Share

Tebasan Halilintar Tiga Langkah

Wira sudah menduga kalau Erhan akan kembali berteleportasi untuk menghabisinya, ia hanya tidak bisa menebak dari arah mana Erhan akan menyergap. Sehingga ia pun berjudi kembali dengan keputusannya.

Bertaruh pada pendengaran, kecepatan refleks tubuh, dan sedikit dorongan kecepatan kilat yang sengaja dihimpun. Sehingga ketika Erhan menyergap dari balik punggungnya, meski harus sedikit terpaksa memutar badan, ia sudah siap.

Kilat selalu memukau dan mengejutkan, meski sebetulnya yang membuat bergidik adalah yang menyusul setelahnya. Petir.

Mitosnya, Petir tidak pernah menyambar titik yang sama untuk kedua kalinya. Faktanya, Petir bisa, dan bahkan seringkali menyambar titik yang sama berulang kali.

Dan malam ini, Petir yang dilepaskan oleh Wira sedetik pasca pedangnya tercabut, menyambar Erhan tiga kali berturut-turut.

Sambaran pertama, terlontar bersama ayunan katana yang serta-merta menetralisir hujaman sepasang Khopesh-nya. Ia tercengang, senjatanya tercampakkan, pertahanannya terbuka lebar.

Sambaran kedua mendarat sesudahnya. Hantaman telak dari serangka eboni mengkilat yang meremukan rusuk kanan. Erhan yakin jeroannya juga pecah atau koyak.

Sambaran pamungkas sedikit berjeda dari yang kedua meski jauh lebih mematikan. Bertumpu pada pijakan kirinya, Wira menyorong pedangnya telak ke jantung Erhan.

Kekuatan geledek yang menyertai mengirim mereka berdua terbang melintasi lapangan parkir, sebelum berakhir menumbuk keras ke tembok pembatas.

Layaknya ketika badai, setelah petir yang meledak hebat susul-menyusul, penutupnya adalah hening.

Erhan nampak tercekik dan memuntahkan darahnya sendiri. Darah juga mengucur dari ujung pedang yang menembus tembok dan tubuh Erhan sekaligus, jatuh ke permukaan paving block yang berada empat lantai di bawahnya.

Manusia biasa pastinya sudah mati jika mengalami hal ini, akan tetapi Erhan adalah Aeternum, mahkluk kekal. Ia masih hidup walaupun juga tengah berada di titik nadir. Napasnya teramat berat dan berungkali terbatuk darah.

Erhan Sumer tidak menyangka jika dirinya akan tumbang semudah ini, satu jurus dan pertarungan mereka usai. Satu jurus dari seorang ‘pemula’ yang usianya tidak sampai se-persepuluh usianya sendiri.

Ia tidak hanya dikalahkan oleh anak didik muda ini, tetapi juga dibuat hancur egonya. Kiranya ia terlalu menganggap enteng Wira yang masih hijau ini untuk ukuran seorang Aeternum. Pada penghujung nyawa ini, Erhan mengibarkan bendera putih dalam benaknya.

“Aku tidak pernah membencimu, jadi maaf kalau harus berakhir seperti ini.” Wira berdiri tegak menyandang serangka pedangnya di hadapan Erhan.

“Tidak perlu bersimpati. Itu tadi pertarungan yang adil dan ksatria. Hadiah bagi yang kalah dalam pertarungan semacam ini adalah kematian terhormat itu sendiri.” Erhan menjawab dengan pedang masih menancap di jantungnya.

“Karena pada akhirnya, hanya akan ada seorang yang layak.”

Ia memberi isyarat pada Wira untuk segera mengakhiri semuanya.

“Aakkh…..!” Erhan memekik tertahan.

Wira perlahan mencabut pedangnya dan Erhan pun terbebas dari pasungan, hanya untuk kemudian jatuh bersimpuh pada kedua lutut, bahunya bergetar hebat. Darah terus terpompa keluar dari tubuhnya yang menganga, ia terlalu lemah untuk menyembuhkan diri.

