Share

Empat

Author: Dewanu
last update Last Updated: 2024-01-04 13:11:43

Diam-diam, Winda mencermati wajah suaminya, mencoba mencari ekspresi apa yang ada di sana. Mungkinkah Jono mengetahui sesuatu?

Bagaimanapun juga ia harus memastikan Jono tidak curiga dengan perubahan yang ada pada sikapnya.

Jadi setelah selesai mandi, Winda pun mendekati Jono.

"Mas, apa kau mencium aroma wangi sekarang?" tanya Winda mencoba sedikit menggoda Jono. Ia harus bisa bersikap senormal mungkin untuk bisa bersenang-senang dengan Desta atau semua akan rusak sebelum waktunya.

Seperti yang diharapkan, Jono mendengus seperti kucing mencium aroma ikan di sisi tubuhnya.

"Hmm, lumayan, kau memang sangat wangi. Kalau begitu kau bisa melayaniku malam ini?" Jono berpura-pura membutuhkan, padahal sebenarnya ia bertekad tak akan menyentuh istrinya lagi!

Winda menegang. Setelah sekian lama semenjak kecelakaan yang membutakan mata Jono, tak pernah sekalipun Jono menyentuhnya. Itu karena Jono tak bisa melakukan sembarang gerakan karena akan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa di kornea matanya. Kali ini tiba-tiba Jono memintanya?

"Tapi malam ini aku lagi capek banget, Mas. Bagaimana kalau aku sudah libur nanti?"

Ingin rasanya pria ini terkekeh seperti orang bodoh, betapa menakutkan sebuah kebohongan ini, apa menurut Winda semua itu tidak akan terbongkar?

"Ah ya, aku mengerti. Kau pasti sangat capek mencari nafkah untuk keluargamu yang lemah ini. Kau pasti wanita yang hebat yang bisa mengatasi semua masalah keuangan, bukan?"

Sekali lagi Winda sadar Jono memang sedikit ketus akhir-akhir ini, ada apa sebenarnya?

"Mas? Kenapa Mas bicara seperti itu? Kenyataannya, bukankah sekarang akulah yang mencari nafkah, membeli obat-obatan dan juga membayar pelayan untukmu? Tapi dari ucapanmu ini seakan-akan aku yang bersalah?" sungutnya, ia sungguh merasa sebagai seorang pahlawan sekarang.

"Benar. Itulah sebabnya aku mulai tak menyukainya," ujarnya lalu pria itu merebahkan tubuhnya dengan santai. "Seakan aku melakukan kesalahan besar, seharusnya aku menebus kesalahanku."

"Bagaimana kalau kita pulang ke Jakarta saja? Aku akan bekerja di tempat pembuatan sapu milik temanku, itu sangat mudah dikerjakan untuk orang buta sepertiku."

Winda melebarkan matanya. Memangnya berapa upah pekerjaan semacam itu? Bahkan rumah kontrakan yang mereka tinggali dulu selalu menunggak dan rumah itu sangat tak layak baginya lagi saat ini.

'Oh Mas, aku sudah tidak bisa menerima kemiskinan itu,' batinnya.

Membayangkan, bisakah dirinya bertahan hidup dengan celaan dan cemoohan tetangga mereka lagi?

"Mas, aku baru saja mulai berkarir. Tapi lihatlah, Mas Jono malah tidak menyukai kerja kerasku," bantahnya.

Dan iapun menggelengkan kepalanya karena ngeri andai itu semua terjadi.

"Sudahlah Mas, aku capek dan besok harus berangkat pagi. Lain kali kita akan membicarakan hal ini," katanya dengan wajah cemberut.

Wanita itu berbaring membelakangi Jono dan berpikir kerasbagaimana caranya ia harus bertahan agar hubungannya dengan Desta tetap berjalan lancar.

'Tunggulah, Mas. Aku akan memastikan apakah Desta sungguh akan memperjuangkan ku, aku sungguh akan memilih Desta yang jauh lebih baik darimu.'

Di belakangnya, Jono juga sedang berpikir keras. Tentu saja pria ini tahu apa yang dipikirkan wanitanya ini.

'Coba saja kau pilih, apakah kau akan mengikutiku atau lelaki brengsek itu? Asal kalian tahu, kalian akan membayar harga diriku dengan harga yang sangat mahal,' tekad batinnya.

Pagi harinya, Jono telah lebih dahulu terbangun. Ia membiarkan Winda tertidur meskipun hari sudah semakin terang. Jono pura-pura tak tahu kalau Winda sebenarnya kesiangan.

