"Tidakkah kau masih membutuhkan Desta juga untuk membiayai pengobatanmu?" jawab Winda lirih mencari alasan.
Hal ini membuat Jono menahan senyum sinis untuk keluar di wajahnya.
"Kau memang pengertian, itukah sebabnya kau sangat baik dengan temanku itu? Karena jasanya pada suamimu?" kata Jono tapi sebenarnya ada hal lain yang sedang muncul di kepalanya.
Setelah melontarkan ucapan itu, Jono menyeret langkahnya keluar rumah, menghirup udara malam yang dingin. Tapi itu lebih baik, daripada melihat istrinya yang memuakkan!Wajah Jono berkerut, seolah menanggung beban yang berat.Memikirkan Desta sepertinya bukan tipe lelaki yang bersih dalam bisnis, seharusnya ia bisa melakukan sesuatu.
Spekulasi memang, tapi itulah peruntungan!Erwin pasti sangat berguna membuat Desta mendapatkan masalah secara hukum.Tapi cela itu, bagaimana caranya untuk mengetahui?
Segera ia menghubungi pak Burhan, sopir Desta sekaligus utusan ayahnya."Cari kelemahan perusahaan Desta, aku akan membuatnya dipenjara," titah Jono.Pak Burhan yang mendapat perintah sedikit terkejut. Bukan karena tidak mau, tapi sikap dominasi Jono yang selama ini tak pernah ditunjukkannya."Pak Jono... masalah ini... bukankah melampaui batas dan juga melanggar hukum? Wewenang kita...""Kalau kau tak mau, aku yang akan melakukannya sendiri, bukankah kau adalah utusan ayahku?"Burhan langsung terdiam. Itu cukup menohok perasaannya."Baiklah, tapi saya harus melaporkan hal ini kepada Ayah pak Jono terlebih dahulu.""Terserah, selama kau melakukannya dengan baik."Jono menutup ponselnya cepat. Tangannya sedikit bergetar karena sangat gugup sejak kemarin.Yang jelas ia tidak akan melewatkan kesempatan begitu saja sehingga kehilangan peluang untuk membalas dendam. Ayahnya juga harus menanggung ini!Huft! Banyak uang seharusnya berguna!Ia mulai sedikit bersemangat.
Jadi setelah melakukan panggilan secara sembunyi-sembunyi di luar rumah, Jono masuk rumah dengan tenang.Suasana rumah mereka sudah dingin, tiada kehangatan lagi.Ketegangan terlihat di wajah mereka berdua meskipun masih dalam satu tempat tidur.Dengan keisengannya, Jono berbaring menghadap samping ke arah Winda, lalu iapun mengulurkan tangannya untuk memeluk tubuh Winda.Kali ini ia sungguh merasa kehilangan hasrat kepada istrinya dan justru merasa sangat tersiksa.Ya, seperti menyentuh botol air panas...sangat panas bahkan, tapi bukan gairah yang panas.Ia mengamati gerakan mata istrinya yang gelisah, tapi biarlah, mari sama-sama bertahan di sini, batinnya.Winda pun merasa gerah dan menggeser tubuhnya untuk menjauh. Akan tetapi kini Jono secara diluar dugaannya langsung menarik tubuh Winda dalam pelukannya."Winda, jangan mengira aku tidak tahu apa yang kamu lakukan di belakangku," ujarnya sangat pelan di telinga Winda."Percayalah bahkan jika kau menyembunyikan sesuatu di dalam sini kebusukan, aroma busuk itu pasti keluar meskipun kau memakai parfum yang paling wangi," lirihnya lagi dengan suara parau. Sementara itu tangannya menyusup ke dalam pakaian Winda di bagian perutnya. Jono begitu intens mengatakannya dan melakukan manuver.Perempuan itu berusaha meronta dan melepaskan