Share

002 | Rockfell City

Kota Rockfell adalah kota kecil di Kerajaan Aldrand.

Tapi, namanya saja yang kota, kalau dilihat lebih jauh tempat itu lebih terlihat seperti sebuah desa yang sedikit lebih maju peradabannya. Tempat itu terlalu kecil, penduduk aslinya mungkin tidak lebih dari seratus orang, tapi ramai akan pendatang. Entah itu untuk singgah sejenak atau tinggal beberapa hari. Kota ini memang ada di jalur perjalanan, dan memiliki lebih sedikit hambatan jika ingin melanjutkan perjalanan ke Nuada dibandingkan dengan jalur lain, makanya orang-orang luar kerajaan yang ingin menuju ibukota lebih memilih melewati Rockfell.

Ailfrid berjalan melintasi jalanan yang mulai dipenuhi oleh para pedagang—kebanyakan dari mereka hanya menjual bahan makanan dan pakaian, beberapa lainnya menjual obat-obatan, mengingat para pendatang yang singgah lebih sering mencari barang-barang semacam itu. Kota ini sangat jauh dari ibu kota kerajaan, Nuada. Butuh waktu empat hari dari tempat ini untuk mencapai Nuada—dengan catatan, perjalanannya tanpa hambatan. Tapi memangnya siapa yang bisa menebak arah perjalanan mereka akan lancar atau justru penuh hambatan?

Tapi bukan itu tujuannya berada di sini.

Lagipula Nuada melarangnya untuk masuk. Kerajaan itu jelas sekali memutus hubungan dengannya setelah hukuman itu.

Kota ini dekat dengan hutan Chinia, tempat seekor naga berwarna putih yang disegel puluhan tahun yang lalu. Dan itulah tujuannya.

“Eire.”

“Hm?”

Eire adalah nama panggilannya. Tidak banyak orang yang memanggilnya dengan nama itu, atau mungkin memang hanya ada dua orang saja yang pernah memanggilnya seperti itu. Orang ini, dan juga sang ibu.

“Apa tujuanmu?” pemuda berambut pirang itu sebenarnya enggan untuk mengikutinya, ketika Ailfrid mengatakan bahwa ia akan ke hutan yang berada di dekat perbatasan utara Rockfell. Lagipula seperti yang sudah-sudah, ketika orang ini mengajaknya ke suatu tempat artinya ia yang akan direpotkan.

“Bukankah sudah kukatakan, kita akan ke hutan.”

Ailfrid masih berjalan di depan, sedikitnya tidak terlalu peduli dengan keengganan teman perjalannnya itu untuk mengikutinya pergi, toh mau menolak pun Seth tetap akan mengikutinya. Dia sendiri yang akan rugi kalau ia celaka.

Ia memang bisa melakukan sihir, tapi sihirnya hanya terbatas pada pertahanan saja. Bukan berarti ia tidak bisa menyerang, hanya saja itu memang bukan keahlian utamanya. Dan dirinya yang seperti itu jelas sekali rawan untuk mati di tempat berbahaya, atau setidaknya terluka cukup parah.

“Bukan itu, apa tujuanmu selama ini?”

Ada beberapa hal yang mengganjal dari sosok yang sedikit lebih tinggi darinya ini. Mereka bertemu tepat dua tahun yang lalu di sebuah hutan di Kerajaan Timur, Kekaisaran Vriyodora. Bukan pertemuan yang bagus, mengingat ia hampir saja membunuh Ailfrid tepat ketika bertemu pandang. Ailfrid bukan orang biasa, sudah jelas. Kemampuan sihir dan bertarungnya sebenarnya terhitung baik, walau kemampuan bertarungnya sedikit lebih lemah tapi orang itu cerdas. Dia bahkan berhasil menyembunyikan banyak hal dengan sangat baik, termasuk tujuan perjalanan mereka.

Ailfrid menghentikan langkahnya, saat ini mereka ada di gang kecil yang sedikit sepi. “Menurutmu apa yang kucari?”

Ia bersandar pada tembok salah satu bangunan toko kain yang ramai dikunjungi pembeli. Cuaca di sini panas, dan bisa-bisanya ia malah mengenakan long coat berwarna coklat. Tapi mau bagaimana lagi, pelabuhan hanya berjarak sepuluh kilometer dari selatan Rockfell jadi tidak aneh kalau cuaca di sini lebih panas dibandingkan tempat lain.

“Harta?”

Ia mengernyit, “Aku cukup kaya.”

Harta peninggalan sang ibu lebih dari cukup untuk membiayai perjalanannya sampai beberapa tahun ke depan. Lagipula ia juga sesekali selalu menjual barang berharga yang tanpa sengaja ditemukannya selama perjalanan, jadi tidak ada masalah dengan keuangannya.