Suara dering ponsel ternyata membuat Winda terbangun. Tangannya meraih asal suara tanpa menyadari Jono sedang memperhatikan. Dalam keadaan masih terpejam Winda menjawab panggilan tersebut.

["Halo."]

["Halo sayang, kau belum bangun? Aku sudah menunggumu lima belas menit di sini, kenapa masih belum kelihatan?"]

Winda langsung membuka matanya lebar, menoleh ke arah Jono yang masih terpejam. Ia beranjak dengan hati-hati.

["Maafkan aku, Mas. Aku sungguh kesiangan sekarang. Bagaimana ini, hmm?" ujarnya lirih dan manja.]

["Baiklah, aku menunggumu. Cepatlah bersiap, oke? Muuach."]

["Oke. Cup." Winda membalas sapaan mesra dari Desta.]

Jono yang sudah berubah posisi dengan duduk di pembaringan segera berkata, "Winda, dengan siapa kamu berbicara?"

Winda terlonjak karena terkejut. "Ah, teman kantor Mas. Kami janjian bareng, sayangnya aku sudah kesiangan sehingga dia berangkat duluan ke kantor."

"Hmm, kau berbicara seperti dengan seorang pacar. Apa dia teman perempuan?"

"Eh, iya lah Mas, masak iya teman lelaki?" tepisnya. "Mas, lain kali kita ngobrol ya, aku dah kesiangan nih."

Jono membiarkan Winda pergi. Wanita itu terlihat sangat terburu-buru dan dia hanya menyeringai melihatnya.

"Lanjutkan saja, dan tunggu apa yang akan kulakukan untuk kalian! Kalian harus menyesal!"

Kebohongan demi kebohongan terbongkar juga, tapi sebenarnya iapun sedang memainkan sandiwara yang tidak Winda ketahui. Ia tak buta lagi seperti yang mereka kira, dan ia tidak miskin lagi juga lemah seperti yang mereka sangka.

###

Di sisi lain, Jovan kini terdiam di kursi mewah miliknya, sebuah singgasana yang selama ini ia bangun dengan susah payah, tapi batinnya tak pernah bahagia.

Goresan luka membuat jiwanya membeku, mengenang kembali bahtera rumah tangganya yang hancur berkeping-keping.

Gurat wajah pria tua itu menahan sedih.

Rasa marah, kecewa dan terluka adalah warna hidupnya selama berpuluh puluh tahun ini. Namun kini, setitik harapan berada di depan matanya.

"Jono, kau pasti akan sembuh dengan pengobatan yang sempurna. Aku akan membuatmu bisa melihat lagi dan berbahagia," janjinya.

Kini, ia tinggal mencari istrinya yang telah menghilang!

Tok tok tok!

Sebuah ketukan di ruangan besar itu menyadarkan Jovan dari lamunannya. Seorang wanita muda dengan sebuah map di tangannya mendekati Burhan.

"Ayah, aku sudah membawa berkas yang kau butuhkan. Kalau begitu, bolehkah aku membeli sebuah mobil sport yang aku inginkan?" kata gadis itu manja.

"Hanah, ayah sudah katakan untuk kau bertingkah wajar di Indonesia. Selain itu, sebaiknya kau segera menemui keluargamu, ayah dan ibumu sudah sangat merindukanmu di desa."

"Haish, ayah mengusirku lagi. Aku bilang aku akan kembali setelah acara perayaan dengan teman temanku, lagipula, untuk apa aku harus ke desa? Apa mereka mau pamer kalau anaknya sudah sekolah di luar negeri? Semua ini bukanlah hasil dari kerja keras mereka, ayahlah yang membiayai aku sehingga selesai dari gelar S1 di Amerika."

"Hanah, ayah memang memberikan pendidikan itu kepadamu, akan tetapi kau harus lebih berbakti kepada mereka karena dari sebab mereka kau bisa tumbuh besar dengan kasih sayang yang tulus. Ayolah, semakin tinggi pendidikan yang kau terima, seharusnya semakin membuatmu rendah hati, hmm?" kata Jovan dan menyentuh puncak kepala gadis itu.

Hanah bukan anak kandungnya. Dia adalah gadis yang dibiayai Jovan sejak sekolah menengah pertama dahulu dan sudah seperti putrinya sendiri. Jovan bahkan menyekolahkan Hanah ke Amerika untuk bisa mendapatkan pendidikan yang layak.