diri, tapi Jono tidak melepaskan."Mas, lepaskan aku, Mas. Tolong...," ujarnya dengan suara sesak."Kenapa Winda? Aku adalah suami kamu, aku berhak memelukmu seperti ini. Tapi sebenarnya... ini rasanya tidak seperti dulu lagi. Kau tahu kenapa? Kau tau kenapa? Hah?" kata Jono mengulangi pertanyaan sambil mengetatkan pelukannya."Mas, kau pasti salah faham, kumohon... aku bisa jelaskan semuanya, tapi tolong lepaskan aku!" pinta Winda minta dilepaskan karena kuatnya pelukan itu.Tunggu, ini bukan pelukan, tapi kekerasan, resah Winda. Ia sangat takut dengan perbuatan Jono dan ia khawatir Jono melakukan sesuatu padanya.Rabaan Jono lebih jauh lagi dalam setiap senti tubuh Winda ditambah cengkraman yang menyakitkan."Tenang saja Winda, aku sudah menyiapkan perceraian denganmu, aku hanya mau bermain-main dengan tubuh murahan ini. Bukankah seharusnya boleh?"Deg!Perceraian? Bagaimana bisa secepat itu? Kenapa? Apa dia tidak sedang main-main?"Mas, kau bicara apa? Apa salahku?! Akh!" Winda memekik saat tarikan di bagian rambutnya memaksanya untuk melihat arah Jono."Mas, kau menyakitiku," keluhnya saat terlepas dari cengkraman Jono.Jono melepaskan Winda, ia sedikit reda saat teringat misinya baru saja dimulai. Ya, ia baru memulainya dari sisi Desta dan belum melihat hasilnya. Bagaimana bisa ia sekasar ini pada mainannya?Tak lama kemudian Winda yang memegangi lehernya karena bekas pelukan keras Jono tadi merengut. "Ini sangat sakit, kenapa kau sekasar ini sekarang," keluhnya."Apakah sesakit itu?" cicit Jono tanpa merasa bersalah.Wanita itu hanya diam, ia cukup kesal tapi hari sudah larut malam sementara tubuhnya sudah lelah untuk bisa mendebat suaminya.Perlahan ia pun menutup tubuhnya dengan selimut.
Winda bahkan masih sempat berharap Desta akan menghiburnya esok hari.
Hanya saja, saat terbangun, Winda terkejut kala menemukan suaminya sudah tidak di tempat tidur.
Ia juga sudah tidak melihat koper besar milik mereka di dekat dipan.
"Ke mana dia? Kenapa tidak ada koper semalam?" Winda mulai panik dan turun dari tempat tidur.Ia mulai mencari keberadaan Jono di ruang lain dan akhirnya ia mendapati Jono ada di ruang tamu.
Seketika, Winda bernapas lega karena Jono belum pergi. Akan tetapi, ia mulai berdebar karena melihat kedatangan mobil Desta dan berhenti di pekarangan rumah. Pria itu menyapa Jono dan masuk ke ruang tamu."Apa yang dilakukannya? Kenapa Desta ada di sini?" gusar Winda. Ia mulai mengkhawatirkan sesuatu."Bagaimana kabarmu, Jono?" Terdengar suara Desta menyapa Jono. Pria itu sepertinya tak tahu kalau Jono telah curiga padanya.Di sisi lain, Jono hanya tersenyum biasa. "Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja.""Oh syukurlah, itu sangat bagus. Lalu apa yang membuatmu memintaku datang ke mari?" tanya Desta penasaran. Namun, Jono dapat merasakan bahwa temannya itu tengah mencari-cari keberadaan Winda.'Menjijikan!' batin Jono muak.
Saat datang dulu, ia berharap kehidupan yang lebih baik meski buta.
Jono bersyukur memiliki sahabat seperti Desta.
Tapi, siapa sangka dia malah ditusuk seperti ini?
Kini, Jono bahkan sanksi bila Desta ingin dirinya sembuh.
