Di depan pintu utama, Levon disambut wanita cantik yang sudah setengah membungkuk tanda hormat. Namanya Josie, pembatu di mansion mewah milik Levon.
“Tuan?” sapa Josie ramah.
“Siapkan air hangat untukku, aku ingin mandi!” titah Levon begitu dingin melewati Josie tanpa menoleh ke arahnya dan menuju kamar lantai atas.
“Baik, Tuan,” jawab Josie dan langsung bergegas pergi melaksanakan perintah Sang Tuan.
Sementara itu, di kamar lantai atas, Levon merebahkan diri di kasur. Ia menyeringai menatap langit kamar, “Suatu saat kalian akan bersujud di kakiku. Sementara ini, aku akan menikmati penyamaranku sebagai cleaning service.”
Bersamaan dengan itu, Josie datang dan berdiri setengah membungkuk di depan pintu yang dibiarkan terbuka oleh Levon, “Tuan, perlengkapan mandi sudah siap.”
“Ya!” jawab datar Levon tanpa menoleh ke arah Josie.
“Tuan! Apakah setelah mandi, Tuan ingin makan?” tanya Josie ramah.
“Tidak, aku ingin tidur!”
***
Keesokan hari Levon di antar Fred ke kantor dengan mobil bugatti mewah miliknya. Levon menyuruh Fred berhenti beberapa meter dari kantor dan berjalan kaki menuju perusahaan LEO Group.
Di lantai satu, Levon berpapasan dengan Fletcher, “Levon, hari ini kamu akan mendapatkan kejutan dariku,” ucap Fletcher tersenyum, tidak seperti biasanya.
“Benar, Tuan?” tanggap Levon menunjukkan kegembiraan, tetapi ia sudah tahu Fletcher sudah mempersiapkan rencana buruk untuk dirinya.
“Ya, tentu saja. Kamu pasti menyukainya,” jawab Fletcher mengangguk dan melebarkan senyuman.
“Kapan kejutannya, Tuan?” tanya Levon melengkingkan suara.
“Tentu sebentar lagi,” balas Fletcher dengan mempertahankan kontak mata pada Levon.
CEO perusahaan, Tuan Pulisic datang dan lewat di depan mereka. Levon dan Fletcher menunduk sebagai tanda hormat, “Selamat pagi, Tuan.”
“Pagi!” jawab Pulisic datar dan terus melewati mereka. Ia memang terkenal sebagai CEO menyeramkan bagi bawahan.
Fletcher pun berusaha mengejar Tuan Pulisic dari belakang, seperti biasa ia mau menjalankan aksinya untuk memasang wajah khas penjilat pada CEO perusahaan.
Sementara itu, Levon pergi ke arah lain. Ia mengganti pakaian lusuh miliknya dengan pakaian khusus cleaning service. Lalu, ia melapor ke Jackson, supervisor cleaning service bahwa dia siap bekerja.
“Levon, silahkan pergi ke lantai tujuh bagian ruangan administrasi, cepat!” perintah Jackson arogan dengan tatapan mata menghina pada Levon yang berdiri di depannya.
“Baik Tuan.”
Levon mengambil perlengkapan cleaning service dan pergi ke lantai tujuh. Betapa terkejutnya setelah ia sampai di sana, ruangan administrasi itu sangat kotor. Ada banyak sisa makanan yang berserakan dimana-mana.
Tak lama kemudian, ada suara-suara tertawa semakin mendekati ruangan administrasi. Levon melongok keluar, disana ada Fletcher dan Jackson yang tertawa bersama menghampiri dirinya.
“Bagaimana kejutannya, Levon?” tanya Fletcher mengerucutkan bibir dengan tatapan mata mengejek pada Levon yang ada di depannya.
“Pasti kau sangat menyukainya, bukan?” sambung Jackson tertawa renyah menatap Levon dengan tatapan penuh hina.
“Mengapa Tuan melakukan ini semua padaku?” tanya Levon menghembuskan napas pelan.
Bukk....
Pertanyaan Levon justru dihadiahi tendangan dari Fletcher ke arah perutnya. Levon terpental dan meringis kesakitan, “Arghhh....!”
