Seingatnya ia tengah berada di sebuah ruangan besar. Kala itu, ia seolah menjadi pusat perhatian. Belasan atau mungkin juga puluhan orang memberikan atensi penuh pada dirinya. Ruangan itu, seumur hidup adalah yang paling dibencinya—sepanjang ingatan yang masih bisa digali dari otaknya, tidak pernah benar-benar ada kejadian menyenangkan yang terjadi di sana.
Bahkan hingga saat ini.Ia berdiri, di tengah ruangan, di atas karpet beludru berwarna merah terang yang membentang dari pintu kayu berwarna coklat tua hingga tepat di depan singgasana. Puluhan pasang mata tertuju padanya, seolah menunggu untuk menyaksikan drama macam apa lagi yang akan ditampilkan di sini.Dulu sekali, mungkin ketika usianya masih belia, satu-satunya hal yang terekam jelas dalam pikirannya adalah ketika sang ibu dihukum penggal. Ia masih terlalu muda kala itu, salah mengartikan senyum sendu milik wanita itu dan menganggapnya hanya senyum yang memang biasa ditunjukkannya. Masih mengira bahwa ia akan selalu melihatnya kembali. Hari ini, dan juga besoknya, hingga mungkin entah sampai berapa lama.Keesokan harinya, ia tidak pernah lagi mendapati wanita itu menghampirinya.Sudah berapa tahun sebenarnya sejak hari itu?Hari ini rasanya seperti deja vu . Hanya yang berbeda adalah bahwa dia ada di posisi yang sama seperti ibunya, menjadi objek utama perhatian. Salah satu dari pemeran utama akan sandiwara yang menggelikan.Sang raja duduk di singgasananya, menatap datar pada putra keduanya yang enggan menundukkan pandangan ataupun berlutut. Iris hijau serupa milik keduanya saling beradu pandang. Semua orang berada yang berada dalam satu ruangan serempak menahan nafas. Tempat ini terasa menyesakkan. Sang raja bukan sosok yang pengasih, ia seorang tiran yang tidak peduli pada apapun selain kekuasaannya di kerajaan ini. Keluarga hanyalah status, selebihnya hanya dianggapnya sebagai orang yang kebetulan satu darah dengannya.Pangeran kedua menarik nafas perlahan, sudah mengira bahwa cepat atau lambat ia memang akan ada di posisi ini.. Berdiri jadi tontonan para bangsawan seolah ia orang bodoh. Tidak mengherankan sebenarnya, banyak orang tidak menyukainya, mungkin karena ia yang terlalu berbeda dari semua saudaranya atau hanya karena ia yang terlalu lurus. Siapa yang tahu?Menjadi orang yang jahat memang terdengar mengerikan, tapi menjadi orang yang baik terutama di istana ini hanya akan membawa petaka.Sang perdana menteri melangkah dan berdiri tepat di hadapannya, laki-laki paruh baya dengan rambut yang sebagian mulai memutih itu menatap pemuda berumur dua puluh satu tahun yang masih bersikeras untuk tetap berdiri. Helaan nafas tipis terdengar, dan sang pangeran hanya membalas dengan senyumnya. Orang tua ini adalah salah satu yang cukup dekat dengannya sepeninggal sang ibu. Dia bukan laki-laki yang lembut tapi sebenarnya jauh lebih pengertian dari apa yang selalu ditunjukkannya.“Paman menteri, anda bisa memulainya. Setidaknya ini akan lebih cepat berakhir.”Hukum penggal atau apapun, ia tidak peduli. Frasa kematian jadi terdengar indah dalam benaknya kini, setidaknya ia bisa bebas dari tempat yang mengekangnya ini walau karena sesuatu yang bahkan bukan kesalahannya.“Ailfrid Regan Hargreaves.”Suara orang tua tersebut memecah keheningan. Ia enggan untuk melanjutkan, namun apa yang bisa diperbuatnya jika si pemilik kekuasaan tertinggi yang memberi perintah kepadanya. Ada janji yang seharusnya ia tepati, tapi ada sumpah lain yang mencekik lehernya seperti dewa kematian.Tapi ia ingin tetap hidup, setidaknya sampai pada waktu dimana ia bisa benar-benar melepaskan segalanya.“Dikarenakan pelanggaran peraturan kerajaan yang sudah dilakukan oleh pangeran kedua, maka kerajaan dengan ini memutuskan—“Ada beberapa hal yang bisa ia lakukan sejujurnya tapi karena yang dihadapi adalah sang raja, maka ia harus jauh lebih memutar otaknya.