LOGINLangit Eclipsera bergetar hebat. Setelah kemenangan singkat yang diciptakan Miya dan Nevada, kabut ungu yang menutupi planet itu seolah mulai menjerit. Gelombang energi gelap muncul dari arah utara langit, menggulung seperti badai raksasa yang hendak menelan seluruh dunia. Axel, yang berdiri di tengah medan perang bersama para istrinya, menatap ke atas. Matanya menyipit, pupilnya memantulkan kilatan energi yang menembus dimensi. “Itu… bukan energi astral biasa,” gumamnya. “Sumber kegelapan mereka… datang dari luar planet ini.” Tiba-tiba, guncangan besar menghantam tanah. Para istri Axel yang lain segera memasang formasi bertahan. Lilian menebarkan perisai energi, Mila menguatkan medan ilusi pelindung, dan Lyra menahan tekanan gravitasi yang datang dari langit. Di langit, sosok mengerikan mulai menampakkan diri, tinggi, berlapis kabut hitam yang menetes seperti cairan kegelapan. Matanya merah darah, dan di belakangnya terdapat enam sayap bayangan yang berdenyut seolah terbuat dar
Medan perang Eclipsera berubah menjadi lautan cahaya dan kabut bercampur aura ilusi. Ribuan pemimpin astral yang semula menyerang kini terhenti, terjebak di antara dua kekuatan yang tak lagi bisa dijelaskan dengan logika makhluk fana. Miya berdiri di udara, rambut ungunya berkilau, tubuhnya diliputi semburat aura ilusi murni. Bola mata ungunya berubah menjadi pusaran cahaya yang tak berhenti berputar. Setiap gerakannya memunculkan bayangan dirinya yang bertarung di seratus arah sekaligus. Ilusi miliknya kini bukan sekadar bayangan, tetapi kenyataan yang menelan kesadaran. Setiap makhluk astral yang menatap matanya terperangkap dalam dunia khayalan yang terasa lebih nyata dari kenyataan itu sendiri. Dalam dunia ciptaannya, mereka saling menghancurkan, tanpa sadar bahwa tangan yang menusuk dada lawan sebenarnya menembus dada mereka sendiri. Axel hanya bisa menatap dari kejauhan, kagum dan sedikit ngeri. Energi Miya sudah melewati batas Level Tujuh biasa. Ia kini berdiri di puncak lev
Kabut ungu Eclipsera masih berputar liar, menyelimuti medan perang dengan aura mengerikan. Para pemimpin astral yang awalnya mendekat kini saling bertatapan, bingung menghadapi ledakan kekuatan gabungan Axel dan istri-istrinya. Namun ancaman belum hilang, mereka masih ingin menaklukkan para dewi. Miya menatap medan perang dengan mata bersinar ungu. Ia memegang erat tangan Nevada, lalu dengan cepat mereka melesat ke tengah medan perang itu. Miya mengeluarkan kekuatan teringginya, aura ilusi pekat menguar dari tubuhnya, gelombang ilusi mulai meluas, menciptakan bayangan-bayangan dari setiap pemimpin astral. "Kalian pikir akan bisa menang? Dasar hama, coba kalian hadapi diri kalian sendiri!" serunya, dan secara seketika, makhluk astral yang tadinya fokus pada Axel dan para istri kini saling menyerang satu sama lain, terjebak dalam jebakan ilusi yang memutar otak mereka. Di sisi lain, Nevada menatap para makhluk astral yang kesadaran mereka mulai terguncang. Perlahan, ia mengangkat tan
Nevada menatap Miya terdiam. Ucapan itu menusuk jauh ke dalam hatinya, mengguncang sesuatu yang selama ini tak ia kenali, perasaan yang selama ini asing baginya. Ia tidak pernah tahu cinta, bahkan ketertarikan pun tidak, sebab sejak kecil ia hidup sendirian di planet ini, hanya ditemani bisikan roh dan kabut. Ia tidak tahu mengapa makhluk-makhluk astral tidak pernah menyerangnya, tapi kini, mendengar nama Axel disebut dengan kasih, jantungnya berdebar aneh. "Kita harus bertahan, Miya. Axel masih di sini, dan dia pasti akan membuka jalan," ucap Nevada dengan suara gemetar. Axel mengangkat tangannya tinggi, memusatkan seluruh energi gabungan ke satu titik. Ledakan cahaya menyebar luas, memusnahkan puluhan pemimpin astral sekaligus. Namun, di kejauhan, kabut semakin padat, menandakan bahwa yang datang berikutnya jauh lebih kuat. Miya menarik napas dalam. Matanya menatap Axel dan Nevada terakhir kali, senyum tipis menghiasi wajahnya. "Nevada… katakan pada Axel aku mencintainya. To
Kabut ungu Eclipsera bergerak liar, cahaya biru samar memantul di kristal hutan. Axel berdiri tegak di tengah dataran, 14 wujudnya muncul bersamaan, memancarkan energi dari semua istrinya. Makhluk-makhluk astral yang awalnya tersebar mulai berkumpul, kesadaran mereka kini penuh dan fokus pada satu tujuan: merebut kehidupan para istri Axel. Dua sosok astral raksasa muncul dari kabut, kulit mereka berkilau hitam dengan mata menyala merah. "Ini kesempatan terakhir kalian, manusia dan dewi palsu," desis salah satunya, getaran suaranya mengguncang tanah. Makhluk lain menyusul, membentuk lingkaran mengerikan di sekitar Axel, serangan bersamaan menghantam medan dengan energi gelap yang menyebar ke seluruh kabut. Axel menatap mereka dengan tegas, tubuhnya memancarkan gelombang energi gabungan semua kekuatan istrinya. Bumi, angin, cahaya, kegelapan, es, api, petir, kayu, logam, harapan, bunyi, ilusi, cinta, dan bentuk hibrida Cheetger menyatu dalam satu aliran. Namun, pemimpin astral terbe
Bab 210: Pertempuran di Tengah Kabut Eclipsera Langit Eclipsera memancarkan cahaya ungu samar, kabut biru berputar liar di sekeliling hutan kristal. Axel berdiri tegak di tengah dataran, matanya menatap makhluk astral yang perlahan muncul dari kabut. Tubuhnya bersinar dengan aura tebal, memancarkan energi yang berbeda dari biasanya. “Ini saatnya,” ucap Axel, suaranya tenang tapi bergetar penuh tekad. Ia mulai mengcloning energi dari semua istrinya, merasakan kekuatan mereka mengalir bersamaan dalam tubuhnya, membentuk satu aura yang kuat dan harmonis. Pertama, ia memanggil energi Catherine. Tanah di bawah kaki Axel bergetar hebat. Perisai batu dan armor magma muncul, menelan gelombang serangan awal makhluk astral. Gelombang seismik menghantam tanah, memantul ke udara, menghancurkan musuh yang mencoba maju. Batu-batu yang beterbangan mengamuk di medan tempur, membuat makhluk astral terseret mundur. Olivia muncul selanjutnya. Angin liar berputar membentuk pusaran dahsyat di sekitar







