Share

Enam

"Tidakkah kau masih membutuhkan Desta juga untuk membiayai pengobatanmu?" jawab Winda lirih mencari alasan.

Hal ini membuat Jono menahan senyum sinis untuk keluar di wajahnya.

"Kau memang pengertian, itukah sebabnya kau sangat baik dengan temanku itu? Karena jasanya pada suamimu?" kata Jono tapi sebenarnya ada hal lain yang sedang muncul di kepalanya.

Setelah melontarkan ucapan itu, Jono menyeret langkahnya keluar rumah, menghirup udara malam yang dingin. Tapi itu lebih baik, daripada melihat istrinya yang memuakkan!

Wajah Jono berkerut, seolah menanggung beban yang berat.

Memikirkan Desta sepertinya bukan tipe lelaki yang bersih dalam bisnis, seharusnya ia bisa melakukan sesuatu.

Spekulasi memang, tapi itulah peruntungan!

Erwin pasti sangat berguna membuat Desta mendapatkan masalah secara hukum.

Tapi cela itu, bagaimana caranya untuk mengetahui?

Segera ia menghubungi pak Burhan, sopir Desta sekaligus utusan ayahnya.

"Cari kelemahan perusahaan Desta, aku akan membuatnya dipenjara," titah Jono.

Pak Burhan yang mendapat perintah sedikit terkejut. Bukan karena tidak mau, tapi sikap dominasi Jono yang selama ini tak pernah ditunjukkannya.

"Pak Jono... masalah ini... bukankah melampaui batas dan juga melanggar hukum? Wewenang kita..."

"Kalau kau tak mau, aku yang akan melakukannya sendiri, bukankah kau adalah utusan ayahku?"

Burhan langsung terdiam. Itu cukup menohok perasaannya.

"Baiklah, tapi saya harus melaporkan hal ini kepada Ayah pak Jono terlebih dahulu."

"Terserah, selama kau melakukannya dengan baik."

Jono menutup ponselnya cepat. Tangannya sedikit bergetar karena sangat gugup sejak kemarin.

Yang jelas ia tidak akan melewatkan kesempatan begitu saja sehingga kehilangan peluang untuk membalas dendam. Ayahnya juga harus menanggung ini!

Huft! Banyak uang seharusnya berguna!

Ia mulai sedikit bersemangat.

Jadi setelah melakukan panggilan secara sembunyi-sembunyi di luar rumah, Jono masuk rumah dengan tenang.

Suasana rumah mereka sudah dingin, tiada kehangatan lagi.

Ketegangan terlihat di wajah mereka berdua meskipun masih dalam satu tempat tidur.

Dengan keisengannya, Jono berbaring menghadap samping ke arah Winda, lalu iapun mengulurkan tangannya untuk memeluk tubuh Winda.

Kali ini ia sungguh merasa kehilangan hasrat kepada istrinya dan justru merasa sangat tersiksa.

Ya, seperti menyentuh botol air panas...sangat panas bahkan, tapi bukan gairah yang panas.

Ia mengamati gerakan mata istrinya yang gelisah, tapi biarlah, mari sama-sama bertahan di sini, batinnya.

Winda pun merasa gerah dan menggeser tubuhnya untuk menjauh. Akan tetapi kini Jono secara diluar dugaannya langsung menarik tubuh Winda dalam pelukannya.

"Winda, jangan mengira aku tidak tahu apa yang kamu lakukan di belakangku," ujarnya sangat pelan di telinga Winda.

"Percayalah bahkan jika kau menyembunyikan sesuatu di dalam sini kebusukan, aroma busuk itu pasti keluar meskipun kau memakai parfum yang paling wangi," lirihnya lagi dengan suara parau.

Sementara itu tangannya menyusup ke dalam pakaian Winda di bagian perutnya. Jono begitu intens mengatakannya dan melakukan manuver.

Perempuan itu berusaha meronta dan melepaskan diri, tapi Jono tidak melepaskan.

"Mas, lepaskan aku, Mas. Tolong...," ujarnya dengan suara sesak.

