Bab 55: Potongan Tubuh AnyelirSeketika ada yang menghentikan laju mobil, tapi masih bisa melihat apa yang ada di depan mereka.Sosok perempuan berbaju serba putih dengan wajah menunduk tertutupi rambut yang basah kuyup.Jarak mereka dengan sosok itu hanya beberapa jengkal saja. Tak begitu lama, mereka mendengar ada bisikan yang menyebutnya sebagai Anyelir, dialah korban mutilasi.Anyelir tertunduk dan menangis, berdiri ditengah jalan yang saat ini mereka lintasi. Ada ceceran air berwarna kehitaman yang menggenang di bawah kakinya yang membasahi jalan.Kang Arya dan Pak Parjo yang paling depan merasakan desir angin di telinga mereka. Membuat suara mendenging sekejap lalu hening.Tengkuk mulai meremang, jantungpun berdetak lebih kencang. Suaranya nyaris sama dengan yang mereka dengar tadi.Sosok itu menunjuk ke tepi sungai yang berjarak sekitar beberapa meter di bawah jalan layang. Meskipun tanpa berucap satupun kalimat, mereka paham jika ini adalah permintaan terakhirnya.Tanpa banyak
Bab 56: Pocong Penuh BelatungSatu cara untuk mengusir pocong, seperti pesan Kakek pada mereka yang kembali diucapkan Rendy, "Kita belok saja, buat dia kehilangan jejak kita!"Putra menanggapi, "Kemana? ini kan jalan lurus sampai bando jalan perbatasan ke Magetan.""Pokoknya kita cari jalur yang bisa berbelok!" Pak Parjo menurutinya, lalu memutar kopling dan mengurangi mengurangi kecepatan.Mereka berbelok menerobos batas hutan di tempat yang sama dengan pocong itu untuk bisa sampai di area tersembunyi."Kita matikan mesin mobilnya!" titah Rendy yang mencoba mengilangkan jejak mereka.Suara mulai teredam, meski tak seketika hilang.Satu menit, mereka menahan nafas yang mulai beradu dengan cepatnya aliran darah di jantung.Nyaris selama lima menit, mereka masih mampu tahan untuk tidak berkata apapun.Tetiba terdengar bunyi daun yang terinjak di belakang mobil.Srakk!! Srakk!!Dua kali mereka mendengarnya, yang ketiga barulah Rendy memberika komando untuk tancap gas."Lekas pergi, kuhit
Bab 57: Kisah Seram Masa LaluTiba di pendakian Gunung Lawu, yang tingginya mencapai 3.265 mdpl merupakan sebuah rencana yang paling jadi prioritas mereka setelah Pak Parjo sudah bisa sadar.Pak Kades berhalangan datang malam itu, hingga ia memutuskan tiba esok pagi.Rendy meminta maaf dan mencoba menceritakan detail awal, meskipun sedikit tak masuk akal.Pak Kades diminta menanyakannya sendiri pada Pak Parjo.Untung saja Pak Kades tak berpikir bahwa ini semacam trik untuk melakukan percobaan pencurian mobil untuk melarikan diri dari masalah pribadi.Malam ini memang sudah membuat tenaga mereka terkuras habis, sampai harus mengisi perutnya dengan banyak porsi makanan.Penduduk lain yang tadinya mau menolong mereka sebenarnya ingin membantu lebih banyak, tapi merekapun masih ada pekerjaan yang tak mungkin ditunda."Pasien masih belum sadarkan diri, nanti saya coba bawa bantuan lagi dari kampung saya. Beliau pasti butuh baju ganti dan makanan," ujar Bapak itu."Oh, kalau masalah itu beso
Bab 58: Rangkaian Kejadian Di Pos 4"Yang saya dan teman-teman lihat, Muji berbicara dengan bahasa Jawa. Arwah itu adalah korban yang hilang karena kena hipotermia. Ada tiga orang yang meninggal bersama arwah itu, mereka semua pendaki."Dua korban lainnya sudah ditemukan, tapi hanya dia yang masih hilang. Dua korban itu adalah sepasang laki-laki dan perempuan. Mereka asalnya dari Solo."Beberapa kali Muji menangis, lalu tersenyum dan tak lama malah tertawa mengerikan. Ternyata ia suka dengan si pria yang sudah menjadi kekasih sahabatnya itu."Istilahnya, mati penasaran karena cintanya tak kesampaian."Keempatnya mulai sedikit merasa geli tapi juga iba secara bersamaan. Mereka tak boleh menertawakan peristiwa tragis itu."Saat Muji siuman, ia langsung bertanya pada kami. Ada apa, kenapa pada berkumpul disini? Yah, kami tidak ada yang jawab."Putrapun merasakan ada kesamaan dengan apa yang dialami Muji. Ketika kala itu ia sempat akan mengalami kerasukan saat melihat perempuan di jurang.
