Share

Bab 12

Author: Benjamin
Daffa terbangun keesokan harinya dengan perasaan bahagia. Dia tertidur lelap semalam. Fakta bahwa dia juga merupakan pria kaya raya juga ikut meningkatkan kebahagiaannya. Dia tidak perlu berusaha keras mendapatkan uang supaya dia bisa makan lagi. Dia melihat sekitar kamarnya dan mendapati bahwa teman-temannya sudah pergi ke kelas. Mereka berada di departemen yang berbeda dengannya, departemen Penyiaran dan Media, jadi mereka memiliki kelas hari ini.

Daffa pun mandi dan menyegarkan dirinya sebelum memakai pakaian jeleknya. Perutnya yang berbunyi mengingatkannya bahwa dia lapar. Dia hampir pergi ke kantin kampus karena kebiasaannya, tapi memutuskan untuk tidak pergi ke sana. Dia sudah tidak miskin lagi sekarang. Setelah membeli baju baru, dia akan makan di Hotel Sky Golden.

Daffa menaiki taksi ke mal terbesar di daerah sana, daerah tempat ayah Dilan Handoko memiliki sebuah restoran. Daerah tersebut merupakan daerah yang terkenal karena terdapat beberapa bisnis dan perusahaan terkemuka di sana. Hanya orang kaya dan berkecukupan yang bisa membayar hal-hal yang terjual di sana. Karena itu, Daffa tidak pernah memiliki kesempatan untuk pergi ke sana sebelumnya. Dia dulu adalah orang miskin, jadi tidak ada yang bisa dibeli di sana. Namun, itu sudah berbeda sekarang.

Taksi itu berhenti agak jauh dari mal. Daffa-lah yang memintanya karena dia ingin melihat-lihat daerah itu. Dia sekarang adalah pemilik dari seluruh daerah tersebut, jadi pantas baginya untuk melihat-lihat apakah bisnisnya berjalan dengan baik.

Setelah melihat-lihat selama lebih dari 30 menit, dia akhirnya tiba di mal. Ketika Daffa sampai di sana, dia bisa melihat beberapa mobil mahal terparkir di parkiran. Kekayaan dari daerah itu tidak dilebih-lebihkan, karena itu Dilan Handoko juga bisa membeli mobil seharga 30 triliun rupiah.

Daffa mungkin akan menciut jika dia datang ke sini ketika dia masih miskin, tapi dia sudah tidak begitu lagi sekarang. Lagi pula, dia sekarang memiliki dua mobil super. Dibandingkan dengan itu, mobil-mobil di sini tidak ada bandingannya dengannya.

Dia berjalan dengan acuh tak acuh dan santai ke pintu masuk mal. Satpam yang berjaga di pintu masuk melihat Daffa berjalan ke arah pintu masuk dan mengernyitkan dahinya. Sekali lihat pun dia tahu kalau Daffa adalah orang miskin. Dia bertanya-tanya apa yang orang itu lakukan di tempat yang mahal seperti ini. Dia terlihat tidak bisa membeli barang apa pun yang di jual di mal itu.

Satpam tersebut memindai Daffa lagi sebelum menghela nafas. Lagi pula, itu bukan urusannya. Jika dia ingin masuk mal, dia boleh melakukannya. Tugasnya di sana hanyalah meredam semua gangguan dan menjaga keamanan di mal itu. Yang terpenting baginya adalah di akhir bulan dia akan menerima gajinya.

Daffa menyapa satpam yang berjaga di pintu masuk gedung dengan senyum lebar. Satpam itu menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dari sapaannya, lalu memindai Daffa untuk memastikan bahwa dia tidak sedang membawa barang-barang berbahaya pada dirinya sebelum memperbolehkannya masuk ke dalam mal. Daffa tersenyum lagi pada satpam itu sebelum memasuki mal.

Daffa mengagumi kemewahan interior mal seraya dia berjalan, sebelum akhirnya berhenti di depan pintu masuk toko baju terkenal, Louis Vuitton. Daffa tersenyum lagi sebelum masuk ke dalam.

Bagian dalam toko tersebut sesuai dengan nama desainernya. Kemewahan merupakan kata yang tepat untuk mendeskripsikannya. Ada banyak macam pakaian tersedia di sana, mulai dari pakaian santai sampai pakaian mewah. Daffa masih melihat-lihat pakaian di sana ketika seorang pramuniaga wanita buru-buru menghampirinya.

“Halo, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?” tanya pramuniaga tersebut dengan sopan. Dia akhirnya menemukan pelanggan pertama, jadi dia berharap pria itu akan membeli beberapa pakaian. Lagi pula, dia akan menerima komisi untuk setiap penjualan yang dia hasilkan.

“Aku ingin membeli beberapa pakaian,” jawab Daffa.

“Baik, Tuan. Pakaian macam apa yang Anda cari?” tanya pramuniaga itu.

Daffa melihat-lihat sekitar toko baju itu sebelum menjawab pramuniaga itu.

