Tok tok tok!
"Maaf, Tuan. Rapat akan segera dimulai. Apakah saya harus menundanya sebentar?"Seorang asisten masuk dan memutus percakapan mereka.
Memang benar kedua orang ini sangat mirip karakternya.
Kalau sudah memutuskan seusatu, Pak Jovan juga tidak terbantahkan. Tapi, Burhan harap Jono punya kejutan dari tindakannya ini..
"Baik, Pak," kata pria tua itu hormat. Ia pun mengangguk lalu segera pergi.
Tanpa ada orang yang mengetahui, hari ini, Jono telah menyiapkan sebuah rencana.
Ia sudah menyiapkan berkas perceraian dengan bantuan seorang teman lama yang bekerja sebagai pengacara.
Di sinilah dia menemui Erwin di kantornya dan menceritakan segala hal yang ia alami, berharap temannya akan membantu sebisanya.
"Kenapa kau tak ingin mempertahankan pernikahanmu, Jono? Apa tidak ada kata maaf lagi untuk istrimu? Bisa jadi semua itu kesalahan Desta yang mengambil kesempatan dengan kondisimu yang buta, sementara istrimu khilaf," tanya Erwin, bingung.
Sementara itu, Jono tersenyum jijik. Khilaf katanya? Bah!!"Aku memang buta, tapi aku masih suaminya. Apakah bisa diterima seorang wanita berdekatan dengan pria lain hanya karena suaminya tak berdaya? Meskipun aku lemah, aku punya harga diri. Aku lelaki, pantang dikhianati wanita.""Hmm, baiklah. Jadi apa rencanamu?""Tunggulah sebentar, aku masih akan sedikit bermain-main, apa itu sedikit kejam?" seringai Jono membuat Erwin bergidik ngeri.Sementara Erwin juga tidak berani untuk menyalahkan Jono yang berencana begitu, itu adalah rasa benci dan marah yang telah menguasai hatinya."Entahlah, secara prinsip dan pribadiku, akupun merasa diinjak-injak. Ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga, aku hanya bisa menahan rasa sakit karena tak bisa berbuat apapun. Kau yang menjalani kau yang merasakan, aku bisa apa? Akan tetapi sepertinya menceraikan saja tidak cukup membuatmu puas bukan?""Itulah yang sedang kupikirkan, kau harus membantuku," katanya lagi.Erwin lalu merangkul Jono dan memberikan tepukan di punggung pria itu. "Kalau kau yakin, aku akan mendukungmu. Jadi apa yang harus kulakukan untukmu selanjutnya?"Jono melihat temannya dengan antusias. "Bantu aku untuk kembali ke Jakarta dengan kau membantuku seperti apa yang kubutuhkan. Aku harus mendesaknya kembali ke Jakarta lalu ingin melihat bagaimana reaksinya, apakah dia akan memutuskan ikut atau tidak.""Kau akan tahu nanti, aku ingin perempuan ini sadar saat aku membuangnya ke tempat sampah, dia harus juga merasakan perasaan ini. Aku baru menyadari, uang hanya pemanis ketulusannya. Pada akhirnya saat uang itu menghilang, kita akan tahu ketulusan apa yang dia miliki."Erwin menghela napasnya. Ia memahami bagaimana kalutnya pria ini, akan tetapi menguji Winda dengan uang, apakah Jono punya kemampuan?"Baiklah. Aku akan membantumu," akhirnya dia mengulang ucapannya dan berujar pasrah.Jono tersenyum puas. Meskipun ia bercerita soal kronologi menceraikan Winda, ia tidak bercerita soal menjadi pewaris konglomerat.Hal itu ia sengaja karena kepercayaan itu begitu sulit untuknya saat ini, bahkan sahabatnya sendiri seperti musuh baginya.Setelah ia kembali ke rumah, Jono meminta Laila mengemasi seluruh pakaiannya dan memasukkan pakaian mereka berdua ke dalam koper besar.Ia kemudian menunggu sang istri pulang bekerja untuk