Seorang pria yang terlihat berusia empat puluh tahunan dengan tubuh gempal serta kepala botak licin menyambut kedatangan Fang dan nyonya Lu. Belakangan diketahui sosok itulah kepala desa Kiwi Emas.
Sebelum memasuki kediaman kepala desa, Fang terlebih dahulu meminta nyonya Lu untuk tidak mengatakan identitas Fang yang merupakan seorang pendekar sebab ada sesuatu yang harus ia pastikan kebenarannya. Karena itulah saat kepala desa bertanya siapa Fang, nyonya Lu mengatakan bahwa sang pemuda adalah tunangan putrinya.
Kepala desa mempercayai hal tersebut, lalu menanyakan alasan mereka datang menemuinya.
"Kami ingin menanyakan markas perampok tersebut, sebab kami ingin memberikan penawaran kepada mereka untuk melepaskan anak gadisku." Jawab nyonya Lu sesuai yang diarahkan Fang sebelumnya.
Kepala desa menjadi skeptis, "Apa yang membuatmu berpikir mereka akan melepaskan anakmu? Memberikan mereka harta? Aku yang merupakan kepala desa saja tidak bisa membujuk mereka
Fang mematung sejenak setelah mendengar penjelasan putri kepala desa, kepalanya sakit tidak tahu harus mengambil langkah seperti apa. Dari cerita gadis itu, ayahnya melakukan perjanjian dengan para perampok yaitu melepaskan putrinya tetapi dengan syarat menukarnya dengan gadis-gadis dari Kiwi Emas. Kepala desa yang sudah tidak tahu harus melakukan apa untuk menyelematkan putrinya akhirnya mengikuti kemauan para perampok tersebut. "Ku mohon jangan bunuh ayahku, ambil saja nyawaku." Isak tangis sang gadis memenuhi ruangan itu membuat para penjaga dan pelayan di rumah tersebut mulai berdatangan. Nyonya Lu yang juga penasaran dengan suara tangisan keras ikut mendatangi tempat itu. Fang masih dalam kebingungan, namun setelah beberapa menit berpikir akhirnya ia menemukan jalan terbaik menurutnya. Fang meminta kepala desa untuk menunjukkan markas para perampok untuk menyelamatkan gadis-gadis desa yang diculik. Kepala desa mengikuti kemauan Fang, ia meminta pemuda it
Fng tidak langsung membunuh pemimpin perampok melainkan membawanya terbang meninggalkan tenda dan mencari anggota-anggota perampok yang lain untuk dibunuh. Tidak ada senyuman di wajah pemuda itu, tatapannya dingin, mukanya datar dan matanya terlihat memerah penuh amarah."Tuan pendekar ku mohon maafkan aku. Aku berjanji akan berubah menjadi manusia yang lebih baik." Pemimpin perampok itu memohon dengan suara parau karena air mata sudah membanjiri wajahnya.Fang tidak bergeming, ia terus mencari para perampok yang tersisa. Setiap kali ia melihat mereka, Fang langsung memenggal kepalanya dalam sekali tebasan. Ia menghela napas panjang setelah selesai mengelilingi tenda-tenda perampok dan membunuh mereka satu-persatu.Pemuda itu tidak menunjukkan kesenangan lebih tepatnya tidak ada reaksi apapun di wajahnya. Meskipun sudah membunuh semua perampok yang ada di tempat itu, namun Fang yakin pasti ada perampok lain yang sudah meninggalkan tempat itu untuk menyelamatkan
Fang menghajar kepala desa hingga babak belur. Luka dan darah mulai terlihat di tubuh pria bertubuh gemuk itu. Para gadis yang ditolong sebelumnya menjadi kebingungan, bertanya-tanya apa kesalahan kepala desa mereka itu."Gara-gara keegoisanmu mereka menjadi korbannya." Fang berteriak sembari mencekik leher kepala desa dan mengangkatnya."Andai saja kau tidak membuat perjanjian dengan perampok brengsek itu, tidak mungkin semua ini akan terjadi." Ia lalu melemparkan tubuh kepala desa ke sebuah pohon. Membuat pria gemuk itu terbatuk keras dan mengeluarkan darah segar."Ampuni aku tuan pendekar, ku mohon aku mengaku salah!" Tidak ada perlawanan lain daripada kepala desa selain terus memohon dan meminta maaf.Sebenarnya Fang ingin mencabut nyawa kepala desa namun ia mengurungkan niatnya. Menurutnya lebih baik ia membiarkan para warga desa Kiwi Emas untuk menentukan hukuman kepada pria gemuk itu. Fang lalu mengajak sebagian gadis untuk kembali ke desa sementar