“—mencabut gelar dan nama keluarga kerajaan, dan menyatakan bahwa pangeran kedua bukan lagi bagian dari kerajaan Aldrand. Pangeran kedua dilarang memasuki wilayah ibukota kerajaan sampai batas waktu yang tidak ditentukan.”Setidaknya, hanya itu yang ia bisa untuk mengintervensi hukuman dari sang raja.Pengasingan, dan juga pengusiran.Pemuda berambut coklat kemerahan itu mengerjapkan kedua matanya, sudut bibirnya terangkat, kalau tidak ingat tempat mungkin tawanya akan terlepas begitu saja. Ini bukan hukuman yang buruk, sisi baiknya adalah ia bebas. Pergi kemana saja selama itu bukan ibukota Aldrand. Tahu begini kenapa tidak ia lakukan dari dulu saja?Iris hijaunya menatap laki-laki tua yang menatapnya sendu, ada rasa bersalah yang terbaca dari raut wajahnya, tapi ia cukup tahu bahwa hukuman yang diterimanya kini adalah berkat campur tangan dari sang perdana menteri. Ia menundukkan kepalanya, menunjukkan penghormatan terakhirnya pada laki-laki yang selalu menjaganya dalam diam.Bibirnya bergerak perlahan, mengucapkan sebentuk kalimat yang sebenarnya mungkin tidak cukup seberapa kalipun ia ucapkan.“Terima kasih."~0~(Tiga tahun kemudian)Iris hijau membuka perlahan, mengerjap beberapa kali hanya untuk mendapati sepasang mata sewarna rubi menatapnya dari atas. Cahaya yang masuk melalui jendela di depannya terhalang oleh seseorang yang berdiri tepat di sebelah ranjang. Ia menghela nafas, inginnya sih memejamkan mata kembali tapi sosok yang berdiri di dekatnya ini benar-benar membuatnya risih.“Seth.”“Ya?”“Menyingkir dari situ.”“Aku tidak melakukan apapun?”“Makanya lakukan sesuatu sana, sialan.” Pemuda berambut coklat itu melayangkan kepalan tangannya untuk memukul teman seperjalanannya itu namun sasarannya telah lebih dulu melompat ke belakang membuatnya hanya bisa memukul angin.Namanya Seth. Pemuda berambut pirang yang kelihatannya seumuran dengannya, walau ia yakin sekali orang itu jauh lebih tua darinya.Tentu saja, ia bukan manusia.Umur aslinya mungkin saja bisa sepuluh, dua puluh, lima puluh atau bahkan mungkin seratus tahun lebih tua dari penampilannya kini. Ia tidak terlalu mempermasalahkan hal itu sebenarnya, dan yang bersangkutan pun seperti enggan untuk menjelaskannya.Ailfrid mengubah posisinya menjadi duduk di tepian ranjang. Ia menatap ke luar jendela dan mendapati langit sudah terlalu terang untuk disebut pagi. Berapa lama ia tertidur? Kalau tidak salah ingat ia sampai di kota ini semalam setelah melalui perjalanan panjang dengan kereta api. Mereka berdua bergegas mencari penginapan yang masih buka di saat waktu nyaris menunjukkan tengah malam dan yang terlihat di jalanan kota adalah para gelandangan.“Jam berapa sekarang?”“Dua belas,” buru-buru Seth menambahkan, “jangan salah, aku sudah berusaha untuk membangunkanmu tapi kau tidur bahkan seperti mati.”Lawan bicaranya tidak menyahut, ia hanya menyibakkan selimutnya lalu berjalan ke kamar mandi. Tubuhnya terasa lelah, lima jam perjalanan dengan kereta api seharusnya bukan apa-apa untuknya. Toh ia memang sering melakukannya, bukan hanya kereta bahkan juga termasuk kapal hanya untuk menyeberangi satu pulau ke pulau lainnya.Ada sesuatu yang lain. Ini sudah tiga tahun berlalu, dan seharusnya ia sudah terbiasa dengan keadaannya saat ini. Tapi sesekali, apa yang dialaminya dan didengarnya di ruang singgasana itu selalu muncul dalam mimpi. Semuanya terulang dengan jelas dalam mimpinya seolah ia kembali mengalami kejadian ketika ia diusir dari istana. Tatapan orang-orang, tatapan sang raja, bahkan tatapan keempat saudaranya. Hanya sang perdana menteri, satu-satunya orang yang paling terbebani dengan hukuman yang ditujukan untuknya.Dan ketika mimpi itu terulang sesekali, tubuhnya akan jadi terlalu lelah. Seolah semua tenaganya tersedot habis seperti baru saja melakukan perjalanan panjang dengan berjalan kaki.Ailfrid berdiri di depan cermin, menatap tampilan dirinya yang sudah berubah terlalu banyak dibandingkan tiga tahun yang lalu.