Home / Urban / Sang Peramu Hasrat / Arsip Masa Lalu dan Pasien Baru

Share

Arsip Masa Lalu dan Pasien Baru

Author: D-Cap
last update Last Updated: 2025-12-23 19:00:33

Penthouse Clara Valenia, SCBD. Hari ke-1 Karantina.

Hidup di penthouse Clara ternyata tidak seindah foto-foto di majalah arsitektur. Bagi Julian, tempat ini adalah museum yang dingin. Udaranya selalu disetel di suhu 18 derajat celcius, perabotannya terlalu artistik untuk diduduki, dan keheningannya memekakkan telinga.

Setelah "insiden pengusiran" Lily pagi tadi, Clara langsung berangkat ke kantor dengan suasana hati buruk, meninggalkan Julian sendirian dengan instruksi ketat: “Jangan keluar. Jangan sentuh koleksi wine. Dan bersiaplah jam 7 malam untuk memijat kakiku.”

Julian merasa seperti selir di zaman kerajaan kuno.

Dia men

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Sang Peramu Hasrat   Arsip Masa Lalu dan Pasien Baru

    Penthouse Clara Valenia, SCBD. Hari ke-1 Karantina.Hidup di penthouse Clara ternyata tidak seindah foto-foto di majalah arsitektur. Bagi Julian, tempat ini adalah museum yang dingin. Udaranya selalu disetel di suhu 18 derajat celcius, perabotannya terlalu artistik untuk diduduki, dan keheningannya memekakkan telinga.Setelah "insiden pengusiran" Lily pagi tadi, Clara langsung berangkat ke kantor dengan suasana hati buruk, meninggalkan Julian sendirian dengan instruksi ketat: “Jangan keluar. Jangan sentuh koleksi wine. Dan bersiaplah jam 7 malam untuk memijat kakiku.”Julian merasa seperti selir di zaman kerajaan kuno.Dia men

  • Sang Peramu Hasrat   Koper Hitam dan Kaos Jumbo

    Perjalanan dari The Velvet Room ke Apartemen The Obsidian terasa seperti perjalanan menuju eksekusi mati.Julian duduk di kursi penumpang depan mobil Porsche Clara—dia tidak diizinkan membawa mobilnya sendiri—sementara Clara mengemudi dengan kecepatan tinggi yang agresif. Cengkeraman tangan Clara di setir kemudi begitu kuat hingga buku-buku jarinya memutih.Julian mencoba memutar otak. Dia harus memberi sinyal pada Lily. Dia harus menyuruh gadis itu pergi sebelum mereka sampai.Tangan Julian bergerak pelan ke saku celana, mencari ponselnya."Taruh ponselmu di dashboard, Julian," perintah Clara dingin

  • Sang Peramu Hasrat   Bubur Ayam dan Kunci Cadangan

    Pukul enam pagi. Cahaya matahari Jakarta yang belum terlalu terik menerobos masuk melalui celah gorden ruang tamu, jatuh tepat di wajah Julian.Julian mengerang pelan, mencoba meregangkan tubuhnya. Lehernya kaku. Tidur di lantai beralaskan karpet dan bantal sofa bukanlah ide terbaik untuk punggung pria berusia akhir dua puluhan, tapi itu harga kecil yang harus dibayar untuk menjaga integritasnya semalam.Dia duduk, mengusap wajahnya yang kasar karena belum bercukur. Keheningan apartemen ini terasa asing. Biasanya dia bangun sendirian, disambut sepi. Hari ini, ada detak jantung lain di balik pintu kamarnya.Julian berdiri, berjalan mengendap-endap menuju pintu kamar tidur. Dia memutar gagang pintu tanpa suara, mengintip ke dalam.Lily masih tertidur pulas.Posisi tidurnya berantakan—khas anak kecil. Selimut yang semalam Julian pasang rapi kini sudah menendang ke kaki ranjang. Dia tidur meringkuk memeluk guling Julian erat-erat. Wajahnya ya