melancarkan aksinya.Sebenarnya, hatinya remuk redam, tapi ia bersyukur karena mereka belum dikaruniai anak sehingga tidak sulit baginya untuk melakukannya.Tak lama kemudian, Winda telah sampai di rumah dengan wajah yang berbinar. Jono sudah bisa melihat gelagat yang begitu penuh guratan bahagia seperti seorang remaja yang kasmaran.Ah tidak, betapa pemandangan itu begitu menyesakkan dadanya?"Mas, apa ini?!" seketika Winda berteriak saat sebuah tak koper besar berdiri di dekat tempat tidur mereka. Lalu Winda membuka pintu almari untuk melihat di dalamnya."Kenapa pakaian kita keluar semua dari almari, Mas?" tanya Winda terkejut."Seperti yang aku katakan, kita akan kembali ke Jakarta, Winda. Kita bisa pulang dan di sana aku akan bekerja, melakukan kewajibanku sebagai seorang suami.""Tapi Mas, kenapa sangat buru-buru? Aku belum siap, Mas, kita juga tidak memiliki uang untuk kembali ke Jakarta.""Apakah kamu kuatir soal uang, Winda?" kata Jono malah bertanya. "Apa kau tidak percaya aku memiliki uang?"Winda terpekur, selain sangat tiba-tiba, hubungannya dengan Desta sedang sangat membara, ia tidak akan sanggup berpisah dengan Desta, batinnya mulai meronta."Mas, kenapa Mas Jono mengingkari janji untuk aku bisa berkarir? Aku juga pengen maju seperti wanita yang lain, aku pengen bekerja dan menghasilkan uang sendiri...""Jadi kau menolak untuk pulang ke Jakarta? Apa hanya itu alasanmu? Tidak ada yang lain?""Eh... nganu Mas, aku masih kerasan di sini, tidak ada pekerjaan yang bagus untukku di Jakarta."Jono masih diam mendengarkan, tentu saja ia harus bersikeras memenangkan perdebatan ini, memaksa kalau perlu."Apakah karena Desta?"Winda terperangah, wajahnya segera pucat dan bibirnya terkatup rapat."Maksud Mas Jono?" lirihnya.
"Maksudku, apakah Desta kesulitan mendapatkan karyawan sehingga menahan kamu? Jangan kuatir, Desta tidak akan kesulitan mendapatkan karyawan yang lebih cantik darimu. Aku juga yang akan berbicara langsung dengannya."Tangan Winda mengepal dan terasa lembab. Jono mengatakan seolah mengetahui sesuatu di antara mereka. Mungkinkah seseorang telah memberi tahu? Tidak mungkin kalau Jono mengetahui sendiri padahal kerjanya cuma tiduran di rumah, batin Winda. Ataukah mungkin memang begitu?Tapi, siapa?"Tidakkah kau masih membutuhkan Desta juga untuk membiayai pengobatanmu?" jawab Winda lirih mencari alasan.Hal ini membuat Jono menahan senyum sinis untuk keluar di wajahnya."Kau memang pengertian, itukah sebabnya kau sangat baik dengan temanku itu? Karena jasanya pada suamimu?" kata Jono tapi sebenarnya ada hal lain yang sedang muncul di kepalanya.Setelah melontarkan ucapan itu, Jono menyeret langkahnya keluar rumah, menghirup udara malam yang dingin. Tapi itu lebih baik, daripada melihat istrinya yang memuakkan!Wajah Jono berkerut, seolah menanggung beban yang berat.Memikirkan Desta sepertinya bukan tipe lelaki yang bersih dalam bisnis, seharusnya ia bisa melakukan sesuatu.Spekulasi memang, tapi itulah peruntungan!Erwin pasti sangat berguna membuat Desta mendapatkan masalah secara hukum. Tapi cela itu, bagaimana caranya untuk mengetahui?Segera ia menghubungi pak Burhan, sopir Desta sekaligus utusan ayahnya."Cari kelemahan perusahaan Desta, aku akan membuatnya dipenjara," t
