Sebuah pesta sedang berlangsung di rumah Elza Rose, direktur pemasaran di perusahaan LEO Group. Ia mengadakan pesta perayaan pindah ke rumah mewah baru miliknya. Ia mengundang semua staf kantor termasuk Levon si cleaning service.
Di dalam pesta itu, Levon berpakaian sederhana dengan balutan kemeja berwarna biru yang terkesan lusuh dibanding tamu lainnya. Brand-brand besar, bahkan dirancang khusus oleh desainer ternama, sudah bertengger nyaman di tubuh tamu pesta lainnya.
“Hei cleaning service! Ngapain sampah sepertimu datang kemari? Dirimu tidak pantas berada di pesta semewah ini!” cela Fletcher pada Levon yang baru datang. Fletcher sendiri menjabat sebagai direktur keuangan.
“Diam kau Fletcher, jangan merusak pestaku!” tegas Rose menatap Fletcher. Rose adalah seorang perempuan baik dan tercantik yang menjadi primadona di perusahaan tempat kerjanya. Ia menjadi rebutan para lelaki, termasuk si Fletcher lelaki buaya darat dan otak mesum.
“Ayolah Sayang, aku berbicara apa adanya. Tidak sepantasnya kamu mengundang orang yang akan mengotori pestamu ini,” ucap Fletcher sambil melirik Levon dengan ekspresi tatapan mata menghina.
Sementara itu, Levon tetap tenang. Ia sudah terbiasa dengan semua hinaan dan cacian yang ditujukan padanya.
“Dia itu pantasnya berada di tempat sampah dan berteman dengan tikus-tikus yang menjijikkan!” sambung Laura dengan sengiran ejekan. Ia sendiri menjabat divisi keuangan dibawah Fletcher.
“Melihatnya saja, aku jijik!” desis Hana dengan tatapan menghina pada Levon yang bergeming di tempatnya. Hana sendiri menjabat sebagai direktur produksi.
“Cepat pergi sampah! Tunggu apa lagi?” bentak Eric menatap Levon sambil menunjuk ke arah pintu. Ia menjabat sebagai direktur personalia.
“Baiklah, aku akan pergi.” Levon kali ini bersuara. Levon yang tadinya menunduk, kini terpaksa mendongak. Ia memutar bola matanya untuk menatap mata hina milik teman-temannya.
“Apa yang kamu katakan, Lev?” tanya Rose sambil menghampiri Levon dan menatap kecewa kepada tamu yang merendahkan Levon.
“Benar apa yang dikatakan Tuan Fletcher dan yang lainnya, Nona. Aku tidak pantas berada di pesta semewah ini. Lebih baik aku pergi agar tidak mengacaukan pestamu, Nona.”
“Bukan kamu yang merusak pestaku, Lev. Yang merusak pestaku justru mereka yang tidak tahu sopan santun dan suka merendahkan orang lain,” balas Rose tersenyum pada Levon setengah menyindir teman lainnya. Semua tamu pun keheranan dengan ucapan Rose. Mereka justru semakin kesal kepada Levon yang dianggap mencari muka agar Rose bersimpati padanya.
“Pesta ini terlalu mewah bagi diriku yang hanya bekerja sebagai cleaning service, Nona,” jelas Levon lembut menatap Rose.
“Jangan tatap Rose, sampah!” ucapan Fletcher berapi-api. Wajahnya merah padam, memandang geram ke arah Levon yang berani menatap pujaan hatinya. Levon pun menunduk menuruti perintah Fletcher.
“Fletcher! Pesta ini untuk semua orang. Kumohon jangan buat kegaduhan!” teriak Rose kesal menoleh ke arah Fletcher.
“Aku—” Fletcher tidak dapat meneruskan ucapannya. Rose mengangkat tangan sebagai tanda agar Fletcher lebih baik diam. Fletcher kesal, tapi kekesalannya bukan ditujukan kepada Rose, melainkan kepada Levon.
Di detik ini, Tuan Pulisic, CEO perusahaan baru tiba di pesta. Rose dan tamu pesta lainnya langsung menghampiri dan menyambut dengan penuh hormat, “Selamat datang, Tuan,”
“Selamat datang, Tuan Pulisic.” Fletcher menyambut dengan menampilkan wajah khas penjilat. “Saya yakin, Rose sangat senang dengan kehadiran Tuan.”
Tuan Pulisic menjawab datar sapaan dari para tamu pesta. Sementara itu, Levon bergerak ke arah dapur untuk membantu para pelayan membawa berbagai hidangan mewah ke ruang tamu.
