertinya itu markas mereka, sebaiknya aku melihat ke sana," gumam Arya lagi.Setelah membeli pakaian, dan Arya sudah merasa kalau waktunya dengan bulan putih harus segera selesai pada saat itu juga."Sepertinya kita harus berpisah, bulan putih," kata Arya."Kenapa? Apa kau sudah akan pergi?" tanya bulan putih."Benar! Aku ingin memastikan sesuatu," jawab Arya."Apa itu?" tanya bulan putih."Itu rahasiaku, aku tidak dapat menjelaskan padamu," kata Arya."Apa aku tidak boleh ikut?" tanya bulan putih."Tidak! Aku tidak ada orang yang jadi beban ku," ucap Arya."Beban? Apa kau pikir aku tidak dapat menjaga diriku? Aku me
"Bodoh! Kau memilih mati!" maki Merak hitam.Hiaaaat!Merak hitam merentangkan kedua tangannya, seperti sepasang sayap yang akan terbang, itulah jurus andalan dari Merak Hitam, jurus rangkaian merak kematian.Tapi, Arya juga sudah siap untuk hadapi dan menahan serangan dari Merak hitam, dan dengan jurus rangkaian dari kitab tinju penggetar langit, Arya siap menyerang balik.Tangan Merak hitam menyerang dengan cepat, bagaikan pisau yang tajam dan itu karena tenaga dalam yang dia miliki.Plakkkkkk!Tapak petir dari Arya memapak serangan dari lengan Merak hitam, dan terjadilah pertarungan di bawah pohon yang rindang itu.Merak hitam cukup kaget, itu karena Arya mampu menahan setiap serangan yang dia berikan, serangan demi serangan cepat yang dia yakini akan membuat Arya kalah.Huppppp!Merasa serangannya tidak mungkin menang melawan Arya, Merak hitam memilih untuk mundur.Tapi, Arya tidak membiarkan Merak hitam untuk pergi meninggalkan pertarungan, dan Arya melompat mengejar Merak hitam.
Bulan Putih memaksa menarik tangannya dari genggaman tangan Merak Hitam yang pegang erat tangganya."Jangan melawan, sayang. Hari ini akan akan kita habiskan berdua," kata Merak Hitam yang membuat wajah bulan putih menjadi semakin marah."Diam kau, bangsat! Kau pikir aku ini gadis apaan? Sadar dengan apa yang keluar dari mulut baumu itu!" maki bulan putih."Hahahahaha! Aku sungguh tidak menyangka, akan bertemu dengan gadis se liar dirimu!" jawab Merak Hitam malah tertawa karena perkataan Bulan Putih.Bulan putih kembali mencoba menarik tangannya dari tangan Merak hitam, tapi Merak hitam melawan dengan menghentakkan tubuh bulan putih ke pelukannya.Dengan segera, merak hitam menyusuri leher putih bulan putih yang ada dalam pelukannya.Plakkkkkk!Bulan putih melayangkan tangan kanan, dan wajah lelaki penuh brewok itu merasakan kerasnya tamparan dari bulan putih.Plakkkkkk!Merak hitam marah, dan tanpa ampun membalas tamparan bulan putih yang membuat bulan putih tersungkur ke tanah."Bod
Arya turun dari kapal yang baru saja berlabuh di pelabuhan negeri lingga, dan Arya langsung bersimpuh tanda syukur karena sudah kembali ke negeri kelahiran."Akhirnya aku sampai di sini, aku sampai di sini," kata Arya.Arya menatap jauh ke arah kota, kota pelabuhan negeri lingga, kota Lima."Dari sini aku akan memulai perjalanan menuju istana Purawa," kata Arya.Arya langkahkan kakinya, tapi tangannya di tangkap oleh Lin ye."Ada apa?" tanya Arya."Bagaimana dengan perkataan yang kau katakan itu?" kata Lin Ye."Perkataan apa itu?" tanya Arya."Tentang petualangan yang akan kau lakukan, bagaimana jika kau ajak aku?" tanya Lin Ye."Tidak, kau tidak akan aku ajak, aku akan melangkah sendirian," kata Arya menolak perkataan Lin ye.Wajah Lin ye terlihat jelas dengan raut kecewa, hal yang tidak dia sangka kalau Arya tetap menolak dirinya."Selamat tinggal!" kata Arya dan menepis halus tangan Lin ye dari tangannya yang memegang erat tangan Arya."Tunggu!" teriak Lin ye.Tapi Arya terus berja
Kapal besar yang membawa Arya menuju negeri pulau ular saat ini sedang terus berlayar di lautan, hari yang tidak bagus memaksa nakhoda Reg dan anak buah kapal bekerja keras.Arya tidak mau diam dan hanya menyaksikan saja, Arya melakukan apa yang bisa dia lakukan untuk membantu kapal itu terus saja berlayar di jalur yang aman.Badai itu sungguh besar, tapi dengan segala pengalaman yang dimiliki oleh nahkoda Reg, kapal masih tetap selamat dan tidak karam."Kita selamat!" kata Arya sambil rebahkan badannya di lantai kapal itu. Seluruh pakaian Arya basah karena air yang melompat ke atas kapal."Kau ternyata cocok jadi anak buahku, Arya, hahahahaha!" kata nahkoda Reg sambil tertawa bercanda pada Arya."Aku kelelahan nakhoda, jangan bercanda dulu," kata Arya."Hahahaha! Ternyata seorang pendekar kelelahan juga," kata nakhoda Reg mengolok Arya."Pendekar juga manusia," ucap Arya.Rombongan yang dibawa oleh kapal itu adalah rombongan para pedagang yang akan menjajakan dagangan di kota-kota se