Baiklah, tak usah basa-basi lagi. Jono akan mulai membalas mereka dengan caranya!"Aku memintamu datang untuk berpamitan, kami akan pulang kembali ke Jakarta," ucap Jono, tenang."Apa?!" Desta langsung menyipitkan matanya dan melihat Winda yang berdiri di dekat tirai."Apa tidak boleh?" tanya Jono santai."Uhm," deham Desta menormalkan diri, "kenapa tiba-tiba? Bukankah seharusnya kau masih dalam perawatan?" "Begitulah, kami harus kembali karena tidak ada yang bisa kulakukan di sini." Jono lalu merunduk, mengambil sesuatu di bawah meja."Dan ini, ini adalah uang yang pernah kau berikan padaku, aku sudah memilikinya dan sekarang aku kembalikan," katanya sambil menunjuk sebuah amplop besar ditangannya .Brak!Hal itu membuat Desta dan Winda semakin melongo.Desta mendekati amplop tersebut dan membukanya."Sejumlah uang yang banyak ini... bagaimana kau mendapatkannya?" tanya Desta keheranan. "Selama ini kau tidak bekerja, bagaimana bisa mendapatkan uang sebanyak ini?"Pria itu lalu mengitari beberapa perabotan mahal miliknya, seolah kuatir sesuatu telah dijual teman butanya."Terima saja uang itu tanpa harus bertanya bagaimana aku mendapatkannya," balas Jono, setidaknya ia tidak terbebani lagi dengan kebaikan Desta.Tak banyak yang bisa Jono simpulkan
"Kau... kau sungguh mau membayarnya, Mas?" Wajah Winda tersirat keraguan, sangat aneh rasanya karena tiba-tiba Jono punya uang dalam jumlah besar."Hmm, tentu saja. Aku yang akan membayarnya."Kini, Laila tak bisa berkata-kata. Ia memang membutuhkan uang itu untuk mengobati sang ibu yang sedang berada di rumah sakit saat ini, dan uang gaji ini memang sangat berarti.Pagi itu, Laila menerima pembayaran dari Jono sebagai gaji terakhirnya. Bagaimanapun, ia sangat berterima kasih karena Jono membayarnya dengan gaji penuh dan juga bonus yang cukup besar.Jono memberikan uang itu disaat Desta dan Winda sedang keluar rumah karena Winda mengantar Desta yang hendak kembali. Saat itulah, Jono memberikan sejumlah uang bonus tersebut tanpa diketahui siapa pun."Terima kasih banyak, Pak. Uang ini sangat berarti buat saya, saya akan berterimakasih dan mudah-mudahan bisa membalas kebaikan pak Jono suatu hari nanti," katanya dengan meneteskan air mata.Setelah itu, Laila pulang dan Winda sudah me
Di sisi lain, Winda yang tidak habis pikir kenapa Jono melakukannya.Ia mulai masuk ke kamar yang satu lagi, kamar yang lebih sempit dan pengap."Lihat saja nanti, aku tidak akan hidup seperti ini lagi," gerutunya. "Aku akan menelepon Desta dan mengirim uang untukku, aku tidak akan sudi tinggal di tempat kumuh ini!"Winda sangat kesal, tapi ia hanya bisa meluapkan amarahnya di balik tembok kamar yang sekarang ia tempati. Sepertinya harapan indah untuk menjadi wanita modis sudah semakin menipis.****Keesokan harinya, Jono bangun pagi dan mendapati rumah masih berantakan. Ia juga tidak melihat ada makanan di meja dapur padahal ia sudah berpesan untuk memasak makanan dengan sejumlah uang yang ia berikan. Tapi nyatanya Winda masih tidur pulas di kamarnya.Ia pun hanya menggelengkan kepalanya dan segera membersihkan tubuhnya. Lalu, pergi dengan mengunci kembali pintu rumahnya.Winda segera bangkit dan tersenyum licik. Ia sengaja pura-pura tidur dan tidak memasak untuk Jono."Rasakan, inil
Dengan gusar pria itu mengepalkan tangannya, ia tak sanggup untuk bercerita."Suatu saat, kau akan tahu bagaimana kisah pernikahan kamu," pelan Jovan kemudian.Jono mengangguk, menerima ucapan ulang ayah."Jono, aku adalah ayahmu, aku berharap kau bisa menggantikan posisiku karena aku sudah tidak muda lagi, kau harus bersedia?" kata Jovan menegaskan."Aku butuh waktu untuk memikirkannya." jawabnya.Hal itu tentu saja membuat Jovan sedikit kecewa"Terserah padamu, tapi aku tidak bisa menunggu lama," katanya kemudian. "Selain itu kau harus melakukan operasi mata supaya keadaan matamu kembali sempurna.""Tidak, itu tidak diperlukan lagi.""....""Aku membutuhkanmu sebagai seorang ayah, itu sudah lebih dari cukup bagiku.""Apakah karena istrimu?" tanya Jovan ragu.Jono terdiam. Berbicara soal istrinya melukai harga dirinya. Kilatan kebencian jelas terlihat di wajah putranya sehingga Jovan meras