“Apa kau sudah lupa kejadian tadi malam? Kau berusaha merebut hati Rose dariku! Kau telah mempermalukanku di hadapan Rose!” teriak Fletcher mengeraskan rahang dengan tatapan mata berkilat iblis.
“Maaf, Tuan ... Apa maksudnya, Tuan?” tanya Levon sambil berdiri dan memegangi perutnya.
Bukk...
Pertanyaan dari Levon dihadiahi tendangan lagi dari Fletcher. Levon pun terpental lagi dan meringis kesakitan, “Ampun Tuan, sakit ....”
“Jangan pura-pura bodoh, Sampah! Di balik wajah polosmu itu, kau sangat licik!” sergah Fletcher semakin mengeluarkan tatapan menyala miliknya.
“Ampun, Tuan. Saya benar-benar tidak mengerti maksud dari ucapan Tuan,” kata Levon dengan napas memburu sambil memegangi perut dan sesekali meringis kesakitan.
Fletcher menghampiri Levon dan mencekik keras leher Levon sampai kesulitan mengatur napas, “Kau berusaha mendekati Rose agar kau mendapat menikmati kekayaannya, bukan?” raung Fletcher sampai memuncratkan air ludah kemana-mana. Lalu, Fletcher menghempas kasar tubuh Levon ke lantai.
“Ampun, Tuan. Itu tidak benar,” bela Levon dengan suara tersedat-sedat sambil batuk akibat cekikan dari Fletcher.
“Dasar Sampah! Jangan berpura-pura bodoh. Aku tahu isi dari kepala orang-orang miskin sepertimu!” umpat Fletcher dengan kedua bola mata hampir keluar. Lalu, ia membabi buta menendang Levon yang terkapar di lantai.
“Ampun, Tuan. Ampun!” jerit Levon memelas dan berusaha melindungi bagian tubuh sensitifnya dari amukan Fletcher.
“Hajar, Tuan. Berikan pelajaran pada Sampah itu.” Jackson memanas-manasi Fletcher hingga ia semakin membabi buta menendang Levon.
“Sekali lagi kau mencoba mendekati wanitaku, maka nyawamu akan terancam!” ancam Fletcher penuh amarah dan menghentikan serangannya.
“Ampun Tuan, aku tidak akan mendekati Nona Rose lagi,” lenguh Levon meringis kesakitan dengan tangan kanan bertumpu pada kepala dan tangan kiri melindungi perut dari tendangan Fletcher.
“Bagus, dan sekarang nikmati kejutannya.” Fletcher menghentikan serangannya. Ia menarik sudut kanan bibirnya melihat dendamnya pada Levon terwujud.
“Cepat bangun, sampah! Bersihkan kotoran ini. Dan jangan berani mengadu kepada Tuan Pulisic jika kau tidak ingin mati!” sambung Jackson tersenyum mengejek Levon.
“Dengarkan itu baik-baik, Sampah! Anggap saja ini sebuah peringatan dariku. Jika kau masih mendekati Rose, aku bisa lebih berbuat buruk dari ini. Fletcher tidak pernah main-main dengan ucapannya sendiri, ingat itu!” Fletcher menatap tajam Levon, nadanya mengancam penuh mengintimidasi.
Fletcher dan Jackson sudah tahu bahwa perbuatan sengaja mengotori ruangan kantor adalah pelanggaran berat. Hukumannya bisa dipecat dengan tidak hormat, tetapi mereka berdua yakin Levon tidak akan berani melaporkan kepada CEO perusahaan karena Levon dianggap manusia lemah.
Mereka tidak tahu bahwa Levon bukan manusia lemah, tetapi ia bisa mengguncang dunia dengan perkataannya.“Baik, Tuan!” jawab Levon dengan mata sedih sambil meringis kesakitan memegangi beberapa bagian tubuh yang dianggapnya paling sakit.
“Tempatmu memang berada di bawah,” sindir Fletcher menyeringai dengan tatapan mata menghina pada Levon yang terkapar merintih kesatikan di bawah
Fletcher dan Jackson pergi dari ruangan itu dengan tertawa puas. Mereka merasa sudah memberikan pelajaran kepada Levon.