“Tiga tahun sudah berlalu, bukankah seharusnya orang itu menjemput karmanya sendiri?”Karena apa yang terjadi padanya kini, adalah buah dari keserakahan orang-orang kerajaan.Kota Rockfell adalah kota kecil di Kerajaan Aldrand.Tapi, namanya saja yang kota, kalau dilihat lebih jauh tempat itu lebih terlihat seperti sebuah desa yang sedikit lebih maju peradabannya. Tempat itu terlalu kecil, penduduk aslinya mungkin tidak lebih dari seratus orang, tapi ramai akan pendatang. Entah itu untuk singgah sejenak atau tinggal beberapa hari. Kota ini memang ada di jalur perjalanan, dan memiliki lebih sedikit hambatan jika ingin melanjutkan perjalanan ke Nuada dibandingkan dengan jalur lain, makanya orang-orang luar kerajaan yang ingin menuju ibukota lebih memilih melewati Rockfell.Ailfrid berjalan melintasi jalanan yang mulai dipenuhi oleh para pedagang—kebanyakan dari mereka hanya menjual bahan makanan dan pakaian, beberapa lainnya menjual obat-obatan, mengingat para pendatang yang singgah lebih sering mencari barang-barang semacam itu. Kota ini sangat jauh dari ibu kota kerajaan, Nuada. Butuh waktu empat hari dari tempat ini untuk mencapai Nuada—dengan catatan, pe
Jalanan terjal yang dipenuhi bebatuan licin adalah yang menyambut Ailfrid dan Seth ketika mereka tiba di hutan Chinia. Rerumputan tumbuh hingga nyaris separuh tinggi badan mereka. Tempat ini jelas sekali tidak pernah dilalui oleh manusia. Sejak dulu orang-orang lebih memilih untuk ke arah perbatasan barat dan memutar jalan melewati perbukitan jika ingin ke Nuada, walau sebenarnya waktu perjalanan akan terasa lebih singkat jika melewati Chinia.Tapi, memangnya siapa yang akan melewati tempat dimana ada naga di dalamnya?Segel itu dibentuk puluhan tahun yang lalu, tidak ada jaminan kekuatan segelnya akan tetap sama kuatnya seperti waktu itu. Daripada mengambil resiko yang tidak pasti, lebih baik melewati jalan yang lebih jauh tapi keselamatan lebih terjamin.Pepohonan di kanan dan kiri jalan tumbuh cukup lebat, membuat bias sinar matahari tidak banyak masuk. Tempat ini cukup gelap, bahkan di waktu tengah hari seperti sekarang ini.“Hei, ini jalan yang benar kan?”Ailfrid yang berjalan d
Ailfrid sudah sejak tadi mengakhiri ceritanya. Keduanya masih terdiam di posisi, tenggelam dalam pikirannya masing-masing.Seth sudah hidup sangat lama, mungkin sejak dua atau tiga generasi kekaisaran Vriyodora. Ia dan kaumnya memang memilih menjauh dari manusia, tinggal di reruntuhan kota yang sudah mati. Mengisolasi diri dari dunia luar, tapi itu tidak berarti ia tidak memperhatikan apa yang terjadi di luar sana.Tapi sampai tidak mengetahui apa yang terjadi di Aldrand padahal itu bukan kejadian kecil jelas adalah sesuatu yang aneh. Setidaknya, seharusnya kerajaan utara juga mengetahuinya karena posisi mereka saling berdekatan.Lain Seth, maka lain pula apa yang dipikirkan oleh Ailfrid. Sang raja pada dasarnya punya kemampuan sihir yang cukup kuat, kalau tidak, mana mungkin ia bisa mengendalikan naga untuk menyerang Nuada—walau itu adalah pemaksaan. Makhluk sihir biasa mungkin bisa dikendalikan dengan mudah, tapi naga termasuk makhluk agung. Butuh sihir yang cukup besar untuk mengen
Ailfrid membuka kedua matanya perlahan. Hal yang pertama dilihatnya adalah langit gelap tanpa bintang yang membentang. Tangannya meraba sekitar dan baru disadarinya ia sedang terbaring di atas rerumputan dengan coat miliknya yang dijadikan bantalan. Ia mengerjap beberapa kali, lalu mengubah posisinya menjadi duduk.“Apa yang terjadi?”“Ah, kau sudah sadar?” Seth yang baru kembali dari berkeliling sekitar segera menghampiri Ailfrid.“Aku pingsan?” Ailfrid mengerutkan alisnya, “berapa lama?”Seth memberikan botol minum yang dibawanya dalam tas yang selalu tersampir di pundaknya pada pemuda berambut coklat itu, yang tentu saja diterima dengan senang hati.“Dua jam. Beruntungnya, selama dua jam kau tidak sadarkan diri tidak ada apapun yang terjadi. Gempa tadi hanya terjadi sekali, lalu…” Seth duduk tepat di depan Ailfrid yang masih belum ingin mengubah posisi atau sekedar beranjak, sebenarnya ia memang lelah jadi sekalian saja ia gunakan kesempatan ini untuk istirahat, “arus sihirnya meng