"Apa tidak boleh?" tanya Jono santai."Uhm," deham Desta menormalkan diri, "kenapa tiba-tiba? Bukankah seharusnya kau masih dalam perawatan?" "Begitulah, kami harus kembali karena tidak ada yang bisa kulakukan di sini." Jono lalu merunduk, mengambil sesuatu di bawah meja."Dan ini, ini adalah uang yang pernah kau berikan padaku, aku sudah memilikinya dan sekarang aku kembalikan," katanya sambil menunjuk sebuah amplop besar ditangannya .Brak!Hal itu membuat Desta dan Winda semakin melongo.Desta mendekati amplop tersebut dan membukanya."Sejumlah uang yang banyak ini... bagaimana kau mendapatkannya?" tanya Desta keheranan. "Selama ini kau tidak bekerja, bagaimana bisa mendapatkan uang sebanyak ini?"Pria itu lalu mengitari beberapa perabotan mahal miliknya, seolah kuatir sesuatu telah dijual teman butanya."Terima saja uang itu tanpa harus bertanya bagaimana aku mendapatkannya," balas Jono, setidaknya ia tidak terbebani lagi dengan kebaikan Desta.Tak banyak yang bisa Jono simpulkan
"Kau... kau sungguh mau membayarnya, Mas?" Wajah Winda tersirat keraguan, sangat aneh rasanya karena tiba-tiba Jono punya uang dalam jumlah besar."Hmm, tentu saja. Aku yang akan membayarnya."Kini, Laila tak bisa berkata-kata. Ia memang membutuhkan uang itu untuk mengobati sang ibu yang sedang berada di rumah sakit saat ini, dan uang gaji ini memang sangat berarti.Pagi itu, Laila menerima pembayaran dari Jono sebagai gaji terakhirnya. Bagaimanapun, ia sangat berterima kasih karena Jono membayarnya dengan gaji penuh dan juga bonus yang cukup besar.Jono memberikan uang itu disaat Desta dan Winda sedang keluar rumah karena Winda mengantar Desta yang hendak kembali. Saat itulah, Jono memberikan sejumlah uang bonus tersebut tanpa diketahui siapa pun."Terima kasih banyak, Pak. Uang ini sangat berarti buat saya, saya akan berterimakasih dan mudah-mudahan bisa membalas kebaikan pak Jono suatu hari nanti," katanya dengan meneteskan air mata.Setelah itu, Laila pulang dan Winda sudah me
Di sisi lain, Winda yang tidak habis pikir kenapa Jono melakukannya.Ia mulai masuk ke kamar yang satu lagi, kamar yang lebih sempit dan pengap."Lihat saja nanti, aku tidak akan hidup seperti ini lagi," gerutunya. "Aku akan menelepon Desta dan mengirim uang untukku, aku tidak akan sudi tinggal di tempat kumuh ini!"Winda sangat kesal, tapi ia hanya bisa meluapkan amarahnya di balik tembok kamar yang sekarang ia tempati. Sepertinya harapan indah untuk menjadi wanita modis sudah semakin menipis.****Keesokan harinya, Jono bangun pagi dan mendapati rumah masih berantakan. Ia juga tidak melihat ada makanan di meja dapur padahal ia sudah berpesan untuk memasak makanan dengan sejumlah uang yang ia berikan. Tapi nyatanya Winda masih tidur pulas di kamarnya.Ia pun hanya menggelengkan kepalanya dan segera membersihkan tubuhnya. Lalu, pergi dengan mengunci kembali pintu rumahnya.Winda segera bangkit dan tersenyum licik. Ia sengaja pura-pura tidur dan tidak memasak untuk Jono."Rasakan, inil