Setelah mereka pergi, Levon bangun dengan cepat dan mengembangkan dadanya. Ia menyeringai dan memasang wajah istimewa bak seorang penguasa yang belum pernah dilihat oleh siapapun.
“Kalian tidak sadar sudah bermain-main dengan siapa? Suatu saat kalian akan meminta pengampunan padaku!” seru Levon dengan tatapan tajam bak elang ke arah depan. “ow ya tendanganmu seperti gigitan semut bagiku. Aku hanya berpura-pura meringis kesakitan agar kalian senang.”
Setelah Levon mengucapkan kata-kata itu, ia mengambil hp di kantong celana “Cepat kesini!” perintahnya pada seseorang yang diteleponnya.
Tak butuh waktu lama, seseorang itu datang ke ruangan administrasi lantai tujuh. Yang mengejutkan adalah Pulisic, CEO perusahaan yang datang dan berlari tergesa-gesa menemui Levon.
“Ya Tuan?” ucap Pulisic setengah membungkuk tanda hormat kepada Levon. Sikap datar yang biasa ia tunjukkan, kini berubah di hadapan Levon.
“A-apa yang terjadi dengan ruangan ini, Tuan?” Pulisic terkejut melihat kondisi ruangan. Ia gemetar dan ketakutan. Ia seperti bukan seorang CEO di hadapan Levon yang bekerja sebagai cleaning service di perusahaan LEO Group.
Air mata Angelina mengalir deras, menumpahkan semua kesedihannya. Kalimatnya barusan diucapkan secara sadar. Ia siap mati, Jika dengan nyawanya bisa membuat Amelia kembali ke jalan yang Sementara itu, Amelia sangat terkejut. Tanpa dugaannya sama sekali, Angelina mengetahui identaitasnya. “Nona Amelia? Aku Ketty ... Namaku Ketty, bukan Nona Amelia,” ucap Amelia masih belum mengaku. “Sudahlah, Nona. Buka topengmu. Jika kau ingin membunuhku, silahkan saja. Aku tidak akan melawannnya,” kata Angelina pasrah. Amelia mulai cemas. Ia mulai curiga bahwa Angelina datang bersama dengan Levon dan orang-orang kepercayaannya. “Aku bukan Nona Amelia!” teriak Amelia. “Aku Ketty ... Aku memanggilmu kesini untuk menyelesaikan masalahku. Tapi kau justru berpihak pada wanita itu.” Amelia masih mempertahankan penyamarannya. Lalu ia berjalan cepat ke arah sudut pintu. Ia melihat layar pengintai aktifitas di luar, depan dan sekitar kamarnya. Tidak ada siapa-siapa, batinnya. Lalu ia kembali memutar ba
“Sayang sekali, padahal kue ini sangat enak,” ucap Amelia sambil meletakkan kue itu ke wadahnya“Em kalau begitu, makanlah,” kata Angelina setengah mengetes.“Ah aku sudah kenyang ... aku sudah banyak menghabiskan kue ini,” kilah Amelia tersenyum paksa, menutupi rasa kesalnya.“Ow ya, Ketty. Rumahmu dimana?” tanya Angelina.“Hemmm dekat dengan mansion Tuan Leo,” jawab Amelia.“Apa Tuan Leo mengenalmu?” tanya Angelina memancing.“Emmm tidak ... Tuan Leo tidak mengenalku,” kilah Amelia. “ow ya lanjutkan pembahasan yang tadi ... Jadi bagaimana menurutmu? Apa aku harus mengalah?”“Terkadang kita harus mengalah demi kebahagiaan orang yang kita cintai,” jawab Angelina bijak. “Tapi aku tidak sudi wanita iblis itu merebut orang yang aku cintai ... Hanya aku yang pantas mendampinginya, bukan wanita iblis itu,” respon Amelia sedikit emosi. Tatapan tajamnya mulai diperlihatkan pada Angelina. “tunggu ... Apa itu artinya kau mendukung wanita itu merebut pujaan hatiku?” tanyanya.Angelina menghela
