Diam-diam, Winda mencermati wajah suaminya, mencoba mencari ekspresi apa yang ada di sana. Mungkinkah Jono mengetahui sesuatu?
Bagaimanapun juga ia harus memastikan Jono tidak curiga dengan perubahan yang ada pada sikapnya.Jadi setelah selesai mandi, Winda pun mendekati Jono."Mas, apa kau mencium aroma wangi sekarang?" tanya Winda mencoba sedikit menggoda Jono. Ia harus bisa bersikap senormal mungkin untuk bisa bersenang-senang dengan Desta atau semua akan rusak sebelum waktunya.Seperti yang diharapkan, Jono mendengus seperti kucing mencium aroma ikan di sisi tubuhnya."Hmm, lumayan, kau memang sangat wangi. Kalau begitu kau bisa melayaniku malam ini?" Jono berpura-pura membutuhkan, padahal sebenarnya ia bertekad tak akan menyentuh istrinya lagi!Winda menegang. Setelah sekian lama semenjak kecelakaan yang membutakan mata Jono, tak pernah sekalipun Jono menyentuhnya. Itu karena Jono tak bisa melakukan sembarang gerakan karena akan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa di kornea matanya. Kali ini tiba-tiba Jono memintanya?"Tapi malam ini aku lagi capek banget, Mas. Bagaimana kalau aku sudah libur nanti?"Ingin rasanya pria ini terkekeh seperti orang bodoh, betapa menakutkan sebuah kebohongan ini, apa menurut Winda semua itu tidak akan terbongkar?"Ah ya, aku mengerti. Kau pasti sangat capek mencari nafkah untuk keluargamu yang lemah ini. Kau pasti wanita yang hebat yang bisa mengatasi semua masalah keuangan, bukan?"Sekali lagi Winda sadar Jono memang sedikit ketus akhir-akhir ini, ada apa sebenarnya?"Mas? Kenapa Mas bicara seperti itu? Kenyataannya, bukankah sekarang akulah yang mencari nafkah, membeli obat-obatan dan juga membayar pelayan untukmu? Tapi dari ucapanmu ini seakan-akan aku yang bersalah?" sungutnya, ia sungguh merasa sebagai seorang pahlawan sekarang."Benar. Itulah sebabnya aku mulai tak menyukainya," ujarnya lalu pria itu merebahkan tubuhnya dengan santai. "Seakan aku melakukan kesalahan besar, seharusnya aku menebus kesalahanku.""Bagaimana kalau kita pulang ke Jakarta saja? Aku akan bekerja di tempat pembuatan sapu milik temanku, itu sangat mudah dikerjakan untuk orang buta sepertiku."Winda melebarkan matanya. Memangnya berapa upah pekerjaan semacam itu? Bahkan rumah kontrakan yang mereka tinggali dulu selalu menunggak dan rumah itu sangat tak layak baginya lagi saat ini.'Oh Mas, aku sudah tidak bisa menerima kemiskinan itu,' batinnya.Membayangkan, bisakah dirinya bertahan hidup dengan celaan dan cemoohan tetangga mereka lagi?"Mas, aku baru saja mulai berkarir. Tapi lihatlah, Mas Jono malah tidak menyukai kerja kerasku," bantahnya.Dan iapun menggelengkan kepalanya karena ngeri andai itu semua terjadi."Sudahlah Mas, aku capek dan besok harus berangkat pagi. Lain kali kita akan membicarakan hal ini," katanya dengan wajah cemberut.Wanita itu berbaring membelakangi Jono dan berpikir kerasbagaimana caranya ia harus bertahan agar hubungannya dengan Desta tetap berjalan lancar.'Tunggulah, Mas. Aku akan memastikan apakah Desta sungguh akan memperjuangkan ku, aku sungguh akan memilih Desta yang jauh lebih baik darimu.'Di belakangnya, Jono juga sedang