Dengan gusar pria itu mengepalkan tangannya, ia tak sanggup untuk bercerita."Suatu saat, kau akan tahu bagaimana kisah pernikahan kamu," pelan Jovan kemudian.Jono mengangguk, menerima ucapan ulang ayah."Jono, aku adalah ayahmu, aku berharap kau bisa menggantikan posisiku karena aku sudah tidak muda lagi, kau harus bersedia?" kata Jovan menegaskan."Aku butuh waktu untuk memikirkannya." jawabnya.Hal itu tentu saja membuat Jovan sedikit kecewa"Terserah padamu, tapi aku tidak bisa menunggu lama," katanya kemudian. "Selain itu kau harus melakukan operasi mata supaya keadaan matamu kembali sempurna.""Tidak, itu tidak diperlukan lagi.""....""Aku membutuhkanmu sebagai seorang ayah, itu sudah lebih dari cukup bagiku.""Apakah karena istrimu?" tanya Jovan ragu.Jono terdiam. Berbicara soal istrinya melukai harga dirinya. Kilatan kebencian jelas terlihat di wajah putranya sehingga Jovan meras
Hahaha, sangat mudah ternyata."Aku ingin mobil dengan atap terbuka," katanya kemudian."Baik, Pak. Saya akan segeralah membawa mobil itu untuk bapak.""Hei, apa kau bercanda?" tiba-tiba Jono merasa ragu lagi."Maaf?""Apa kau sungguh mengabulkan mobil itu?""Tentu, Pak.""Hahaha, baiklah, bawakan untukku."Rasa tak percaya dan juga bahagia bercampur aduk dalam pikirannya. Ia benar-benar merasakan enaknya menjadi kaya raya sekarang ini. Lalu iapun menyusut darah yang mengalir di sudut bibirnya."Winda, Desta, kalian akan membuatku seperti ini, aku tidak akan melepaskan kalian berdua," katanya dengan mengepalkan tangannya.Setelah bangkit dan membersihkan diri, sekarang ia menunggu ucapan dalam percakapan di ponsel itu terbukti. Dan ternyata benar, tak lama kemudian sebuah mobil berwarna hitam pekat sudah berada di pekarangan rumah dengan seorang sopir."Selamat siang Pak Jono, mob
Hanah tak perduli, dia masih penasaran dengan lelaki itu."Serius, aku kecewa dengan selera kamu Hanah. Coba pikirkan level kamu dengannya, bahkan aku tidak mengira dia membayar berkuliah di sini. Bisa saja dia cuma siswa penerima bantuan.""Terserah kalian mau bilang apa, aku kan cuma penasaran, kenapa kalian ribut?""Enggak Han, kamu itu tertarik sama tuh cowok."Hanah menggigit bibirnya, "Dia sudah beristri, aku bisa apa," lirihnya nyaris tak terdengar.Sementara itu Jono melenggang ke area kampus dengan tenang. Saat itu ia melihat seorang gadis yang cukup di kenalnya berada di sudut ruangan."Laila?" gumamnya keheranan. "Apa dia sungguh berkuliah di sini?"Gadis itu masih fokus dengan penjelasan seorang dosen di depan kelas. Tentu saja Jono sangat terkejut melihat Laila yang dulu bekerja sebagai pelayan di rumahnya berada dalam satu ruangan dengannya.Beberapa menit kemudian dosen sudah selesai dengan mata k
Wiliam masih diam memperhatikan Jono.Ia tidak melihat Jono datang sebagai pengacau. Bisa jadi Jono memanglah kerabat istrinya."Kalau begitu, kita adalah orang dekat. Maaf karena aku tidak mengenalmu," kata Wiliam merendah."Bagus. Tapi aku memintamu untuk membatalkan kerja sama dengan Gress korporasi, bukankah perusahaan itu tidak terlalu bagus untukmu?"Gress adalah perusahaan milik Desta, perusahaan tersebut sedang devisit dan nyaris tumbang karena kekacauan manajemen."Tapi... bagaimana kau bisa tahu soal itu? Aku bahkan belum memutuskan apapun."Jono tertawa tanpa suara, ia juga tahu perusahaan Wiliam dalam kondisi pailit. Bagaimana dia bisa tahu? Ah, apa susahnya jika memiliki banyak uang? "Putuskan saja sekarang, lalu jual perusahaanmu padaku, beres bukan?"Mendengar hal itu Wiliam malah heran sekarang. Air wajahnya berubah merah padam. Tersinggung."Jangan percaya, sayang. Dia cuma orang miski