“Si brengsek Fletcher dan Jackson mau bermain-main denganku.” Levon menyengir.
“Apa? Lagi-lagi orang sialan itu. Berikan perintah padaku untuk memecatnya, Tuan.” Pulisic geram, tetapi Levon hanya tersenyum
“Seandainya mereka tahu bahwa pemilik perusahaan ini adalah Tuan, pasti mereka menyesal. Aku tidak rela Tuan dipermainkan seperti ini. Sampai kapan Tuan akan menyembunyikan jati diri Tuan?” tanya Pulisic dengan mengayunkan tangan jempolnya pada Levon sebagai tanda hormat. Pulisic sedih, Tuannya selalu diperlakukan buruk oleh Fletcher dan teman-teman lainnya. Pulisic tidak sabar, Tuannya segera memberitahukan jati dirinya.
“Levon menyengir, “Sampai tiba waktunya.”
Levon adalah blasteran Turki-Amerika. LEO Group, perusahan minyak gas terbesar di dunia pertama kali didirikan di Turki. LEO diambil dari nama belakangnya, yakni Leonardo. Dua tahun yang lalu ia melebarkan sayap ke Amerika. Orang sudah tahu pemilik utama perusahaan terbesar di Amerika itu adalah Tuan Leo dari Turki. Namun, mereka tidak tahu bahwa Leo adalah nama belakang dari Tuan Azmir Levon.
Saat menginjaki di tanah Amerika, Levon mempunyai ide gila. Ia menyamar sebagai cleaning service di perusahaan sendiri dan menyuruh Pulisic, orang kepercayaannya menjadi CEO perusahaan. Motif Levon melakukan itu untuk mengetahui apakah ada orang yang mau berteman dengannya dengan status cleaning servis? Motif lainnya, ia lebih leluasa melihat siapa yang akan menjadi tikus-tikus di perusahaannya.
“Tapi perilaku Fletcher sudah sangat keterlaluan, Tuan. Dia tidak pantas berada di perusahaan sebesar ini.” Pulisic menunduk, tidak berani menatap Levon.
Levon menyengir, “Biarkan saja, kau tak perlu cemas ... Dan sekarang tugasmu memberikan perintah pada tua bangka Jackson untuk selalu menempatkanku di ruangan si cantik Rose!” perintah Levon begitu dingin sambil melewati Pulisic yang masih setia membungkuk.
“Baik Tuan.” Pulisic tidak berani menolak perintah Levon. Ia tahu bahwa Sang Tuan mempunyai rencana untuk membalas perbuatan Fletcher.
Beberapa langkah, Levon berhenti tanpa menoleh ke belakang lagi, “Pulisic, bagaimana pekerjaan Fletcher dalam mengelola keuangan perusahaan?”
“Sampai saat ini kinerjanya bagus, Tuan,” jawab Pulisic membalikkan badan ke arah Levon. Ia tetap setengah menunduk.
Levon tersenyum kecut mendengarnya, “Bajingan itu memang pintar sehingga bisa mengelabuhimu.”
Pulisic terkejut dan setengah takut mendengar ucapan Levon, “A—apa maksud, Tuan?”
Levon hanya tersenyum dan tidak menjawab pertanyaan Pulisic. Ia pergi dan membiarkan Pulisic tetap mematung di tempat. Pulisic sangat ketakutan, ia harus mencari tahu sendiri apa yang dimaksud oleh Levon.
Siangnya, Levon pergi ke ruangan Rose. Ia sengaja menyuruh Pulisic untuk menempatkannya di ruangan Rose. Ia tahu Fletcher sering datang ke ruangan Rose untuk mendekatinya. Levon bermaksud ingin sedikit memberikan perhitungan pada Fletcher karena sudah berani bermain-main dengannya. Ia sangat paham dengan karakter Fletcher. Jika ada yang mendekati Rose, maka Fletcher mudah emosi dan marah.
“Permisi, Nona,” Sapa Levon pada Rose yang sibuk berkutat dengan laptopnya.
“Ya, Lev.” Rose menoleh ke arah Levon yang berdiri di depan pintu dengan membawa perlengkapan cleaning service.
“Maaf, Nona! Aku ditugaskan untuk membersihkan ruangan ini.”
“Ow ya, Lev. Silahkan!”
“Nona!” sapa Levon pada Rose sambil mulai menyapu halaman, tetapi Rose tidak menjawabnya.