berpikir keras. Tentu saja pria ini tahu apa yang dipikirkan wanitanya ini.'Coba saja kau pilih, apakah kau akan mengikutiku atau lelaki brengsek itu? Asal kalian tahu, kalian akan membayar harga diriku dengan harga yang sangat mahal,' tekad batinnya.Pagi harinya, Jono telah lebih dahulu terbangun. Ia membiarkan Winda tertidur meskipun hari sudah semakin terang. Jono pura-pura tak tahu kalau Winda sebenarnya kesiangan.Suara dering ponsel ternyata membuat Winda terbangun. Tangannya meraih asal suara tanpa menyadari Jono sedang memperhatikan. Dalam keadaan masih terpejam Winda menjawab panggilan tersebut.["Halo."]["Halo sayang, kau belum bangun? Aku sudah menunggumu lima belas menit di sini, kenapa masih belum kelihatan?"]Winda langsung membuka matanya lebar, menoleh ke arah Jono yang masih terpejam. Ia beranjak dengan hati-hati.["Maafkan aku, Mas. Aku sungguh kesiangan sekarang. Bagaimana ini, hmm?" ujarnya lirih dan manja.]["Baiklah, aku menunggumu. Cepatlah bersiap, oke? Muuach."]["Oke. Cup." Winda membalas sapaan mesra dari Desta.]Jono yang sudah berubah posisi dengan duduk di pembaringan segera berkata, "Winda, dengan siapa kamu berbicara?"Winda terlonjak karena terkejut. "Ah, teman kantor Mas. Kami janjian bareng, sayangnya aku sudah kesiangan sehingga dia berangkat duluan ke kantor.""Hmm, kau berbicara seperti dengan seorang pacar. Apa dia teman perempuan?""Eh, iya lah Mas, masak iya teman lelaki?" tepisnya. "Mas, lain kali kita ngobrol ya, aku dah kesiangan nih."Jono membiarkan Winda pergi. Wanita itu terlihat sangat terburu-buru dan dia hanya menyeringai melihatnya."Lanjutkan saja, dan tunggu apa yang akan kulakukan untuk kalian! Kalian harus menyesal!"Kebohongan demi kebohongan terbongkar juga, tapi sebenarnya iapun sedang memainkan sandiwara yang tidak Winda ketahui. Ia tak buta lagi seperti yang mereka kira, dan ia tidak miskin lagi juga lemah seperti yang mereka sangka.###Di sisi lain, Jovan kini terdiam di kursi mewah miliknya, sebuah singgasana yang selama ini ia bangun dengan susah payah, tapi batinnya tak pernah bahagia.Goresan luka membuat jiwanya membeku, mengenang kembali bahtera rumah tangganya yang hancur berkeping-keping.Gurat wajah pria tua itu menahan sedih.Rasa marah, kecewa dan terluka adalah warna hidupnya selama berpuluh puluh tahun ini. Namun kini, setitik harapan berada di depan matanya."Jono, kau pasti akan sembuh dengan pengobatan yang sempurna. Aku akan membuatmu bisa melihat lagi dan berbahagia," janjinya.Kini, ia tinggal mencari istrinya yang telah menghilang!Tok tok tok!Sebuah ketukan di ruangan besar itu menyadarkan Jovan dari lamunannya. Seorang wanita muda dengan sebuah map di tangannya mendekati Burhan."Ayah, aku sudah membawa berkas yang kau butuhkan. Kalau begitu, bolehkah aku membeli sebuah mobil sport yang aku inginkan?" kata gadis itu manja."Hanah, ayah sudah katakan untuk kau bertingkah wajar di Indonesia. Selain itu, sebaiknya kau segera menemui keluargamu, ayah dan ibumu sudah sangat merindukanmu di desa.""Haish, ayah mengusirku lagi. Aku bilang aku akan kembali setelah acara perayaan dengan teman temanku, lagipula, untuk