Fletcher melihat Levon membantu para pelayan. Ia tersenyum jahat dan mempunyai niat buruk untuk mempermalukan Levon. Dengan santai, ia menghampiri Levon yang sedang membawa nampan dengan lima gelas tinggi di atasnya. Fletcher dengan sengaja menghadang langkah Levon dengan kakinya. Levon tersungkur ke depan dan memecahkan gelas-gelas yang dibawa.
“Astaga, Levon. Kenapa kamu begitu ceroboh sekali? Apakah kamu tahu harga satu gelas yang kamu pecahkan itu? Harganya itu lebih mahal dibanding harga dirimu!” hardik Fletcher tanpa ada rasa bersalah. Semua mata bergerak memandang tubuh Levon.
“Maafkan saya, Tuan. Tapi anda—” Levon berdiri dengan gemetar. Ia gelagapan mendapat dampratan Fletcher.
“Satu gelas itu harganya 500 dolar, sedangkan gajimu selama satu bulan hanya 290 dolar!” Levon benar-benar tak bisa berkutik. Fletcher menyela ucapannya dan tidak memberikan kesempatan pada dirinya untuk bicara.
“Dasar bodoh! Dia selalu saja melakukan kesalahan setiap bekerja”
“Dasar tidak berguna!”
“Dia perlu menjual anggota tubuhnya untuk mengganti gelas yang pecah.”
Semua hinaan mulai menyapa telinga Levon. Para tamu memandang hina dan rendah kepada Levon, sedangkan Rose tampak kasihan dan menghampiri Levon.
“Ma—mafkan saya, Nona. Tadi tidak sengaja,” kata Levon gelagapan. Dia tampak ketakutan meski bukan kesalahannya, tapi ia tak punya pilihan lain. Situasi saat ini, ia tak mampu mengalahkan kelicikan dari Fletcher.
“Dasar bodoh! Ucapan maaf tidak cukup untuk mengganti gelas-gelas yang kau pecahkan!” damprat Fletcher pada Levon yang tampak menyedihkan sekali di hadapan Rose.
“Tidak apa-apa, Lev. Aku yakin kamu tidak sengaja melakukannya.” Rose mengabaikan ucapan Fletcher, ia berkata lembut pada Levon.
Para tamu sudah tidak terkejut dengan ucapan Rose. Selain cantik, ia dikenal sebagai perempuan yang baik hatinya.
“Ayolah Sayang, kamu jangan tertipu dengan wajah polosnya. Si sampah ini memanfaatkan kebaikanmu,” tegur Fletcher pada Rose sambil menunjuk rendah pada Levon.
“Sebaiknya kau diam Fletcher!” tegas Rose pada Fletcher, lalu ia menatap Levon. “Jangan pikirkan itu, aku sudah memaafkanmu. Sekarang, lebih baik kita lanjutkan pesta ini bersama-sama. Biarkan pelayan yang membersihkan pecahan gelas ini.”
Levon tersenyum, “Terima kasih banyak, Nona.” Niat Fletcher yang ingin mempermalukan Levon, justru mendapat simpati dari Rose. Fletcher geram menatap benci pada Levon.
Pesta diberlangsungkan kembali dengan tarian salsa. Fletcher mengajak Rose untuk berdansa, tetapi Rose justru menarik tangan Levon untuk berdansa dengannya. Fletcher emosi dan marah pada Levon, tetapi ia tak bisa meluapkan amarahnya pada Levon.
Fletcher hanya bisa mengumpat dan berjanji memberikan perhitungan pada Levon, “Tunggu hari esok, Sampah!”
Dua jam kemudian, Levon berpamitan pulang pada Rose. Ia berjalan sejauh 200 meter dari rumah Rose dengan memperhatikan jalanan sekitarnya. Ia menghampiri mobil bugatti limited edition super mahal yang menjadi tontonan orang di pinggir jalan. Disamping mobil itu ada seorang berpakaian supir dan menunduk menyambut kedatangan Levon.
“Tuan?” sapa si supir itu dengan setengah membungkuk tanda hormat kepada Levon sambil membuka pintu mobil.
Semua orang sedikit terkejut melihat Levon masuk ke dalam mobil, “Apakah dia pemilik mobil super mewah itu?” Penampilan Levon memang tidak mencerminkan sebagai orang kaya.
“Langsung Pulang, Fred!” titah Levon begitu dingin sambil masuk ke dalam mobil. Aura wajahnya tidak seperti ada di pesta, ia terlihat berwibawa di hadapan Fred.
“Baik, Tuan.” Fred menutupkan pintu untuk Tuannya. ia masuk ke bagian depan dan melajukan mobil dengan kecepatan standar.