  • Sang Peramu Hasrat   Penghapus Riasan dan Batas Kewarasan

    Apartemen Julian di Kuningan gelap dan sunyi saat dia menendang pintu hingga terbuka, tangannya penuh dengan tubuh Lily yang terkulai.​Dia tidak bisa membawa Lily pulang ke kosannya. Gadis itu terlalu mabuk, dan ibu kos pasti akan menelepon orang tuanya—sebuah bencana yang tidak Lily butuhkan saat ini. Sarah? Tidak mungkin. Setelah manipulasi halus Sarah kemarin, Julian tidak mau menyerahkan domba terluka ini ke kandang serigala lain.​Jadi, di sinilah mereka. Di satu-satunya tempat netral yang tersisa: Gua persembunyian Julian.​Julian membaringkan Lily perlahan di atas kasur queen size-nya yang berantakan. Seprai abu-abu itu dingin, kontras dengan kulit Lily yang terasa demam.​"Nnggh..." Lily mengerang pelan, kepalanya berguling di bantal. Jas tuxedo Julian yang menutupi tubuhnya tersingkap, memperlihatkan kembali dress hitam yang berantakan dan paha putihnya yang terekspos.​Julian menyalakan lampu tidur di nakas, menciptakan cahaya kunin

  • Sang Peramu Hasrat   Sangkar Emas dan Jejak Sosmed

    Pintu Rolls-Royce tertutup dengan bunyi thud yang meredam suara dunia luar. Kabin mobil itu hening, hanya terdengar dengungan halus AC dan napas Julian yang memburu namun tertahan.Mobil mewah itu meluncur meninggalkan pelataran Galeri Adhitama, membelah malam Jakarta yang gemerlap.Clara tidak menatap Julian. Dia sibuk dengan ponselnya, mengetik sesuatu dengan cepat. Namun, Julian bisa merasakan aura dingin yang memancar dari wanita di sebelahnya."Seratus lima puluh juta," gumam Clara tiba-tiba, memecah keheningan. Dia mematikan layar ponselnya, lalu menoleh menatap Julian dengan tatapan yang sulit diartikan—campuran antara geli dan jijik. "Itu harga lukisan termahal yang pernah kubeli dari seorang amatir. Kau tahu kenapa aku membelinya, Julian?"Julian menatap lurus ke depan, rahangnya mengeras. "Untuk pamer kekuasaan?""Salah," Clara tertawa kecil tanpa humor. "Untuk menutupi aibmu. Lukisan itu... pria dengan lubang di dada? Itu menje

  • Sang Peramu Hasrat   Dasi Kupu-Kupu dan Lukisan Tanpa Wajah

    Pukul tujuh malam tepat, sebuah Rolls-Royce Phantom berwarna hitam berhenti di depan lobi The Obsidian.Julian melangkah masuk ke dalam kabin belakang yang dingin dan beraroma kulit premium. Dia mengenakan tuxedohitam slim-fit sewaan—biaya sewanya ditanggung perusahaan Clara—yang membuatnya terlihat seperti aktor film mata-mata, atau mungkin, pelayan kelas atas yang sangat mahal.Di sebelahnya, Clara Valenia duduk dengan kaki menyilang.Malam ini, Clara adalah definisi dari intimidasi yang memukau. Dia mengenakan gaun malam backless berwarna perak metalik yang berkilauan setiap kali terkena cahaya, seolah-olah dia memakai baju zirah yang terbuat dari berlian cair. Bibirnya dipulas merah darah, senada dengan sol sepatu Louboutin-nya."Kau terlihat lumayan," komentar Clara tanpa menoleh dari tablet di pangkuannya. "Setidaknya kau tidak terlihat seperti bartender pinggiran.""Terima kasih atas pujiannya, Nona," jawab Julian datar, menatap ja

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status