apa aku harus ke desa? Apa mereka mau pamer kalau anaknya sudah sekolah di luar negeri? Semua ini bukanlah hasil dari kerja keras mereka, ayahlah yang membiayai aku sehingga selesai dari gelar S1 di Amerika.""Hanah, ayah memang memberikan pendidikan itu kepadamu, akan tetapi kau harus lebih berbakti kepada mereka karena dari sebab mereka kau bisa tumbuh besar dengan kasih sayang yang tulus. Ayolah, semakin tinggi pendidikan yang kau terima, seharusnya semakin membuatmu rendah hati, hmm?" kata Jovan dan menyentuh puncak kepala gadis itu.Hanah bukan anak kandungnya. Dia adalah gadis yang dibiayai Jovan sejak sekolah menengah pertama dahulu dan sudah seperti putrinya sendiri. Jovan bahkan menyekolahkan Hanah ke Amerika untuk bisa mendapatkan pendidikan yang layak."Iya, iya. Makin panjang nanti ceramah ayah. Ah ya, mobilnya bagaimana dong Yah?""Baiklah, pilihlah satu mobil sport yang kamu sukai," ujar Jovan menuruti kemauan Hanah.Hanah meloncat kegirangan. Ia tak pernah mendapatkan penolakan dari ayah angkatnya ini kalau menginginkan sesuatu. Ia merasa Burhan adalah orang yang terbaik melebihi orang tuanya sendiri sehingga ia merasa kesal jika harus berbuat baik kepada ayah ibunya di desa. Bahkan ia berusaha menepis kemauan Jovan untuk sekedar mengunjungi mereka.Dengan pelukan manja Hanah merangkul Burhan di kursi kerjanya sehingga pada saat itu ia melihat sebuah kertas lembaran test DNA."Apa ini, Ayah?" katanya melongok ke atas meja pada kertas tersebut."Uhmm, bukan apa-apa," jawab ayah angkatnya dengan cepat dan menutup lembaran kertas dengan kertas yang lain."Apakah ..., ayah memiliki seorang anak? Ayah bilang ayah tak punya seorang anak, tapi ...,"Jovan menghela napas. "Hanah, sebenarnya...."Tok tok tok!"Maaf, Tuan. Rapat akan segera dimulai. Apakah saya harus menundanya sebentar?"Seorang asisten masuk dan memutus percakapan mereka.Pria tua itu pun menghela napas. "Tidak. Aku akan segera ke sana."Hanah sendiri masih penasaran. Namun, ia mengatupkan bibirnya karena rasanya tidak sopan kalau dia memaksa untuk tau sekarang.Di sisi lain, ia juga menolak asumsi bahwa Jovan memiliki anak yang lain. Bagaimanapun, ia tak bisa menerima kenyataan yang memungkinkan untuk posisinya tergeser oleh siapapun, walaupun jika itu adalah anak kandung ayah angkatnya."Hanah, pergilah membeli mobil itu bersama Leo, setelah itu segera kau meminta Leo untuk mengantarmu ke desa menemui orang tuamu. Mengerti?" Suara Jovan menekan supaya gadis itu tidak mengganggu pekerjaannya."Ayah, kenapa aku harus pergi dengan manusia es itu? Dari sekian banyak pengawal ayah, haruskah Leo?" protesnya."Benar, hanya Leo yang harus mengantarmu. Oke?" kata Jovan malah menegaskan.Gadis itu memanyunkan bibirny