“Ya, Tuan.” Angelina mengangguk dengan tatapan serius “aku siap kehilangan nyawa asal Nona Amelia kembali menjadi orang baik. Karena aku memang salah.”Mendengar itu, Levon terharu. Ia menatap Angelina dengan tatapan bangga. Jack dan teman-temannya pun merasakan hal yang sama.“Aku tidak salah memilih calon istri ...” ucap Levon dengan tatapan lembut. Lalu ia mengambil ponsel Angelina. “Aku tidak akan membiarkan calon istriku celaka.”Angelina meneteskan air mata, lalu ia spontan memeluk Levon.“Tuan, aku stress. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku ingin sekali menjadi istri Tuan, tapi disisi lain ... aku kasihan pada Nona Amelia. Aku tidak mau merebut Tuan darinya,” kata Angelina menangis dalam pelukan Levon. Lalu ia melepas pelukannya dan mendongak menatap penuh arti pada calon suaminya itu. “Menikahlah saja dengan Nona Amelia, Tuan.”“Aku menyayangi Amelia. Dia adikku, dan selamanya statusnya tidak berubah ... Sementara kau, Angel. Kau adalah calon istriku,” respon Levon tersenyu
Dengan pakaian khas pria bertopeng, Amelia menunggu di salah satu kamar apartemen British, kira-kira jarak tempuhnya sekitar satu jam dari apartemen Hoston. Amelia sudah menyelipkan sebuah pisau di sela-sela lubang sofa. Ia juga mencampurkan racun di makanan ringan berupa kue keju yang ada di atas meja. “Leo sudah berbohong padaku, Angelina tidak pulang ke Washington.” Angelina sangat marah, ia sudah tidak sabar ingin bertemu gadis itu dan segera membunuhnya. “Aku pastikan hari adalah hari terakhirnya bisa bernapas!” Sementara itu, Jack bergerak cepat setelah menerima pesan dari Levon. Ia melacak nomor ponsel yang diberikan Sang Tuan. “kamar nomor 987,” ucap temannya pada Jack setelah berhasil melacak keberadaan pemilik nomor itu. Jack dan teman-temannya menyusuri setiap lorong, menaiki lift untuk sampai ke kamar teratas yang ada di apartemen British. Salah satu di antara mereka menyamar sebagai cleaning service, namanya Sancho. TOK! TOK! Sancho mengetok pintu kamar Amelia, se
Levon tampak duduk di kursi ruangan makan yang ada di apartemen Hoston. Ia sudah janjian dengan Angelina untuk makan bersama.“Hem dia sangat cantik,” gerutu Levon ketika melihat Angelina datang. Ia memandangi penampilan gadis itu dari atas sampai bawah. Kecantikannya sangat natural.“Tuan sudah menunggu lama?” tanya Angelina sambil menarik kursi makan yang menghadap Levon.“Hemm dua menit yang lalu,” jawab Levon. lalu ia memanggil waitress“Mau makan apa, Angel?” tanya Levon, Angelina pun mengamati daftar menu makanan dan minuman yang ada di hadapannya.“Tuna sandwich, terus minumannya emmm ...lemon tea.”“Dua tuna sandwich, dua lemon tea,” ulang Levon pada waitress yang berdiri di samping meja makan mereka.“Baik, mohon ditunggu.”Angelina terkekeh pelan, “Kenapa Tuan memesan menu yang sama?”“Karena sebent
Amelia turun dari atas dan bepura-pura tidak mengetahui apa-apa. Dengan mengenakan pakaian olaharaga, ia menghampiri mereka.“Hai,” sapa Amelia ramah. “Selamat pagi semuanya.”“Pagi,” jawab mereka bersamaan.“Mau kemana, nak?” tanya Emma perhatian. Sebenarnya ia merasa kasihan dan tidak tidak tega mendengar keputusan Levon mengirim sepupunya itu kembali ke Turki.“Mau olahraga, Anne,” jawab Amelia. “Ya udah dulu, lanjutkan obrolan kalian.”Amelia berjalan ke luar mansion. Ia ingin melarikan diri tanpa naik mobil karena orang-orang kepercayaan Levon ada dimana-mana.Pandangannya mengawasi sekitar jalan. Dirasa aman, ia meyetop taksi yang kebetulan lewat.“Nona Amelia?” tanya supir taksi itu setelah tahu siapa penumpangnya.“Hem antarkan aku ke toko pakaian terdekat,” titah Amelia. “cepat, aku terburu-buru.”“B