Hahaha, sangat mudah ternyata."Aku ingin mobil dengan atap terbuka," katanya kemudian."Baik, Pak. Saya akan segeralah membawa mobil itu untuk bapak.""Hei, apa kau bercanda?" tiba-tiba Jono merasa ragu lagi."Maaf?""Apa kau sungguh mengabulkan mobil itu?""Tentu, Pak.""Hahaha, baiklah, bawakan untukku."Rasa tak percaya dan juga bahagia bercampur aduk dalam pikirannya. Ia benar-benar merasakan enaknya menjadi kaya raya sekarang ini. Lalu iapun menyusut darah yang mengalir di sudut bibirnya."Winda, Desta, kalian akan membuatku seperti ini, aku tidak akan melepaskan kalian berdua," katanya dengan mengepalkan tangannya.Setelah bangkit dan membersihkan diri, sekarang ia menunggu ucapan dalam percakapan di ponsel itu terbukti. Dan ternyata benar, tak lama kemudian sebuah mobil berwarna hitam pekat sudah berada di pekarangan rumah dengan seorang sopir."Selamat siang Pak Jono, mob
Hanah tak perduli, dia masih penasaran dengan lelaki itu."Serius, aku kecewa dengan selera kamu Hanah. Coba pikirkan level kamu dengannya, bahkan aku tidak mengira dia membayar berkuliah di sini. Bisa saja dia cuma siswa penerima bantuan.""Terserah kalian mau bilang apa, aku kan cuma penasaran, kenapa kalian ribut?""Enggak Han, kamu itu tertarik sama tuh cowok."Hanah menggigit bibirnya, "Dia sudah beristri, aku bisa apa," lirihnya nyaris tak terdengar.Sementara itu Jono melenggang ke area kampus dengan tenang. Saat itu ia melihat seorang gadis yang cukup di kenalnya berada di sudut ruangan."Laila?" gumamnya keheranan. "Apa dia sungguh berkuliah di sini?"Gadis itu masih fokus dengan penjelasan seorang dosen di depan kelas. Tentu saja Jono sangat terkejut melihat Laila yang dulu bekerja sebagai pelayan di rumahnya berada dalam satu ruangan dengannya.Beberapa menit kemudian dosen sudah selesai dengan mata k
Wiliam masih diam memperhatikan Jono.Ia tidak melihat Jono datang sebagai pengacau. Bisa jadi Jono memanglah kerabat istrinya."Kalau begitu, kita adalah orang dekat. Maaf karena aku tidak mengenalmu," kata Wiliam merendah."Bagus. Tapi aku memintamu untuk membatalkan kerja sama dengan Gress korporasi, bukankah perusahaan itu tidak terlalu bagus untukmu?"Gress adalah perusahaan milik Desta, perusahaan tersebut sedang devisit dan nyaris tumbang karena kekacauan manajemen."Tapi... bagaimana kau bisa tahu soal itu? Aku bahkan belum memutuskan apapun."Jono tertawa tanpa suara, ia juga tahu perusahaan Wiliam dalam kondisi pailit. Bagaimana dia bisa tahu? Ah, apa susahnya jika memiliki banyak uang? "Putuskan saja sekarang, lalu jual perusahaanmu padaku, beres bukan?"Mendengar hal itu Wiliam malah heran sekarang. Air wajahnya berubah merah padam. Tersinggung."Jangan percaya, sayang. Dia cuma orang miski
Hati Winda meremang, ia merasa Jono telah menipunya selama ini. Ini sangat tidak adil karena hidupnya sangat sengsara waktu itu."Mas, apa semua ini nyata?" Winda mengejar langkah Jono yang menuju gerbang sementara pengawal masih mengekor di belakang Jono.Jono meliriknya sekilas, dia hanya melihat seujung kuku, seolah tak pernah mengenalnya."Mas, jelaskan padaku, kau sengaja menyembunyikan kekayaanmu supaya aku tidak memintanya darimu? Apa sih tujuanmu sebenarnya?!" ujarnya dan menarik ujung kemeja yang dikenakan Jono.Tak ayal lagi Jono tidak bisa melanjutkan langkahnya. Ia terhenti karena tarikan Winda."Kau siapa berani bertanya tujuanku? Kalau memang seperti itu, bukankah lebih menyenangkan kamu? Kita sudah bebas sekarang, menikah saja dengan Desta, jangan urusi hidupku!""Mas! Kau harus membayar kesalahanmu karena menipuku!" teriak Winda, tapi Jono sudah tidak menggubrisnya.Desta juga bisa melihatnya, melihat bag