“Mereka akan berlutut dikakiku kalau tahu siapa diriku sebenarnya.” Levon bergumam dalam hati, mengingat kejadian di pesta barusan.
Mobil Bugatti limited edition super mahal itu berhenti di depan mansion termewah dan terbesar di Amerika. Disana sudah ada penjaga yang membukakan pintu pagar untuk Sang Tuan.
Di depan pintu utama, Levon disambut wanita cantik yang sudah setengah membungkuk tanda hormat. Namanya Josie, pembatu di mansion mewah milik Levon.“Tuan?” sapa Josie ramah.“Siapkan air hangat untukku, aku ingin mandi!” titah Levon begitu dingin melewati Josie tanpa menoleh ke arahnya dan menuju kamar lantai atas.“Baik, Tuan,” jawab Josie dan langsung bergegas pergi melaksanakan perintah Sang Tuan.Sementara itu, di kamar lantai atas, Levon merebahkan diri di kasur. Ia menyeringai menatap langit kamar, “Suatu saat kalian akan bersujud di kakiku. Sementara ini, aku akan menikmati penyamaranku sebagai cleaning service.”Bersamaan dengan itu, Josie datang dan berdiri setengah membungkuk di depan pintu yang dibiarkan terbuka oleh Levon, “Tuan, perlengkapan mandi sudah siap.”“Ya!” jawab datar Levon tanpa menoleh ke arah Josie.“Tuan! Apakah setelah mandi, Tua
“Si brengsek Fletcher dan Jackson mau bermain-main denganku.” Levon menyengir.“Apa? Lagi-lagi orang sialan itu. Berikan perintah padaku untuk memecatnya, Tuan.” Pulisic geram, tetapi Levon hanya tersenyum“Seandainya mereka tahu bahwa pemilik perusahaan ini adalah Tuan, pasti mereka menyesal. Aku tidak rela Tuan dipermainkan seperti ini. Sampai kapan Tuan akan menyembunyikan jati diri Tuan?” tanya Pulisic dengan mengayunkan tangan jempolnya pada Levon sebagai tanda hormat. Pulisic sedih, Tuannya selalu diperlakukan buruk oleh Fletcher dan teman-teman lainnya. Pulisic tidak sabar, Tuannya segera memberitahukan jati dirinya.“Levon menyengir, “Sampai tiba waktunya.”Levon adalah blasteran Turki-Amerika. LEO Group, perusahan minyak gas terbesar di dunia pertama kali didirikan di Turki. LEO diambil dari nama belakangnya, yakni Leonardo. Dua tahun yang lalu ia melebarkan sayap ke Amerika. Orang sudah tahu
“Iya, nanti malam kita akan berkencan,” balas cepat Rose dengan senyuman manis menatap Levon.Fletcher tersulut emosi. Bara apinya di dalam hati Sudah memuncak, tapi kemarahannya itu bukan ditujukan pada Rose, melainkan pada Levon.“Dia hanya cleaning service!” berang Fletcher berusaha mengingatkan posisi Levon.“Dia jauh lebih tampan dan baik daripada lelaki brengsek sepertimu!” seru Rose sambil lebih mempererat pegangannya pada tangan Levon. Ekspresi Levon terlihat tidak enak hati dipegang oleh Rose, tetapi batinnya tertawa.“Hey, sampah! Jika kamu berkencan dengan Rose, maka akan kubunuh dirimu!” cecar Fletcher menatap dengan tatapan iblis pada Levon.“Ampun, Tuan,” ucap Levon dengan terlihat tegang, lalu menoleh ke arah Rose. “Nona, sepertinya diriku tidak bisa berkencan dengan dirimu.” Levon ketakutan menatap dan memelas pada Rose. Fletcher tersenyum, ia yakin ancama
Berselang beberapa menit, Levon dan wanita itu sudah berada di ruangan VVIP dan menuntun Levon menuju kasur. Kurang beberapa langkah, Levon mendorong keras wanita itu sampai terpental ke atas kasur.“Hei pemuda tampan, bersabarlah dan jangan bermain kasar,” ketus wanita itu kesakitan.“Siapa namamu, wanita jal*ng?” tanya Levon mempertebal ucapannya.“Brenda.”“Oke, Brenda. Malam ini kamu milikku!” seru Levon dengan tatapan menyeramkan sambil berjalan menghampiri Brenda dan menjambak rambutnya.“Sakit, Tuan. Jangan bermain kasar!” pinta Brenda menahan sakit.“Bukankah kamu sudah dibayar oleh Fletcher? Jadi aku berhak atas dirimu dan sesuka hatiku melakukan apa saja.”“Anda sangat mabuk be—berat,” rintih Brenda karena Levon semakin menekan rambutnya.Levon membanting tubuh Brenda, “Mabuk ataupun tidak, itu bukan urusanmu!” seru L