“Aku ingin beberapa pakaian santai,” jawab Daffa. Setelah menimbang-nimbang dengan berhati-hati, dia akhirnya memutuskan untuk membeli pakaian santai. Dia hanya ingin terlihat bagus dan enak dipandang. Berpakaian yang terlalu mewah hanya akan menarik perhatian yang tidak dia inginkan, setidaknya tidak untuk sekarang.

“Tambahkan juga beberapa setelan jas,” tambah Daffa. Dia membutuhkan berbagai macam pakaian untuk segala jenis acara. Lagi pula, dia tidak bisa ke mana-mana dengan selalu berpakaian santai.

Pramuniaga wanita itu tersenyum dan mengangguk mengerti sebelum menuntun Daffa pada bagian dari toko baju tempat pakaian santai dan setelan jas terpampang. Mereka berdua memilih beberapa pakaian santai dan tiga setelan jas berbeda.

Daffa merasa puas dengan pilihan pramuniaga wanita tersebut. Walaupun mereka tidak mencolok, mereka tetap memberikan kesan mewah. Itu adalah tipe pakaian yang tidak akan terlalu diperhatikan jika seseorang memakainya di jalanan.

Namun, setelan jasnya lebih mewah daripada pakaian santainya. Mereka semua merupakan setelan tiga potong dan semuanya memberikan kesan kemegahan. Daffa juga merasa puas dengan semua setelan jasnya.

Karena kedua orang itu telah memilih cukup banyak pakaian, karena Daffa tidak memiliki banyak pakaian sebelumnya, mereka berdua membawa tas belanja yang banyak yang terdapat pakaiannya di dalamnya.

Sebelum mereka tiba di kasir tempat Daffa akan membayar semua pakaiannya, Daffa bertabrakan dengan seseorang, menjatuhkan beberapa tas belanja yang dia bawa ke lantai. Daffa tahu itu adalah salahnya karena pandangannya tertutupi oleh banyaknya tas belanja yang dia bawa. Walaupun begitu, sebelum dia bisa meminta maaf pada seseorang yang dia tabrak, orang itu sudah angkat bicara.

“Hei! Apakah kamu bodoh? Kamu tidak bisa melihat dengan benar? Orang bodoh macam apa kamu?!” seru pria itu dengan amarah.

Daffa mengerutkan keningnya. Dia bukan melakukannya karena mendengar kata-kata kasar yang dilontarkan padanya, tapi karena suara tersebut terdengar sangat familier. Dia meletakkan sisa tas belanjanya dengan rapi di lantai sebelum berbalik untuk menghadap orang itu.

Namun, begitu dia berbalik, dia langsung mengernyitkan alisnya, karena orang yang dia tabrak tidak lain adalah Dilan Handoko dan mantan pacarnya, Sarah Kusuma.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Suherman Syah
hajar terus dilan yg sombong itu
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 665

    Wanita itu menjelaskan, “Aku kehabisan uang dan mereka bilang mereka akan membayarku dengan bayaran yang tinggi untuk melakukan ini. Yang perlu kulakukan hanyalah membawa kamera ketika datang kemari.”Daffa mengernyit. “Bagaimana caranya kamu masuk kemari?” Nada bicaranya dingin. Penjelasan wanita itu tidak berarti apa-apa baginya.Wanita itu menelan ludah. “Aku tidak tahu. Mereka menyuruhku untuk meminum ramuan, setelah itu aku kehilangan kesadaranku. Ketika aku terbangun, aku sudah ada di sini.”Daffa mengernyit mendengarnya. Wanita itu berseru, “Tunggu! Aku bersumpah aku mengatakan yang sebenarnya!”Dia tahu Daffa tidak puas dengan jawabannya, tapi hanya itu yang dia ketahui. Dia menatap Daffa sambil menangis saat Daffa berkata, “Apakah kamu perlu berteriak padaku seperti itu?”Dia berkata dengan gemetar, “Maaf, a … aku tidak bermaksud.”Mata Daffa masih dingin, tapi dia melepaskan wanita itu. Akan tetapi, ini tidak membuat wanita itu tenang. Sebaliknya, wanita itu menegang da

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 664

    Bram menatap dia dengan tenang. “Mungkin kamu akan mempertimbangkan untuk memberitahuku kenapa kamu ada di sini jika kamu tidak ingin mati.”Pria itu tertawa terbahak-bahak. Daffa mengernyit dan berkata, “Bram, bawa dia pergi supaya kamu bisa menginterogasinya nanti.”Bram langsung mengulurkan tangannya untuk memegang pria itu—kecepatannya membuat mata Daffa berbinar. Seperti yang dia duga, Bram adalah ahli bela diri yang tampaknya lebih cakap dibandingkan semua orang yang ada di sana, termasuk Daffa. Ini membuat Daffa ingin bertarung dengannya, tapi ini tentunya bukan waktu yang tepat untuk itu. Dia berusaha sekeras mungkin untuk menahan keinginannya untuk menerkam Bram.Pada saat ini, Edward dan Briana muncul. Dari langkah kaki dan napas mereka, Daffa tahu mereka telah berlari sampai ke sini, membuatnya mengangkat sebelah alisnya. Dia menoleh untuk melihat ke arah pintu dan berkata, “Bram, tunggu sebentar.”Bram tidak tahu kenapa Daffa tiba-tiba menghentikannya, tapi dia melakuka

