Share

TRAGEDI SEMALAM

Bab 3: Tragedi Malam Ini

Dikarenakan Putra merasa kecapekan, alhasil perjalanan ini dihentikan. Dia hampir saja pingsan, tapi Kang Arya dan yang lainnya langsung membawa Putra untuk istirahat di bawah pohon. Kebetulan cuaca sedang gerimis, Putra terlihat begitu lelah. Mereka memberikan Putra air mineral, sekarang masalahnya adalah air mineral yang mereka habis tidak ada persediaan.

Mereka membiarkan Putra memulihkan tenaga lewat air dan bekal roti yang mereka bawa. Tak lupa Kang Arya menyuruh Putra untuk banyak-banyak istighfar, karena di sini bukan hanya ada mereka saja. Tapi ada juga makhluk tak kasat mata yang mungkin terganggu dengan kehadiran mereka di sini.

“Bagaimana keadaan dirimu?” tanya Kang Arya.

“Sudah sedikit lebih baik dari sebelumnya,” balas Putra.

“Lain kali jika tidak kuat kau bilang saja. Jangan memaksakan diri, untung saja kita lihat ke belakang. Kalau enggak kau bisa tertinggal jauh di sini,” omel Ryan.

“Iya deh, maaf. Lagian aku pikir tenaga ku akan kembali lagi, tapi ternyata enggak. Mau baca istighfar aja susahnya minta ampun. Makanya aku langsung jatuh, kayak ada yang pegang kaki aku,” sahut Putra.

“Kau benar sudah baikan?” tanya Deny.

“Benar, kita bisa lanjut saja perjalanan ini. Oh iya, kira-kira kita kuat sampai mana ya?” tanya Putra.

“Kita coba saja, mana mungkin kita tahu jika kita tidak mencobanya,” sahut Rendy.

Setelah istirahat sekitar 15 menit, mereka kembali melanjutkan perjalanan. Melihat keadaan Putra yang baik-baik saja membuat mereka lega, entah apa yang terjadi jika Putra kenapa-napa. Tenaga Putra juga sudah pilih sepenuhnya, Kang Arya tak lupa mengingatkan mereka untuk terus dzikir apapun yang terjadi.

Lama berjalan sayup-sayup terdengan suara dari seorang nenek-nenek seperti sedang menawarkan dagangannya.

Mereka saling pandang satu sama lain, memberikan kode bahwa mereka sama-sama mendengar hal yang sama. Jadi ini bukak salah satu dari mereka saja yang mendengarnya.

“Buah, buah, buahnya dek, buah.” Ryan salah satu peserta Challenge melihat bayangan nenek

Dengan memanggul bakul keranjang di punggungnya. Persis seperti orang jualan pada umumnya.

Teringat dengan saran Kang Arya sebelumnya, yang berpesan agar jangan sampai membeli apapun dagangan mereka dan jangan lupa membuang benda atau apapun yang mereka bawa. Ryan pun seketika membuang koin didalam kantong yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dalam hati Ryan bergidik ketakutan, sambil terus komat-kamit. Segala bacaan do’a ia rapalkan dalam hati dan tampak di bibirnya saat ini.

Bahkan do’a mau makan pun ikut dibacanya. Denny juga mengalami hal mistis yang berbeda, dia seperti diikuti makhluk setinggi lututnya, berwarna hitam yang terlihat berkelebat. Bacaan Dzikir, seperti Istighfar dan Takbir serta surat-surat pendek terus dilafadzkannya sambil bertasbih. Ada bunyi seperti Gamelan, sayup-sayup di telinga terdengar dibalik kabut.

Kelimanya akhirnya memutuskan untuk mendirikan tenda dan bersiap untuk beristirahat di tempat Pasar Setan berada. Putra yang seorang montir bengkel motor itupun mulai menata tenda portable dengan lihai. Rendy pegawai caffe pun turut menyiapkan perbekalan.

Kabut masih tebal diantara riuh ramai aktifitas pasar. Mereka semua bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa dan berpegangan teguh kepada iman dan taqwa.

“Yuk sholat dulu, Jamak takhir. Di dekat sana ada air terjun, bisa kita pakai mengambil wudhu,“ tegas kang Arya mengomando semua teamnya.

Lokasinya kini di Bupakan Menjangan. Merekapun bersiap memasang kamera di samping tempat sholat. Keanehan pun terjadi saat mereka berlima sedang mengerjakan sholat berjama’ah itu.

Kang Arya sebagai Imam merasa agak sedikit aneh karena dibelakang tengkuknya, terasa seperti sedang ditiup seseorang. Padahal yang lainnya juga sama-sama melaksanakan sholat dan tak bergerak dari tempatanya.