Tidak ada hambatan berarti bagi Fang diperjalanan. Ia membawa Lan Xuefeng kembali ke kota Jambu Batu tanpa kesulitan. Saat itu tengah malam, Fang memang menunggu hari mulai gelap untuk memasuki kota tersebut agar tidak terlalu menarik perhatian. Ia melompat dari satu atap ke atap lainnya dan mendarat di depan pintu restoran bubur yang ia datangi beberapa watu lalu.Fang mengetuk pintu restoran tersebut, selang beberapa menit nyonya Lin membuka dan terkejut melihat kedatangan Fang lagi. Yang membuatnya lebih terkejut karena melihat Lan Xuefeng dalam keadaan tidak sadarkan diri."Apa yang terjadi padanya tuan pendekar?" Tanya Nyonya Lin khawatir."Aku bisa menceritakannya nanti, apakah nyonya Lin bisa memberikan kami sebuah kamar?"Nyonya Lin mengangguk, ia mempersilahkan Fang masuk membawa Lan Xuefeng. Meskipun baru mengenal sang pemuda beberapa hari yang lalu namun nyonya Lin tidak segan untuk membantunya sebab ia tahu Fang adalah orang yang baik. Ia memb
Fang diminta menunggu sementara pelayan itu mencari informasi yang diperlukan sang pemuda di lemari khusus yang terjejer rapi di belakangnya. Sepuluh menit berlalu, sang pelayan memanggil Fang kembali sebab ia telah mendapatkan apa yang diminta."Menurut informasi yang terdapat dalam buku ini, tabib terbaik di Kekaisaran Yang bernama Yao Jiuzhu atau Tabib Tangan Dewa." Pelayan itu mulai menjelaskan.Yao Jiuzhu atau lebih dikenal luas di dunia persilatan sebagai Tabib Tangan Dewa merupakan pendekar sepuh yang sudah hidup lebih dari seratus tahun. Tidak ada yang mengetahui dengan pasti dimana letak kediamannya sebab pendekar senior itu sering berpindah tempat dari waktu ke waktu."Terakhir kabar yang terdengar, senior Yao ini tinggal di daerah selatan Kekaisaran Yang, Kota Merak Putih." pelayan itu kembali menjelaskan, "Tabib Tangan Dewa memiliki predikat tabib terbaik di Kekaisaran Yang sebab setiap pasien yang menggunakan jasanya selalu tertolong." lanjutnya.
Fang meminta bintang kecil memperlambat langkahnya setelah melihat pintu gerbang sebuah kota dari kejauhan. Ia ingin membeli beberapa barang di kota itu sebelum melanjutkan perjalanan.Seperti di kota Jambu Batu sebelumnya, Fang dihentikan dua orang penjaga. Setelah menunjukkan kartu identitas dan memberikan tip, Fang bisa masuk dengan mudah. Kota tersebut bernama kota Seribu Bunga. Diberikan nama tersebut karena dari awal memasuki kota hingga akhir, pengunjung akan menemukan berbagai macam jenis bunga baik dari yang mudah ditemui ataupun langka.Fang memilih untuk berjalan setelah memasuki pasar kota, ia ingin menikmati pemandangan yang ada di sekelilingnya.. Dari pengamatannya, kota ini lebih kecil daripada kota Jambu Batu, setidaknya hanya berukuran setengah kota tersebut.Fang memandangi bangunan yang berjejer rapi di tempat itu, beberapa saat kemudian pandangannya tertuju kepada sebuah bangunan."Ternyata Paviliun Teratai Ungu juga melebarkan sayap m
Walikota Zhou memukul meja dihadapannya setelah membaca isi gulungan kertas yang dibawa asisten pribadinya, Ze Ryu. Pria paruh baya itu sangat murka sebab kertas tersebut berisi pemberitahuan dari sosok misterius yang menggemparkan kota Mawar Hitam beberapa hari terakhir akan membunuh beberapa bangsawan malam ini."Tuan besar, apa yang akan kita lakukan. Bagaimana jika kita meminta bantuan Paviliun Teratai Ungu?" Ze Ryu memberi saran."Sebenarnya aku terlalu malu untuk meminta bantuan dari mereka. Kita berasal dari dunia persilatan sama seperti mereka, tetapi tidak mampu menangkap sosok misterius itu." Sederhananya, walikota Zhou tidak ingin melibatkan Paviliun Teratai Ungu."Tapi tuan besar, jika terus seperti ini. Maka tidak akan ada lagi kedamaian di kota Mawar Hitam." Ze Ryu membujuk walikota Zhou."Menurutmu jika kita meminta bantuan Paviliun Teratai Ungu, apakah mereka juga bisa menyelesaikan masalah ini?" Pertanyaan itu membuat Ze Ryu terdiam tidak
Fang menyantap makanan yang dihidangkan pemilik penginapan sementara wanita paruh baya itu langsung meninggalkannya dan mendatangi pemuda yang baru saja tiba."Ah pendekar Huoyan, sudah beberapa hari aku tidak melihatmu, kemana saja kau?" Dari pertanyaan yang dilontarkan pemilik penginapan, pemuda itu bukanlah orang yang baru mendatangi tempat ini. Keduanya juga terlihat akrab."Beberapa hari terakhir ini aku banyak kesibukan, bibi Luo." Pemuda yang dipanggil Pendekar Huoyan itu menjawab."Hidangkan aku makanan seperti yang ada di meja pemuda itu!" Huoyan menunjuk meja Fang."Baiklah, tunggu sebentar." Bibi Luo meninggalkan Huoyan dan pergi ke dapur."Kenapa kau terus memperhatikanku dari waktu ke waktu? Apakah ada yang salah denganku?" Huoyan berkata pelan namun bisa didengar dengan jelas oleh Fang. Fang juga menyadari pemuda tersebut sedang berbicara padanya."Ah itu, maafkan aku senior. Aku hanya penasaran, maaf jika itu menyinggung mu."