"Iya, iya. Makin panjang nanti ceramah ayah. Ah ya, mobilnya bagaimana dong Yah?"

"Baiklah, pilihlah satu mobil sport yang kamu sukai," ujar Jovan menuruti kemauan Hanah.

Hanah meloncat kegirangan. Ia tak pernah mendapatkan penolakan dari ayah angkatnya ini kalau menginginkan sesuatu. Ia merasa Burhan adalah orang yang terbaik melebihi orang tuanya sendiri sehingga ia merasa kesal jika harus berbuat baik kepada ayah ibunya di desa. Bahkan ia berusaha menepis kemauan Jovan untuk sekedar mengunjungi mereka.

Dengan pelukan manja Hanah merangkul Burhan di kursi kerjanya sehingga pada saat itu ia melihat sebuah kertas lembaran test DNA.

"Apa ini, Ayah?" katanya melongok ke atas meja pada kertas tersebut.

"Uhmm, bukan apa-apa," jawab ayah angkatnya dengan cepat dan menutup lembaran kertas dengan kertas yang lain.

"Apakah ..., ayah memiliki seorang anak? Ayah bilang ayah tak punya seorang anak, tapi ...,"

Jovan menghela napas. "Hanah, sebenarnya...."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sang Pewaris Buta    TAMAT

    "Jonathan, bangunlah nak, sebaiknya kalian tidur di kamar kalian dan bukan di sini," bisik ibunya pelan sementara Jonathan masih belum penuh kesadarannya. "Ibu? Oh, tidak, aku ketiduran tadi." "Mana Mirna pengasuh kalian? Kenapa tidak ada di sini untuk menjaga mereka?" "Anu Bu, Ayah Mirna sakit keras sehingga ia harus ke rumah sakit." "Oh, begitu rupanya. Kalau begitu, bangunkan istrimu dan aku yang akan menjaga anak-anak malam ini." Jonathan sedikit malu, tapi tentu saja itu yang diharapkan. "Baik, Bu, aku akan membangunkan Meena terlebih dahulu." "Baik, bangunkan dia dan aku akan menyiapkan botol susu untuk anak-anak." Setelah ibunya pergi, Jonathan mendekati Meena yang terlelap sementara Juan masih menyusu di tubuhnya. Perlahan iapun mengusap puncak kepala Meena dengan lembut lalu menyentuh pipinya. "Sayang, kamu mau bangun apa enggak?" panggil Jonathan dengan terus membelai pipinya. "Hah? Eh, Jonathan?" "Iya, ini aku, suamimu." "Ya Tuhan, aku lupa. Aku hampir terkejut

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Empat Puluh

    Winda berjalan mendekati dengan jantung berdetak hebat. Rasa malu bercampur marah seorang membayang di wajahnya. Akan tetapi ini adalah akhir dari perjalanan yang harus ia lakukan. Setelah semua ini, ia akan pergi menjauh dari pria pujaannya ini. Meena melihat wajah Winda yang tertunduk dalam membuatnya kasihan. "Winda..." "Selamat atas pernikahan kalian, Meena. Semoga kalian bahagia." Jonathan hanya diam melihatnya sementara Hanah melihatnya dengan wajah kesal. "Kamu tau sekarang, seorang lelaki itu tidak akan memaafkan perempuan yang berselingkuh, apa kamu mengerti sekarang?" Hanah berbicara blak-blakan, membuat Winda semakin sedih. "Maafkan aku atas semuanya. Aku sungguh minta maaf," wajah Winda kemerahan menahan air mata. Jonathan berharap penyesalan itu memang benar-benar ada pada wanita ini.Setelah mengatakannya Winda kemudian membalikkan tubuhnya untuk pergi dari sana.Meena sedikit merasa bersalah atas kejadian itu. Iapun tak mengira akan seperti ini akhirnya."Aku mer

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Tiga Puluh Sembilan

    Indriana menerimanya, akan tetapi telapak tangannya sudah penuh keringat dingin. Ia merasa inilah yang ia butuhkan selama ini. Sebuah bukti nyata yang bisa mengembalikan ingatannya pada masa itu. Jonathan membiarkan Indriana dalam pikirannya sendiri. Ia terus mencoba banyak hal untuk membantu Indriana pulih. Wanita itu terus membuka album dan melihat apa yang ada di sana. Entah mengapa dadanya bergemuruh hebat saat melihat wajahnya berada di setiap lembar foto di sana. "Aku tak menyangka memiliki kenangan yang begitu indah seperti ini." Indriana melihat sendiri betapa indah senyum yang ia miliki dahulu. Senyum seorang wanita yang penuh kebahagiaan. Pada foto pernikahan itu iapun bisa menyaksikan tatapan matanya yang mencintai Jovan. "Ini adalah pernikahan kita?" tanya Indriana takjub. Jovan hampir menitikkan air matanya karena sangat sedih saat ini. Semua kebahagiaan yang pernah mereka miliki bersama menghilang begitu cepat. Karena tiga bulan setelah itu Indriana meng