"Tidakkah kau masih membutuhkan Desta juga untuk membiayai pengobatanmu?" jawab Winda lirih mencari alasan.Hal ini membuat Jono menahan senyum sinis untuk keluar di wajahnya."Kau memang pengertian, itukah sebabnya kau sangat baik dengan temanku itu? Karena jasanya pada suamimu?" kata Jono tapi sebenarnya ada hal lain yang sedang muncul di kepalanya.Setelah melontarkan ucapan itu, Jono menyeret langkahnya keluar rumah, menghirup udara malam yang dingin. Tapi itu lebih baik, daripada melihat istrinya yang memuakkan!Wajah Jono berkerut, seolah menanggung beban yang berat.Memikirkan Desta sepertinya bukan tipe lelaki yang bersih dalam bisnis, seharusnya ia bisa melakukan sesuatu.Spekulasi memang, tapi itulah peruntungan!Erwin pasti sangat berguna membuat Desta mendapatkan masalah secara hukum. Tapi cela itu, bagaimana caranya untuk mengetahui?Segera ia menghubungi pak Burhan, sopir Desta sekaligus utusan ayahnya."Cari kelemahan perusahaan Desta, aku akan membuatnya dipenjara," t
"Apa tidak boleh?" tanya Jono santai."Uhm," deham Desta menormalkan diri, "kenapa tiba-tiba? Bukankah seharusnya kau masih dalam perawatan?" "Begitulah, kami harus kembali karena tidak ada yang bisa kulakukan di sini." Jono lalu merunduk, mengambil sesuatu di bawah meja."Dan ini, ini adalah uang yang pernah kau berikan padaku, aku sudah memilikinya dan sekarang aku kembalikan," katanya sambil menunjuk sebuah amplop besar ditangannya .Brak!Hal itu membuat Desta dan Winda semakin melongo.Desta mendekati amplop tersebut dan membukanya."Sejumlah uang yang banyak ini... bagaimana kau mendapatkannya?" tanya Desta keheranan. "Selama ini kau tidak bekerja, bagaimana bisa mendapatkan uang sebanyak ini?"Pria itu lalu mengitari beberapa perabotan mahal miliknya, seolah kuatir sesuatu telah dijual teman butanya."Terima saja uang itu tanpa harus bertanya bagaimana aku mendapatkannya," balas Jono, setidaknya ia tidak terbebani lagi dengan kebaikan Desta.Tak banyak yang bisa Jono simpulkan
"Kau... kau sungguh mau membayarnya, Mas?" Wajah Winda tersirat keraguan, sangat aneh rasanya karena tiba-tiba Jono punya uang dalam jumlah besar."Hmm, tentu saja. Aku yang akan membayarnya."Kini, Laila tak bisa berkata-kata. Ia memang membutuhkan uang itu untuk mengobati sang ibu yang sedang berada di rumah sakit saat ini, dan uang gaji ini memang sangat berarti.Pagi itu, Laila menerima pembayaran dari Jono sebagai gaji terakhirnya. Bagaimanapun, ia sangat berterima kasih karena Jono membayarnya dengan gaji penuh dan juga bonus yang cukup besar.Jono memberikan uang itu disaat Desta dan Winda sedang keluar rumah karena Winda mengantar Desta yang hendak kembali. Saat itulah, Jono memberikan sejumlah uang bonus tersebut tanpa diketahui siapa pun."Terima kasih banyak, Pak. Uang ini sangat berarti buat saya, saya akan berterimakasih dan mudah-mudahan bisa membalas kebaikan pak Jono suatu hari nanti," katanya dengan meneteskan air mata.Setelah itu, Laila pulang dan Winda sudah me
Di sisi lain, Winda yang tidak habis pikir kenapa Jono melakukannya.Ia mulai masuk ke kamar yang satu lagi, kamar yang lebih sempit dan pengap."Lihat saja nanti, aku tidak akan hidup seperti ini lagi," gerutunya. "Aku akan menelepon Desta dan mengirim uang untukku, aku tidak akan sudi tinggal di tempat kumuh ini!"Winda sangat kesal, tapi ia hanya bisa meluapkan amarahnya di balik tembok kamar yang sekarang ia tempati. Sepertinya harapan indah untuk menjadi wanita modis sudah semakin menipis.****Keesokan harinya, Jono bangun pagi dan mendapati rumah masih berantakan. Ia juga tidak melihat ada makanan di meja dapur padahal ia sudah berpesan untuk memasak makanan dengan sejumlah uang yang ia berikan. Tapi nyatanya Winda masih tidur pulas di kamarnya.Ia pun hanya menggelengkan kepalanya dan segera membersihkan tubuhnya. Lalu, pergi dengan mengunci kembali pintu rumahnya.Winda segera bangkit dan tersenyum licik. Ia sengaja pura-pura tidur dan tidak memasak untuk Jono."Rasakan, inil