Bab 59: Dibalik Cerita Sebenarnya Pagi menjelang, Pak Karto masih duduk di sisi teras dekat tempat wudhu. Tapi sejak semalam Ryan sengaja memasang minicamnya dibalik jaket tanpa sepengetahuan yang lain, termasuk Pak Karto sendiri.Ryan memasangnya saat ia membereskan bungkus makanan yang berserakan.Rendy dan Deny mandi di kamar mandi Mushola yang jumlahnya ada dua. Satu hanya untuk mandi saja dan semuanya harus membayar infak seikhlasnya di kotak samping pintu.Tinggal Rendy yang masih baru terbangun, ia mengulet. Memang wajar saat ini ia kesusahan bangun, karena paling larut tidur.Ia bertanya pada Pak Karto karena sempat mengobrol semalam, "Bapak tidurnya nyenyak sekali tadi malam, kalau capek istirahat saja."Pak Karto masih diam, duduk sambil menyesap rokoknya yang hampir habis itu. Ia mengeryit, lalu mematikan puntung rokoknya dan menjawab Rendy yang masih malas-malasan. "Tadi pagi waktu kalian sholat Shubuh, aku kan tidur. Kenapa tidak dibangunkan?" tanyanya kebingungan.Henda
Bab 60: Berdalih Dari KesalahanSeringnya mereka mengalami hal-hal mistis membuat, membuat merek tak terlalu takut. Seperti sudah jadi makanan mereka sehari-hari. Mereka cenderung bersandar pada kepercayaan yang masih kental unsur tradisinya. Mereka yang hidupnya penuh kesederhanaan, tentunya tidak terlalu membuat nyali mereka seperti kebanyakan orang jaman sekarang.Pak Karto enggan berlama-lama di ruangan yang sama dengan Pak Kades. Ia salah tingkah saat beradu pandang dengan orang terpenting di desa itu.Mungkin jika Pak Kades tidak mencurigainya, pasti Pak Karto juga biasa-biasa saja.Terlebih isi rekaman itu sebenarnya tidak mengindikasikan sesuatu. Tak ada yang membuat Pak Kades harus marah padanya, begitu semestinga pola pikir Pak Karto."Saya mau pamit, nanti kita bisa saling berkabar lagi." Singkat ia berpamitan, dan menyalami semuanya yang ada di ruang itu.Meski tampak cukup tergesa, tapi ia merasa wajar saja.Pak Kades berusaha menahannya, "Kok terburu-buru sekali sih. Ki
Bab 61: Hal Yang Tak Bisa DitawarPak Karto mulai merasa suatu ancaman yang menyerangnya secara bersamaan, dan itu sanggup membakar emosinya hingga tanpa sadar ia mengepalkan tangannya.Semakin dihujat, semakin kuat ia mempertahankan prinsipnya. Ia menggertakkan rahangnya, tapi masih sanggup menahannya. Terbersit di wajahnya seperti tidak terjadi masalah yang besar.Setiap kali ia mendengarkan ucapan penuh kebencian itu, ia menyungging senyum sekilas. Tapi siapapun yang melihat pasti paham artinya.Hatinya mulai terbaca Pak Kades sampai terpaksa memaksanya mengambil satu keputusan.Pak Kades mulai cermat, ia tidak menekan Pak Karto lebih lama."Saya akan mengamankan saja, tidak akan membakarnya. Nanti kita simpan di brankas besi. Jimat Bapak tidak akan ada masalah, saya jamin," jelas Pak Kades sebatas candaan satir."Tapi, benda ini harus ada didekat orang. Dan ini tidak boleh ditaruh di sembarang tempat." Kembali pemilik jimat itu berargumen. Ia mengingkari ucapannya sendiri, dan mak
Bab 62: Dendam dan Amarah Pak KartoSuster Renata telah meninggalkan ruangan mereka. Tapi jelas saja Putra masih ingin menyimpan nomornya meskipun masih belum ia dapatkan."Kita tidak perlu meributkan hal-hal yang tidak perlu. Asal ada Iman saja, kita percaya ada rizki dari Alloh. Bukankah yang kita cari dalam hidup adalah keberkahan?" ulas Pak Kades melanjutkan topik yang sempat terjeda tadi."Bukan hanya itu saja, kasus yang sekiranya tidak pernah kita tahu jadi terbongkar. Jadi miris saya mendengarnya. Apalagi jaman seperti sekarang yang sudah sangat modern dan tidak patut dijadikan bahan pembicaraan. Bagaimana dengan generasi penerus kita nanti?" imbuhnya panjang lebar."Banyak dari kita yang masih kurang edukasi, tapi khayalan terlalu tinggi." Pak Parjo yang lebih tua menambahkan opininya."Sama saja dengan istilahnya mendaki gunung tapi hanya dalam mimpi. Ya jelas tidak kamana-mana," ujarnya mempertegas opini tadi."Iya, yang terlihat saat itu orang kaya itu hidupnya enak. Tidak