Beberapa menit, Rose menghembuskan napas sambil melihat ke arah Levon, “Kenapa dirimu tersenyum, Lev?” tanya Rose lembut.
“Karena Nona sangat fokus terhadap pekerjaan sehingga tidak mendengar ucapanku,” jawab Levon tersenyum menatap Rose.
“Ow ya kah?” tanya Rose melebarkan mata sambil tertawa kecil.
“Iya, Nona.”
“Maaf, barusan aku fokus pada pekerjaanku,” jelas Rose tersenyum menatap Levon.
“Perusahaan ini sangat beruntung memiliki orang baik dan cerdas seperti Nona,” puji Levon sambil mengepel lantai.
“Ah biasa saja,” jawab Rose. “Ow ya tadi kamu mengatakan apa padaku?”
“Aku malu tentang kejadian tadi malam, Nona. Aku bersalah sudah memecahkan gelas-gelas mahal itu,” ungkap Levon menghentikan mengepel lantai sejenak.
Rose tersenyum, “Sudahlah, Lev. Lupakan kejadian tadi malam, aku sudah memaafkanmu.”
“Terima kasih, Nona ... Nona adalah perempuan yang baik hati,” balas Levon tersenyum sambil melanjutkan mengepel lantai kembali.
“Kamu selalu memujiku, Lev.”
Disaat bersamaan, Fletcher datang. Rose memasang ekspresi tidak senang dengan kehadiran Fletcher.
Fletcher kaget melihat Levon ada di ruangan Rose, “Mengapa dirimu berada di ruangan Rose, sampah. Mau kuberi kejutan lagi?” tanya Fletcher menyatukan alis setengah mengancam pada Levon yang sedang mengepel lantai.
Levon berhenti mengepel lantai, ia menoleh ke arah Fletcher, “Maaf, Tuan. Aku ditugaskan oleh Tuan Jackson membersihkan ruangan Nona Rose,” jawab Levon membela diri.
“Mana janjimu Levon? Tidak mungkin Jackson menugasmu di ruangan Rose!” Fletcher marah menatap tajam ke arah Levon. Ia menilai Levon telah berbohong padanya.
“Benar, Tuan. Saya berkata jujur. Mungkin Tuan Jackson mendapat perintah dari Tuan Pulisic,” jelas Levon dengan ekspresi wajah yang terlihat menyedihkan.
“Kau bisa menolak tugas ini, bodoh!” teriak Fletcher mengangkat dagu dan menunjuk Levon dengan tatapan mata berkilat iblis.
“Sudah cukup Fletcher! Seharusnya kau malu pada pada Levon! meski ia bagian staf cleaning service, saya rasa Levon sangat profesional dalam bekerja dibanding dirimu.” Rose akhirnya bersuara membela Levon, ia geram terhadap perilaku Fletcher.
Fletcher justru semakin marah kepada Levon, “Hebat sekali kau, sampah! Kau memang pintar menarik simpati Rose. Lihat! Lagi-lagi Rose membelamu dihadapanku.” Wajah Fletcher membara menatap Levon
“Maaf, Tuan. Saya hanya sekedar menjalankan tugas saja,” bela Levon menunduk. Ia tidak berani menatap mata menyala milik Fletcher.
“Dengar itu Fletcher! Kau selalu berpikir buruk pada Levon, padahal dirimu melebihi seorang penjahat!” geram Rose dengan menunjuk tangan telunjuknya ke arah Fletcher.
“Buka matamu, Sayang. Kau telah ditipu dengan wajah polosnya,” terang Fletcher pada Rose sambil menunjuk-nunjuk Levon.
“Sudah cukup! Ada perlu apa kau kesini, Fletcher?” tanya Rose yang sudah muak dengan kehadiran Fletcher.
“Sayangku! Aku kesini untuk mengajakmu berkencan nanti malam,” ucap Fletcher lembut menatap Rose penuh cinta.
“Aku tidak sudi berjalan dengan lelaki brengsek seperti dirimu.” Rose menolak ajakan Fletcher dengan tegas sambil memalingkan wajahnya ke arah lain.
“Mengapa kamu selalu menolak ajakanku, Sayang? Padahal cintaku hanya untukmu,” bual Fletcher sambil menyilangkan kedua tangan di depan dada.