“Aku membicarakanmu, bajingan!” kesal Rose pada Fletcher sambil mengeraskan suara speaker hp yang sedang memutar isi rekaman video. Lalu, Rose menyodorkan hp itu pada Fletcher.“Apa? Tidak mungkin.” Fletcher terkejut setengah menahan malu setelah tahu rekaman video itu bukan Levon dan wanita jal*ng, melainkan video p*rno. Semua pengunjung yang mendengar, menertawakan Fletcher.“Diam!” teriak Fletcher sambil mematikan hp itu. Fletcher menatap tajam Levon sambil menelepon seseorang.“Kau salah mengirim video, sialan!” umpat Fletcher pada sesorang yang diteleponnya.“Maaf Tuan, sepertinya ada yang menghack isi rekaman itu,” jawab seseorang yang ditelepon Fletcher.“Bangsat!” kesal Fletcher sambil mematikan teleponnya dan menghampiri Levon penuh amarah.“Siapa dibalik semua ini, Sampah? Siapa yang kau suruh untuk menghack isi rekaman video bejatmu bersama wanita
“Ya...?” Rose tidak mengedipkan mata menatap Levon. Ia tidak sabar menunggu jawaban dari Levon.“Saya hanya menebak saja sosok Tuan Leo, setengah memberikan sedikit ancaman kepada Tuan Ethan agar sikapnya tidak semena-mena... tapi mereka justru tertawa dan mengangap ucapanku sebagai lelucon. Saya memang bodoh, tidak pandai mengarang cerita,” jelas Levon menyengir sambil memiringkan kepala menyipitkan mata.Rose menghela napas dan beberapa detik kemudian, ia tertawa sambil menepuk paha Levon, “Rupanya kau sedikit berani juga, Lev. Kau harus belajar lagi untuk meyakinkan sesorang bahwa ucapanmu itu fakta.”“Hehehe”“Aku tahu, kau melakukannya karena dirimu merasa kesal dan—” Rose tiba-tiba berhenti berkata dan bagai mikir seharusnya ia tak mengatakan ini pada Levon.“Dan selalu dihina oleh orang lain ... saya sudah terbiasa dengan itu,” sambung Levon tersenyum menatap
“Kau ...?” Rose dan Levon terperangah melihat kehadiran Fletcher, tanpa disadari ia sudah ada di meja makan sebelah.“Dasar Sampah tidak berguna! Bisanya hanya mengkhayal ... Mana mungkin orang miskin sepertimu bisa datang ke ruangan bawah tanah? Alam mimpi pun tidak sudi menerima orang kotor sepertimu!” sindir Fletcher di tempat duduk meja makannya. Ia tertawa sinis pada Levon.“Mengapa kau mengikuti kami, bajingan?” Rose spontan berdiri dan melotot pada Fletcher. Hal itu membuat para pengunjung melirik ke arah mereka.Fletcher berdiri menghampiri mereka, “Duduklah sayang ... Aku mengikutimu karena ingin menjagamu dari niat tangan kotor itu,” pungkas Fletcher lembut sambil melirik Levon dengan mata menyempit.“Ayo kita pergi dari tempat ini, Lev,” kesal Rose pada Fletcher sambil menarik tangan Levon, tetapi Levon tidak berdiri menuruti kemauan Rose.“Nona, makanannya dihabiskan dulu
“Maafkan aku, Rose. Maafkan jika pertanyaanku menyinggung perasaanmu.” Levon langsung menunduk dan mengatupkan tangan di depan dada. Rose terlihat marah, tetapi detik berikutnya berubah tertawa keras sampai memegangi perut, “Hahaha kau lucu, Lev. Kau seperti mobil tanpa rem.” “Hehehe.” Levon hanya bisa menyengir sambil menggaruk kepala. “Oke! Berhubung kau bertanya banyak sekaligus dengan super cepat maka kujawab juga dengan super cepat ... nama Papaku, Frankie. Nama Mamaku, Evelyn. Papa mempunyai perusahaan industri kimia di Washington. Dan mereka tinggal di rumah Washington agar lebih dekat dengan perusahaan. Seminggu sekali, Papa dan Mama mengunjungiku kesini.” Rose membalas Levon dengan menjawab pertanyaan dengan super cepat. “Oke! Kalau Papamu punya perusahaan, mengapa Rose tidak bekerja disana?” Levon tak mau kalah, ia bertanya lagi dengan super cepat. “Karena aku ingin mandiri dan untuk mencapai terget hidup.” Rose masih men