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Tiga Puluh Delapan

    Meena terpaksa mencobanya karena permintaan Indriana dan cincin itu sangat pas di jarinya. "Itu sangat pas sama kamu, Meena." Meena mengedikkan bahunya, ia masih tak mengerti. "Kalau begitu, aku akan menikahimu saja, apakah kamu bersedia?" Meena melotot tajam, jadi benar Jonathan sedang bermain-main? "Jonathan, apa maksudmu?" "Ayah, ibu... sebenarnya wanita itu adalah Meena. Wanita yang kusukai adalah Meena, dan sekarang aku ingin mendengar jawaban dari Meena." Indriana lebih terkejut lagi, ia tak menyangka Meena adalah gadis yang dimaksud Jonathan. "Kamu Serius?" "Tentu saja aku serius, Bu. Aku tau Meena adalah yang terbaik untukku dan juga untuk Juan. Apakah menurut ibu tidak seperti itu?" Indriana menatap Meena tak bisa menahan untuk tersenyum. Tentu saja itulah yang ia harapkan selama ini. "Aku sudah pernah menjodohkan kalian dahulu, tapi kalian tidak menuruti keinginan ibu, hah?" Ya, Jonathan juga ingat waktu itu dirinya menolak mentah-mentah tawaran ibuny

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Tiga Puluh Tujuh

    Jovan mendengarkan dengan serius, dia tidak mengerti siapa wanita itu kali ini. "Kalau begitu, perkenalkan dia pada ayahmu ini, ayah senang mendengarnya, Juan membutuhkan seorang ibu, seharusnya kalian cepat menikah saja." Jonathan tersenyum, tidak sulit mendapatkan persetujuan semacam ini bukan? "Lalu bagaimana dengan ibu? Apakah ibu setuju kalau aku cepat menikah?" Indriana terdiam, ia tidak terlihat antusias. "Aku tidak yakin wanita seperti apa lagi yang kau pilih sebagai pendamping hidupmu. Tapi aku sudah kehabisan kata-kata untuk membuatmu sadar." Jawaban ibunya membuat Jonathan tidak puas samasekali. "Ibu tidak setuju aku menikah lagi?" "Bukan begitu, Jonathan. Ibu hanya ingin mengenal wanita seperti apakah dia itu. Ibu tentu saja merasa kuatir dengan kisahmu dalam menjalani rumah tangga. Ibu takut kamu terluka lagi." "Ibu, aku tidak seperti ayahku,.dia hanya setia dengan satu wanita saja, bukankah begitu, Ayah?" Jovan dan Indriana tertawa kecil dan sedikit t

  • Sang Pewaris Buta    Seratus Tiga Puluh Enam

    Tentu saja itu sangat penting, apakah kamu tidak berniat memberi tau? batin Meena, ia tetap diam tidak mengatakan apapun. "Terserah, kalau menurutmu penting, suatu saat kau pasti akan memberi tau padaku. Tapi sebenarnya... ini cukup berlebihan, aku bahkan tidak berharap kau bertindak sejauh ini. Bagiku, sudah cukup jika kamu mencintaiku." "Kenapa aku merasa wanita tidak seperti itu, Meena? Winda dulu juga begitu, tapi ternyata..." "Lihatlah, kamu masih juga membawa-bawa masa lalu. Aku berharap menjadi wanita yang cukup pintar sehingga tidak terlalu menunggu dan menuntut pemberian seorang laki-laki. Akan tetapi sebenarnya banyak juga kejadian wanita jadi besar kepala kalau sudah menghasilkan uang sendiri. Apakah kamu tidak takut aku menjadi seperti itu?" Jonathan hanya tersenyum tipis dan melangkah pergi, "Lakukan dan tunjukkan sifat aslimu secepat mungkin, Meena. Mungkin suatu hari nanti aku akan mengerti dan memutuskan apakah aku bisa bertahan atau tidak, seperti yang sudah lewat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status