Ia pun Adzan sambil mengangkat-angkat bahunya menahan kedinginan. Keempatnya berbaris tepat dibelakang Imam. Iqomah dikumandangkan oleh Arya. Sedangkan Denny, Putra, dan Rendy menjawab Adzan dan Iqomah dalam hati dengan khusyu’. Usai Imam membaca Alfatihah, do’a selanjutnya yaitu Surat pendek mulai dibacakan. Disinilah letak kengeriannya.

Di belakang mereka seperti yang sebelumnya saya ceritakan, terdengar riuh dan bising suara dari makhluk tak kasat mata seperti sedang ditengah-tengah pasar.Kang Arya yang paling rajin menjadi Imam di Mushola seperti sedang berada di dunia lain. Dia seolah terhimpit oleh udara pekat dan seperti sedang dipantau oleh makhluk lain. Matanya terpejam, dan mulutnya bergetar.

Mereka bersiap membaca do’a selanjutnya, kakinya mulai kedinginan menjalar kebagian atas tubuhnya. Namun keringat mulai mengucur di dahinya. Dengan sedikit ketakutan ia pun meluruskan niat melanjutkan bacaannya.

Meskipun dalam hati selalu mencoba melawan dengan seluruh kekuatannya.

Para Makmum pun meng-Aamiinkan-nya, mengikuti Imam yang berjarak sejengkal dengan mereka.

“Aamiin.” Tiba-tiba ada suara dibelakangnya disertai suara cekikikan,dan ada pula yang berbisik turut menirukan ucapan Imam.

Ada suara perempuan, anak-anak dan laki-laki dewasa. Namun

Seketika ada angin kencang seperti menampar pipi kang Arya.

“Plak!”

Namun kali ini ia sudah tidak dapat berkonsentrasi lagi. Sehingga ia pun hanya mengingat bacaan yang setiap hari dipakainya,yaitu Surat Al-Ikhlas.

“Kul Hu — “ belum sempat ia menyelesaikan bacaannya.Tiba-tiba suara perempuan dibelakangnya terdengar sangat nyaring mengikutinya.

“Kul Hu, hihii,” sahut suara nini-nini itu.

“Kul HuAllahu ahad,” sambung Arya.

Belum sampai bacaan selanjutnya, suara itu pun terdengar kembali menirukan sambil cekikikan. Merasa terganggu, Kang Arya pun perlahan membuka mata.

Suara perempuan yang terdengar sangat jauh dan seperti berada belakangnya itu membuatnya penasaran.

Karena terdorong oleh rasa yang sangat tidak nyaman karena terus diganggu, pelan-pelan mata Kang

Arya terbuka, semakin lebar, bahkan nyaris melotot. Spontan Kang Arya mengucap Istighfar sambil menahan badannya supaya tidak jatuh kebelakang.

Bagaimana tidak mengagetkannya, jarak perempuan yang ia dengar itu seharusnya jauh dari posisinya, namun ternyata berada persis didepannya. Terlihat jelas seperti Makmum yang ikut sholat berjamaah. Memakai atribut mukena yang sudah kecoklatan dan usang. Mukanya seperti nenek-nenek dengan bola mata hitam legam dan giginya yang runcing dan gripis. Terlihat ia sedang tertawa sambil menggerak-gerakkan kepalanya menirukan ucapannya itu.

“Kul Hu, Kul Hu, Kuul Huuu hihiiiiii,” sahut suara nenek-nenek itu menjadi semakin ramai karena diikuti banyak suara lain dibelakangnya. Malam itu adalah Jum’at Kliwon, malam yang keramat bagi dunia mistis.

Apalagi banyak kejadian horor pada malam Jum’at Kliwon.

Tangannya yang ada dibalik kain lusuh itu melambai-lambai. Perempuan tua itu seperti sedang menertawakan bacaan sholat yang sangat ia hafal. Sontak kelima jamaah itu pun bubar. Mereka lari berhamburan tanpa berpikir lagi. Sampailah mereka ke lokasi Warung Mbok Yem.

Beruntung mereka semua selamat. Sampai disana terlihat sangat ramai para pendaki lain yang sedang santai sambil menyeduh kopi, sedikit heran melihat kedatangan mereka. Mereka pun meminta pertolongan ke para pendaki unntuk mengambil barang-barang yang tertinggal sewaktu mendirikan tenda tadi.

“Challenge kali ini gagal Guys,” tandas Arya. Namun tak hanya itu saja, melihat kamera vlog kesayangannya hancur, mereka berempat saling kompak berinisiatif kabur sebelum Kang Arya mengeluarkan jurus tendangan mautnya.

“Hey, mau lari kemana kalian. Ciaaatttt!!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status