Dengan gusar pria itu mengepalkan tangannya, ia tak sanggup untuk bercerita."Suatu saat, kau akan tahu bagaimana kisah pernikahan kamu," pelan Jovan kemudian.Jono mengangguk, menerima ucapan ulang ayah."Jono, aku adalah ayahmu, aku berharap kau bisa menggantikan posisiku karena aku sudah tidak muda lagi, kau harus bersedia?" kata Jovan menegaskan."Aku butuh waktu untuk memikirkannya." jawabnya.Hal itu tentu saja membuat Jovan sedikit kecewa"Terserah padamu, tapi aku tidak bisa menunggu lama," katanya kemudian. "Selain itu kau harus melakukan operasi mata supaya keadaan matamu kembali sempurna.""Tidak, itu tidak diperlukan lagi.""....""Aku membutuhkanmu sebagai seorang ayah, itu sudah lebih dari cukup bagiku.""Apakah karena istrimu?" tanya Jovan ragu.Jono terdiam. Berbicara soal istrinya melukai harga dirinya. Kilatan kebencian jelas terlihat di wajah putranya sehingga Jovan meras
Hahaha, sangat mudah ternyata."Aku ingin mobil dengan atap terbuka," katanya kemudian."Baik, Pak. Saya akan segeralah membawa mobil itu untuk bapak.""Hei, apa kau bercanda?" tiba-tiba Jono merasa ragu lagi."Maaf?""Apa kau sungguh mengabulkan mobil itu?""Tentu, Pak.""Hahaha, baiklah, bawakan untukku."Rasa tak percaya dan juga bahagia bercampur aduk dalam pikirannya. Ia benar-benar merasakan enaknya menjadi kaya raya sekarang ini. Lalu iapun menyusut darah yang mengalir di sudut bibirnya."Winda, Desta, kalian akan membuatku seperti ini, aku tidak akan melepaskan kalian berdua," katanya dengan mengepalkan tangannya.Setelah bangkit dan membersihkan diri, sekarang ia menunggu ucapan dalam percakapan di ponsel itu terbukti. Dan ternyata benar, tak lama kemudian sebuah mobil berwarna hitam pekat sudah berada di pekarangan rumah dengan seorang sopir."Selamat siang Pak Jono, mob
Hanah tak perduli, dia masih penasaran dengan lelaki itu."Serius, aku kecewa dengan selera kamu Hanah. Coba pikirkan level kamu dengannya, bahkan aku tidak mengira dia membayar berkuliah di sini. Bisa saja dia cuma siswa penerima bantuan.""Terserah kalian mau bilang apa, aku kan cuma penasaran, kenapa kalian ribut?""Enggak Han, kamu itu tertarik sama tuh cowok."Hanah menggigit bibirnya, "Dia sudah beristri, aku bisa apa," lirihnya nyaris tak terdengar.Sementara itu Jono melenggang ke area kampus dengan tenang. Saat itu ia melihat seorang gadis yang cukup di kenalnya berada di sudut ruangan."Laila?" gumamnya keheranan. "Apa dia sungguh berkuliah di sini?"Gadis itu masih fokus dengan penjelasan seorang dosen di depan kelas. Tentu saja Jono sangat terkejut melihat Laila yang dulu bekerja sebagai pelayan di rumahnya berada dalam satu ruangan dengannya.Beberapa menit kemudian dosen sudah selesai dengan mata k