Seth mendengus, itu memang fakta tapi mendengar orang yang bersangkutan mengatakannya secara langsung entah kenapa terasa menyebalkan.

“Kekuasaan?”

Ia menghela nafasnya, “Aku bukan bangsawan, dan aku tidak tertarik untuk menjadi salah satunya. Hidup di jalanan lebih baik kurasa.”

“Jadi?” Seth mungkin terlanjur bertanya banyak, dan adakalanya Ailfrid memilih untuk diam atau menjawab jika memang dirasanya itu aman untuk diungkapkan.

“Waktu,” ujar Ailfrid, iris hijaunya menatap hutan gelap yang rapat akan pepohonan, seperti menunjukkan sekali saja mereka melangkah masuk maka tidak akan ada lagi jalan keluar.

“Apa?”

“Tujuanku adalah mencari waktu yang tepat, untuk sebuah keadilan. Tapi untuk itu ada banyak hal yang harus kucari, salah satunya adalah sesuatu di hutan Chinia.”

Belum sempat Seth bertanya lagi, Ailfrid sudah lebih dulu menarik tangannya untuk beranjak dari tempat itu. Kota ini panas, dan hutan gelap di sana kelihatannya jauh lebih baik untuk sekedar mendinginkan tubuhnya.

“Pakai tutup kepalamu, kau tidak ingin kan mati lebih cepat hanya karena terpapar sinar matahari lebih lama?”

~0~

Sosok berbadan tegap itu berjalan menyusuri koridor yang lengang. Langit senja bergradasi jingga dan ungu di kejauhan tampak di sebelah kirinya, cahayanya yang redup menyusup masuk di antara pilar-pilar pualam yang tinggi. Langkahnya terhenti tak lama kemudian, sosok berambut merah itu menatap ke arah sosok lain yang berdiri tak jauh di depannya, bersandar pada salah satu pilar yang menghalangi cahaya matahari senja yang menyorot.

Posisinya sedikit membelakanginya, tapi dengan warna rambut coklat tua yang tertangkap penglihatannya ia langsung mengenalinya—adik keduanya, atau pertamanya? Toh salah seorang dari mereka berlima sudah bukan lagi bagian dari kerajaan ini.

Pemuda yang lebih muda darinya itu tidak menyadari kehadirannya sama sekali, tatapannya tertuju pada langit. Hampir sepenuhnya gelap, semburat jingga yang tadi masih terlihat kini hanya tampak di ujung langit sana. Bulan separuh terlihat lebih jelas kini. Ia menoleh ke sampingnya, ketika dirasanya seseorang sedang memperhatikannya, dan mendapati sang kakak tertua berdiri tak jauh darinya.

Iris sewarna emerald serupa itu saling bertemu pandang. Warna mata hijau adalah ciri khas keluarga kerajaan Aldrand, bahkan walau di antara kelima bersaudara Hargreaves ini tidak ada yang benar-benar memiliki warna rambut yang sama.

“Oh?”

Sang kakak tertua kembali melangkah, memilih untuk tidak mengatakan apapun. Setidaknya apa yang sedang dilakukan oleh salah satu saudaranya ini bukan urusannya.

“Scott.”

Pemuda berambut merah itu kembali menghentikan langkahnya, kali ini tepat berada di hadapan sang adik. Iris keduanya kembali beradu pandang. Tidak sopan sebenarnya memanggil sang putra mahkota hanya dengan nama saja, tapi mereka sudah terlalu terbiasa seperti itu sejak masih kecil. Setidaknya mereka tidak melakukan itu ketika acara resmi atau di depan para petinggi kerajaan.

“Kau masih belum ingin mengatakannya? Ini sudah berlalu tiga tahun, dan kau masih memilih untuk bungkam, bagaimana kita bisa membuat izin untuknya masuk ke sini? Kau bahkan tidak mengatakan sesuatu untuk setidaknya membuat kami percaya kalau dia memang tidak bersalah sama sekali.”

Rhys menatap sang kakak tertua, tapi pemuda berambut merah itu memilih untuk mengalihkan pandangannya ke arah lain.

“Maafkan aku.”

Ia tidak punya hak untuk membicarakannya. Tidak di tempat ini, dimana banyak pasang mata tertuju padanya, berusaha untuk mencari celah akan kesalahan yang mungkin saja akan diperbuatnya. Sekali berbuat kesalahan, maka semuanya akan berakhir. Lagipula, ia masih memiliki janji yang harus ditepati.

'Scott, jadilah anak yang baik dan tetaplah di sini. Demi bagianku juga, atau setidaknya demi Aldrand.'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status