“Untukku? Lalu saat kemarin aku keruanganmu karena ada urusan pekerjaan, kamu dan Laura sedang apa?” tanya Rose setengah menyindir.
“Kamu cemburu? Kemarin itu dia hanya sedang membantu pekerjaanku saja,” dalih Fletcher menampakkan senyuman manis kepada Rose.
“Sampai melepas pakaian dan saling mengadu senjata kalian masing-masing sampai mengerang?” balas cepat Rose dengan tatapan jijik pada Fletcher.
“Maaf Sayangku, dia yang memaksaku. Kamu jangan cemburu,” kata Fletcher tanpa ada rasa malu, bahkan ia masih sempat menggoda Rose dengan gerakan tangan membentuk hati.
“Sepertinya kau sudah gila, Fletcher. Aku tidak pernah menyukaimu!” tegas Rose semakin muak menatap Fletcher.
“Oke begini saja. Berkencanlah denganku nanti malam, maka kamu pasti akan jatuh cinta padaku,” ucap Fletcher masih sempat merayu Rose.
“Sayangnya aku sudah punya janji dengan orang lain,” respon cepat Rose.
Fletcher terkejut dan emosi seketika, “Siapa orang itu?”
“Kau benar-benar ingin tahu?” tanya Rose setengah memanas-manasi Fletcher.
“Siapa orang itu yang berani-beraninya berkencan dengan pujaan hatiku?” tanya Fletcher emosi setengah penasaran sambil mengepalkan kedua tangan.
Rose menghampiri Levon yang sedang sibuk membersihkan kaca jendela, “Dengan Levon,” jawab Rose sambil meraih tangan Levon.
Levon terkejut dan menoleh ke arah Rose, “Denganku, Nona?”
Air mata Angelina mengalir deras, menumpahkan semua kesedihannya. Kalimatnya barusan diucapkan secara sadar. Ia siap mati, Jika dengan nyawanya bisa membuat Amelia kembali ke jalan yang Sementara itu, Amelia sangat terkejut. Tanpa dugaannya sama sekali, Angelina mengetahui identaitasnya. “Nona Amelia? Aku Ketty ... Namaku Ketty, bukan Nona Amelia,” ucap Amelia masih belum mengaku. “Sudahlah, Nona. Buka topengmu. Jika kau ingin membunuhku, silahkan saja. Aku tidak akan melawannnya,” kata Angelina pasrah. Amelia mulai cemas. Ia mulai curiga bahwa Angelina datang bersama dengan Levon dan orang-orang kepercayaannya. “Aku bukan Nona Amelia!” teriak Amelia. “Aku Ketty ... Aku memanggilmu kesini untuk menyelesaikan masalahku. Tapi kau justru berpihak pada wanita itu.” Amelia masih mempertahankan penyamarannya. Lalu ia berjalan cepat ke arah sudut pintu. Ia melihat layar pengintai aktifitas di luar, depan dan sekitar kamarnya. Tidak ada siapa-siapa, batinnya. Lalu ia kembali memutar ba
“Sayang sekali, padahal kue ini sangat enak,” ucap Amelia sambil meletakkan kue itu ke wadahnya“Em kalau begitu, makanlah,” kata Angelina setengah mengetes.“Ah aku sudah kenyang ... aku sudah banyak menghabiskan kue ini,” kilah Amelia tersenyum paksa, menutupi rasa kesalnya.“Ow ya, Ketty. Rumahmu dimana?” tanya Angelina.“Hemmm dekat dengan mansion Tuan Leo,” jawab Amelia.“Apa Tuan Leo mengenalmu?” tanya Angelina memancing.“Emmm tidak ... Tuan Leo tidak mengenalku,” kilah Amelia. “ow ya lanjutkan pembahasan yang tadi ... Jadi bagaimana menurutmu? Apa aku harus mengalah?”“Terkadang kita harus mengalah demi kebahagiaan orang yang kita cintai,” jawab Angelina bijak. “Tapi aku tidak sudi wanita iblis itu merebut orang yang aku cintai ... Hanya aku yang pantas mendampinginya, bukan wanita iblis itu,” respon Amelia sedikit emosi. Tatapan tajamnya mulai diperlihatkan pada Angelina. “tunggu ... Apa itu artinya kau mendukung wanita itu merebut pujaan hatiku?” tanyanya.Angelina menghela