Aerternum memang mahkluk yang kekal, akan tetapi bukan tanpa batasan. Fisik mereka mampu menyembuhkan segala macam luka, luar maupun dalam, lengan yang terpotong bahkan dapat pulih.

Sementara serangan telak ke jantung mampu melumpuhkan metabolisme serta regenarsi super reaktif seorang Aeternum, pancungan di leher akan segera membinasakan mereka.

“Setelah kau mencabut nyawaku. Akan semakin banyak yang mendatangimu, mereka yang menginginkan kekuatan atau kemahsyuran, bersiaplah wahai Padawan muda.” ucap Erhan yang sorot matanya telah melemah dan pasrah menerima nasibnya.

Wira bergeming dengan pedang terhunus bermandi darah. Untuk sekejap pandangannya menerawang jauh. Selama bertahun-tahun ia telah berusaha mengaburkan jejak gurunya, demi menghindari terseret dalam kompleksitas semacam ini yang juga ikut terwarisi kepadanya.

“Bagaimana jika aku tidak tertarik untuk mencabut nyawamu?” tanya Wira.

“Maka kita akan berjumpa lagi, aku akan tetap mendatangimu lagi. Bertarung dalam Turnamen Agung adalah takdir para Aerternum, terlepas soal bagaimana takdir memilih. Ingatlah, mengabaikannya berarti juga mengingkari wasiat gurumu.”

Wira mengangguk pelan, mengamini retorika Erhan. Sedangkan Erhan kini bernapas dengan lebih ringan, dipejamkannya kedua mata birunya itu, lalu menegakkan lehernya.

“Selamat jalan.” Wira bersiap mendendangkan kematian.

“Terima kasih… Jangan lupa, pada akhirnya… hanya akan ada satu orang yang layak. Dan dia… yang terpilih… akan menanggung tanggung jawab besar… kepada dunia.”

Wira mengangguk khidmat, selanjutnya mencengkram katana-nya dengan mantap dan mengambil napas perlahan. Bilah pedangnya kembali dialiri jilatan kilat kebiruan. Dengan satu tarikan napas, seberkas kilasan cahaya biru mengakhiri perjalanan Erhan Sumer.

Tepat, cepat, tanpa rasa sakit.

Sewaktu kepala dan tubuh bongsor Erhan mulai berguling terpisah, energi yang besar melompat dari dalamnya dan membungkus sekujur tubuh Wira.

Tak ubahnya diguyur jutaan kubik air terjun yang paling besar secara bersamaan, perpindahan kekuatan itu juga membawa serta pengetahuan yang Erhan miliki sepanjang hayatnya, termasuk di dalamnya kenangan semasa hidup.

Kesemuanya membombardir setiap jengkal syaraf dan panca indera Wira, berusaha menyatu dengan segala yang telah ia miliki sebelumnya. Tubuhnya seolah tengah menjembatani pertemuan dua arus sungai yang terlampau deras, yang malah seakan berusaha menggulungnya.

Dan ketika upaya itu akhirnya paripurna, residu dari penyatuan tadi melonjak sebagai tsunami gelombang elektromagentik kuat yang menyapu segala yang terjangkau.

Memecahkan kaca dan bohlam, memadamkan gardu listrik sepanjang belasan belasan blok, termasuk membakar segala perangkat elektronik sensitif terutama yang berbasis frekuensi radio.

Praktisnya, beberapa ratus orang yang sedang asyik ngedugem atau menikmati pertarungan MMA di gelanggang, juga sedang karaoke di sekitarnya akan terpaksa membeli ponsel baru besok pagi.

whip

Halo teman-teman pembaca, silahkan untuk memberi rating ke cerita Sang Pewaris sebagai bentuk apresiasi atau koreksi terhadap saya. Sehingga semakin banyak teman seperjalanan dalam mengikuti petualangan Wira. Trims.

| 1

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status