"Kenapa Winda? Aku adalah suami kamu, aku berhak memelukmu seperti ini. Tapi sebenarnya... ini rasanya tidak seperti dulu lagi. Kau tahu kenapa? Kau tau kenapa? Hah?" kata Jono mengulangi pertanyaan sambil mengetatkan pelukannya.

"Mas, kau pasti salah faham, kumohon... aku bisa jelaskan semuanya, tapi tolong lepaskan aku!" pinta Winda minta dilepaskan karena kuatnya pelukan itu.

Tunggu, ini bukan pelukan, tapi kekerasan, resah Winda. Ia sangat takut dengan perbuatan Jono dan ia khawatir Jono melakukan sesuatu padanya.

Rabaan Jono lebih jauh lagi dalam setiap senti tubuh Winda ditambah cengkraman yang menyakitkan.

"Tenang saja Winda, aku sudah menyiapkan perceraian denganmu, aku hanya mau bermain-main dengan tubuh murahan ini. Bukankah seharusnya boleh?"

Deg!

Perceraian? Bagaimana bisa secepat itu? Kenapa? Apa dia tidak sedang main-main?

"Mas, kau bicara apa? Apa salahku?! Akh!" Winda memekik saat tarikan di bagian rambutnya memaksanya untuk melihat arah Jono.

"Mas, kau menyakitiku," keluhnya saat terlepas dari cengkraman Jono.

Jono melepaskan Winda, ia sedikit reda saat teringat misinya baru saja dimulai. Ya, ia baru memulainya dari sisi Desta dan belum melihat hasilnya. Bagaimana bisa ia sekasar ini pada mainannya?

Tak lama kemudian Winda yang memegangi lehernya karena bekas pelukan keras Jono tadi merengut. "Ini sangat sakit, kenapa kau sekasar ini sekarang," keluhnya.

"Apakah sesakit itu?" cicit Jono tanpa merasa bersalah.

Wanita itu hanya diam, ia cukup kesal tapi hari sudah larut malam sementara tubuhnya sudah lelah untuk bisa mendebat suaminya.

Perlahan ia pun menutup tubuhnya dengan selimut.

Winda bahkan masih sempat berharap Desta akan menghiburnya esok hari. 

Hanya saja, saat terbangun, Winda terkejut kala menemukan suaminya sudah tidak di tempat tidur.

Ia juga sudah tidak melihat koper besar milik mereka di dekat dipan.

"Ke mana dia? Kenapa tidak ada koper semalam?"

Winda mulai panik dan turun dari tempat tidur.

Ia mulai mencari keberadaan Jono di ruang lain dan akhirnya ia mendapati Jono ada di ruang tamu.

Seketika, Winda bernapas lega karena Jono belum pergi. Akan tetapi, ia mulai berdebar karena melihat kedatangan mobil Desta dan berhenti di pekarangan rumah. Pria itu menyapa Jono dan masuk ke ruang tamu.

"Apa yang dilakukannya? Kenapa Desta ada di sini?" gusar Winda. Ia mulai mengkhawatirkan sesuatu.

"Bagaimana kabarmu, Jono?" Terdengar suara Desta menyapa Jono. Pria itu sepertinya tak tahu kalau Jono telah curiga padanya.

Di sisi lain, Jono hanya tersenyum biasa. "Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja."

"Oh syukurlah, itu sangat bagus. Lalu apa yang membuatmu memintaku datang ke mari?" tanya Desta penasaran. Namun, Jono dapat merasakan bahwa temannya itu tengah mencari-cari keberadaan Winda.

'Menjijikan!' batin Jono muak.

Saat datang dulu, ia berharap kehidupan yang lebih baik meski buta.

Jono bersyukur memiliki sahabat seperti Desta. 

Tapi, siapa sangka dia malah ditusuk seperti ini?

Kini, Jono bahkan sanksi bila Desta ingin dirinya sembuh. 

Baiklah, tak usah basa-basi lagi. Jono akan mulai membalas mereka dengan caranya!

"Aku memintamu datang untuk berpamitan, kami akan pulang kembali ke Jakarta," ucap Jono, tenang.

"Apa?!" Desta langsung menyipitkan matanya dan melihat Winda yang berdiri di dekat tirai. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status