Ailfrid masih terus menatap bebatuan kristal di bawah sana. Ia benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukan. Nekat mendekat hanya akan mengantar nyawanya secara sukarela, tapi kalau hanya diam dan tidak melakukan apapun, ini hanya akan jadi hal yang sia-sia. Ia tidak tahu sihir macam apa yang digunakan untuk mengurung makhluk itu. Bisa saja sihir hitam, atau malah sihir suci. Yang manapun sama berbahayanya kalau ia tidak tahu apapun.Belum lagi jika di sekelilingnya dipasangi sihir pelindung agar tidak ada seorang pun yang bisa mendekat—untuk yang ini mungkin ia masih bisa sedikit melakukan sesuatu, walau tidak yakin dengan hasilnya. Tapi setidaknya ia jauh lebih berpengalaman soal sihir pelindung dibandingkan dengan jenis sihir yang lain.'Setidaknya, kalau ingin memberikan informasi jangan setengah-setengah, sialan. Diam seperti orang bodoh seperti ini, aku yakin kalau dia akan melihat ini seperti sesuatu yang menggelikan,' batin pemuda berambut coklat itu.Ailfrid berusaha mengi
Ailfrid menyeka peluh yang mengalir di dahinya, di luar dugaan ini berhasil tapi di lain sisi ternyata cukup melelahkan padahal yang di pilihnya adalah pola yang paling sederhana. Apa yang diharapkan dari orang itu memintanya untuk melakukan semua ini? Hanya karena ia satu-satunya di antara mereka yang bebas pergi kemanapun? Yang benar saja.WushhDalam beberapa detik kabut hitam itu kembali menghilang, sihir yang digunakan Ailfrid hanya bisa bertahan lima detik saja dan semuanya kembali seperti semula. Harusnya itu cukup, kalau Seth memperhatikan dengan cukup baik."Bagaimana?""Kabutnya terlalu pekat, makhluk hidup yang bernafas mungkin saja akan mati di langkah pertamanya memasuki kabut karena menghirup udaranya, mungkin itu juga yang membuat para elf memutuskan untuk pergi dari sini. Hidup di tempat ini jadi seperti berdampingan dengan bom waktu yang sesekali bisa meledak kapanpun. Tapi..." Seth menoleh pada Ailfrid yang balas menatapnya."Hutan ini tidak terganggu sama sekali kan
Seth terus berlari mendekati bongkahan kristal transparan itu. Semakin lama, langkah kakinya terasa semakin berat. Sesuatu menahannya untuk terus mendekat. Ia yakin kalau saja ia seorang manusia, kemungkinan mati kehabisan nafas atau terlempar karena tekanan bisa jadi salah satu opsi untuk menghadap dewa kematian lebih cepat.Dewa kematian kali ini mungkin saja akan sungguhan berbahagia kalau salah satu dari mereka berhasil menjemput ajal.Iris merahnya menyapu sekeliling, kabut pekat itu kembali menguar, menghalangi pandangannya. Kelihatannya pada jarak tertentu seseorang berusaha mendekati kristal itu maka kabut pun akan muncul dengan sendirinya, tanpa harus menggunakan sihir pembuka tabir.Ia menyeringai, "Siapapun yang menyegel dan menciptakan jebakan semacam ini benar-benar niat sekali."Karena jika hanya bertujuan untuk mengurung, dinding pelindung seperti yang dibuat oleh para elf sudah lebih dari cukup. Kecuali jika si penyegel memang sungguhan menggunakan kekuatan naga putih
Seth masih tetap dalam posisinya, walau tangan kanannya tetap bersiaga. Jaga-jaga kalau makhluk di depannya ini akan menyerangnya lagi. Ia dan Ailfrid sebenarnya tidak terlalu diburu oleh waktu, kalau saja tidak ada gangguan semacam ini. Dengan munculnya makhluk ini, maka tidak akan menunggu waktu lama sampai mungkin raja Aldrand akan mengetahui tujuan mereka.Sosok di hadapannya terkekeh, ia membuka jubah yang menyelubungi tubuhnya. Iris merah keemasan adalah yang pertama dilihatnya. Berbeda dengan mata merah milik vampir yang lebih terlihat seperti warna batu rubi, warna mata milik orang ini merah terang—ciri dari seorang iblis.“Kita berdua sama-sama menjatuhkan harga diri dan tunduk pada manusia, jadi apa bedanya, Seth?”Seth menelan salivanya. Makhluk berambut hitam dengan tanduk yang dipenuhi oleh mata berwarna merah terang itu berbahaya. Dari segi umur dan pengalaman saja mereka sudah berbeda jauh. Bisa-bisanya tempat ini dijaga oleh makhluk seperti ini. Pantas saja para elf le