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 663

    Daffa menunjuk ke arah kamar mandi saat dia berbicara. “Kamu bisa periksa kamar mandinya jika kamu mau. Itu sama saja seperti kamar mandi lainnya. Tidak ada apa pun yang memungkinkan aku untuk mengunggah apa pun di internet.” Dia menatap Bram yang masih terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu. Sebagai ahli bela diri terbangkit, Daffa langsung tahu apa yang Bram pikirkan dan bibirnya pun berkedut. Daffa menatap Bram dengan tatapan tidak berdaya dan berkata, “Dengar, kamera-kamera itu tidak ada hubungannya denganku.”Bram langsung menghela napas lega. Daffa menahan keinginannya untuk memutar bola matanya dan berbalik untuk melihat wanita tadi sambil mengetukkan jari-jarinya di sandaran tangan sofa. Suasananya menjadi sangat tegang hingga Bram menundukkan kepalanya lagi, memandang lantai.Setelah beberapa detik, Daffa berujar, “Bram.” Itu membuat Bram merinding dan menundukkan kepalanya makin dalam. Bram tidak dapat membayangkan apa yang hendak Daffa katakan dan keringat membasahi ken

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 662

    Daffa mengangkat sebelah alisnya. Dia memegang leher wanita itu dan melemparkannya ke dalam bak mandi, membuatnya megap-megap karena dia berusaha bernapas. Daffa mengabaikannya, memakai celananya, dan meletakkan tangannya di kenop pintu. Di dalam benaknya, vila Keluarga Halim adalah tempat baginya untuk bersantai dan menjalani waktu yang damai, tapi tampaknya dia keliru. Dia membuka pintu untuk melihat Erin berdiri di sana dan bibirnya berkedut. “Kukira kamu akan menunggu di luar.” Dia tidak memakai atasan karena lemari pakaiannya ada di luar.Tentunya, Erin tidak menduga akan melihat Daffa seperti ini. Dia merona dan memalingkan diri dari Daffa, tapi tidak dapat berjalan pergi—rasanya seakan-akan kakinya dilem ke lantai. Namun, mungkin otaknya berhenti berfungsi dan tidak dapat menyuruh kakinya untuk bergerak. Bagaimanapun, Erin tidak pergi.Daffa tampak terkejut oleh itu, tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Alih-alih, dia berjalan melewati Erin dan memasuki ruang gantinya, muncul ke

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 661

    Wanita itu tetap terdiam di tempatnya, terlihat terkejut. Daffa berniat untuk ikut berpura-pura seolah dia tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi dia sangat ingin menertawai akting wanita itu yang sangat buruk. Lagi pula, tidak ada pelayan Keluarga Halim yang akan mengenakan stoking setinggi paha saat bekerja. Namun, Daffa tahu dia harus berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja. Dia memasang ekspresi marah dan menggeram, “Aku jijik oleh keberadaanmu, jadi sebaiknya kamu menjauh dariku!”Mendengarnya, wajah wanita itu menjadi pucat. Daffa mengetukkan jemarinya ke tepi bak mandi, bertanya-tanya apakah dia terlalu kasar. Apakah wanita itu akan bisa melanjutkan aktingnya? Bibir Daffa berkedut saat dia memejamkan matanya dan berkata, “Ingat, jangan pakai apa pun selain seragam yang benar lain kali kamu bekerja … tidak peduli sebagus apa itu terlihat padamu.”Daffa merasakan kekejutan dan kesenangan wanita itu mendengar perkataan Daffa dan mendengar langkah kaki menghampirinya. Daffa m

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 660

    Teivel membutuhkan tempat yang sunyi supaya tidak akan ada yang mengganggunya. Daffa menunggu hingga dia tidak dapat mendeteksi Teivel sebelum mendarat di tanah. Ketika dia melakukannya, orang-orang berjubah hitam itu perlahan membuka mata mereka dan tersadar kembali. Beberapa dari mereka mulai muntah-muntah ketika mereka melihat darah tikus dan potongan-potongan yang tersebar di sekitar mereka, tapi ini tidak memengaruhi Daffa.Dia bilang, “Maaf tidak sengaja mengetahui rahasia kalian seperti ini.” Orang-orang itu kembali tenang dan menatap Daffa. Daffa tersenyum dan berkata, “Kurasa ini adalah permasalahan yang perlu diselesaikan.”Pemimpin dari mereka melangkah maju untuk menghalangi yang lain dari pandangan Daffa dan berkata dengan pelan, “Semuanya bisa didiskusikan selama kamu tidak membiarkan Pak Teivel tahu tentang ini.”Daffa mengangkat sebelah alisnya. “Sayangnya, dia sudah tahu.”Si pemimpin menjadi pucat mendengarnya, tapi amarah mulai menggelora di matanya. Namun, beber

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status