“Ya, Tuan.” Angelina mengangguk dengan tatapan serius “aku siap kehilangan nyawa asal Nona Amelia kembali menjadi orang baik. Karena aku memang salah.”Mendengar itu, Levon terharu. Ia menatap Angelina dengan tatapan bangga. Jack dan teman-temannya pun merasakan hal yang sama.“Aku tidak salah memilih calon istri ...” ucap Levon dengan tatapan lembut. Lalu ia mengambil ponsel Angelina. “Aku tidak akan membiarkan calon istriku celaka.”Angelina meneteskan air mata, lalu ia spontan memeluk Levon.“Tuan, aku stress. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku ingin sekali menjadi istri Tuan, tapi disisi lain ... aku kasihan pada Nona Amelia. Aku tidak mau merebut Tuan darinya,” kata Angelina menangis dalam pelukan Levon. Lalu ia melepas pelukannya dan mendongak menatap penuh arti pada calon suaminya itu. “Menikahlah saja dengan Nona Amelia, Tuan.”“Aku menyayangi Amelia. Dia adikku, dan selamanya statusnya tidak berubah ... Sementara kau, Angel. Kau adalah calon istriku,” respon Levon tersenyu
Dengan pakaian khas pria bertopeng, Amelia menunggu di salah satu kamar apartemen British, kira-kira jarak tempuhnya sekitar satu jam dari apartemen Hoston. Amelia sudah menyelipkan sebuah pisau di sela-sela lubang sofa. Ia juga mencampurkan racun di makanan ringan berupa kue keju yang ada di atas meja. “Leo sudah berbohong padaku, Angelina tidak pulang ke Washington.” Angelina sangat marah, ia sudah tidak sabar ingin bertemu gadis itu dan segera membunuhnya. “Aku pastikan hari adalah hari terakhirnya bisa bernapas!” Sementara itu, Jack bergerak cepat setelah menerima pesan dari Levon. Ia melacak nomor ponsel yang diberikan Sang Tuan. “kamar nomor 987,” ucap temannya pada Jack setelah berhasil melacak keberadaan pemilik nomor itu. Jack dan teman-temannya menyusuri setiap lorong, menaiki lift untuk sampai ke kamar teratas yang ada di apartemen British. Salah satu di antara mereka menyamar sebagai cleaning service, namanya Sancho. TOK! TOK! Sancho mengetok pintu kamar Amelia, se
Levon tampak duduk di kursi ruangan makan yang ada di apartemen Hoston. Ia sudah janjian dengan Angelina untuk makan bersama.“Hem dia sangat cantik,” gerutu Levon ketika melihat Angelina datang. Ia memandangi penampilan gadis itu dari atas sampai bawah. Kecantikannya sangat natural.“Tuan sudah menunggu lama?” tanya Angelina sambil menarik kursi makan yang menghadap Levon.“Hemm dua menit yang lalu,” jawab Levon. lalu ia memanggil waitress“Mau makan apa, Angel?” tanya Levon, Angelina pun mengamati daftar menu makanan dan minuman yang ada di hadapannya.“Tuna sandwich, terus minumannya emmm ...lemon tea.”“Dua tuna sandwich, dua lemon tea,” ulang Levon pada waitress yang berdiri di samping meja makan mereka.“Baik, mohon ditunggu.”Angelina terkekeh pelan, “Kenapa Tuan memesan menu yang sama?”“Karena sebent
Amelia turun dari atas dan bepura-pura tidak mengetahui apa-apa. Dengan mengenakan pakaian olaharaga, ia menghampiri mereka.“Hai,” sapa Amelia ramah. “Selamat pagi semuanya.”“Pagi,” jawab mereka bersamaan.“Mau kemana, nak?” tanya Emma perhatian. Sebenarnya ia merasa kasihan dan tidak tidak tega mendengar keputusan Levon mengirim sepupunya itu kembali ke Turki.“Mau olahraga, Anne,” jawab Amelia. “Ya udah dulu, lanjutkan obrolan kalian.”Amelia berjalan ke luar mansion. Ia ingin melarikan diri tanpa naik mobil karena orang-orang kepercayaan Levon ada dimana-mana.Pandangannya mengawasi sekitar jalan. Dirasa aman, ia meyetop taksi yang kebetulan lewat.“Nona Amelia?” tanya supir taksi itu setelah tahu siapa penumpangnya.“Hem antarkan aku ke toko pakaian terdekat,” titah Amelia. “cepat, aku terburu-buru.”“B