Home / Romansa / Sang mantan / 7. Bertemu kembali

Share

7. Bertemu kembali

Author: Ade Tiwi
last update Last Updated: 2021-05-26 22:13:17

Habis yang bikin kesel2 gemes, sekarang aku kasih yang manis-manis kyak akoh

Inka tersadar jika ia kehilangan tasnya saat kejadian memalukan di cafe seminggu yang lalu. Inka mendesah lirih karena merasa kehilangan tas kesayangannya, tas selempang sederhana yang begitu sangat ia sayangi. berat rasanya jika kehilangan tas itu. tapi mau bagaimana lagi, di cari pun tak mungkin ketemu lagi, kan?

Untung saja ponsel Inka tak ikut tertinggal di dalam tas itu, saat itu ponsel miliknya sengaja Inka kantongi di dalam celana jeans yang saat itu ia kenakan. Kebiasaan Inka untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu hal yang tak mengenakan, dan hal itu pun benar adanya, di saat ia kehilangan tas tetapi ponselnya tetap aman bersamanya.

Tetapi, Inka harus merelakan uangnya yang tak banyak di dalam tas itu. Tak apalah, Inka bisa mencarinya lagi, mungkin memang bukan rezekinya memiliki uang itu.

"Huffftt," helaan nafas kasar Inka.

Sampai sekarang Inka masih kepikiran dengan Mohan. Kenapa bisa pria itu ada di sana seminggu yang lalu? Hal itu masih menjadi tanda tanya besar bagi Inka. Bukankah Inka sudah resign dari pabrik sialan miliknya itu.

Jadi, untuk apa Mohan bisa ada di sana. Apa cafe itu juga milik Mohan? batin Inka bertanya-tanya.

Semuanya terasa aneh bagi Inka, kalaupun memang pertemuan memalukan itu karena dasar unsur kesengajaan, tapi tetap saja rasanya terasa mengganjal untuk Inka.

Karena Inka masih melamun memikirkan antara sengaja atau tidak sengaja, Ina sang ibu masuk ke dalam kamar Inka, putrinya.

"Memikirkan apa, huh?" bisik bu Ina di telinga Inka.

"Aaaaa!" kaget Inka tersentak, suara bisikan mamanya terasa merinding di kulitnya.

"Mama, bikin kaget Inka aja!" rungut Inka kesal.

Bu Ina terkekeh melihat anaknya. "Makanya jangan melamun saja, mama sudah ketuk pintu dan panggil nama kamu juga." elak bu Ina tak mau di salahkan.

Inka tak menjawab lagi ucapan mamanya, bu Ina memilih duduk di samping putrinya yang duduk di tepi ranjang kamarnya.

"Katakan, apa yang sedang kamu pikirkan Inka?" tanyanya.

"Ehmm, tidak ada ma." jawab Inka cepat agar mamanya tak curiga.

Bu Ina memperhatikan gerak-gerik tubuh putrinya yang tampak gelisah. 

"Sungguh?" pancing bu Ina meyakinkan jawaban Inka.

"Mo-mohan...." ucap Inka tanpa sadar menyebutkan nama sang mantan.

Darah bu Ina terasa mendidih mendengar nama pria yang sangat ia benci. Dan nama itu pula yang keluar dari mulut Inka.

Bu Ina bangkit berdiri dari duduknya, merasa kesal melihat sang putri yang sepertinya masih terbayang-bayang akan masa lalu menyakitkan itu.

"Apa kamu masih mencintai pria ba****an itu?" pertanyaan bu Ina membuat Inka gelabakan.

"Tidak, mama. A-aku hanya sedang berpikir karena merasa heran saja." 

"Heran bagaimana maksudnya?" 

"Seminggu yang lalu aku di permalukan oleh Mohan sih berengsek itu." 

"Di permalukan bagaimana maksudmu?" tanya bu Ina lagi merasa penasaran.

Inka pun menceritakan kejadian memalukan seminggu yang lalu di cafe. Kedua mata bu Ina membelalak kaget mendengar penuturan sang anak.

Apakah itu artinya Mohan menguntit Inka? batin bu Ina menebak dengan tepat.

"Kurang ajar!!" teriak bu Ina marah.

"Berani sekali dia mengatakan itu di depan banyak orang, dan bikin malu putriku." bu Ina menangkup kedua pipi tirus nan lembut milik Inka.

"Inka, mama mohon sekali sama kamu. Agar tak kembali terjerat dengan Mohan, mama yakin ini hanya jeratan palsu yang kembali Mohan lakukan untukmu, nak." pinta bu Ina sedih.

Inka mengangguk. Namun ia tak mengucapkan kata, baik itu menjanjikan permintaan mamanya ataupun menolaknya.

Bu Ina memeluk tubuh ramping Inka, berdoa semoga saja tidak terjadi hal buruk dan menyakitkan di kehidupan Inka ke depannya. Bu Ina berharap semoga mahluk yang bernama Mohan itu jauh-jauh sejauh mungkin dari hidup Inka.

****** 

"Bang, jus jeruknya satu." ucap Inka pada abang-abang penjual jus keliling menggunakan food truck.

Pria penjual jus itu menoleh ke arah Inka dan seketika wajahnya tersenyum ceria. Inka yang memainkan ponselnya pun tak begitu terlalu memperhatikan.

"Satu pesanan jus jeruk spesial untuk wanita cantik, Inka Maharani." mendengar namanya di sebut secara otomatis Inka menoleh ke arah depan.

"Hai," sapa Kanz menggerakkan ke lima jarinya.

Inka mengerjap-ngerjapkan matanya berulang kali, memastikan penglihatannya agar tak salah mengenali orang. Inka memang seperti pernah melihat pria ini, sih Abang penjual jus, tapi dimana?

Terlihat Kanz berbicara pada teman sejawatnya yang sama-sama menjual jus bersama. Temannya itu menganggukkan kepalanya dan Kanz keluar dari food truck.

"Ini!" Kanz menyerahkan satu cup jus jeruk pesanan Inka.

Inka menerimanya namun masih dengan pandangan yang mengingat-ingat. Oh, sepertinya Inka masih belum mengingat Kanz.

"Masih ingat aku?" tanya Kanz gemas melihat ekspresi raut wajah Inka yang bingung.

Kepala Inka menggeleng, dan Kanz menepuk jidatnya pelan.

"Cafe," ujar Kanz mencoba mengingatkan Inka dimana mereka bertemu untuk pertama kalinya.

"Ah, iya. Kau Kanz...." 

"Kanzeel, Kanzeel Laurent." potong Kanz memperkenalkan lagi nama lengkapnya pada Inka.

"Nah, iya benar. Kita bertemu lagi." ujar Inka seraya tersenyum senang.

"Eh, kau bekerja sebagai penjual jus keliling menggunakan bus?" Kanz mengangguk.

"Waah, hebat!" bangga Inka mengacungkan satu jari jempolnya pada Kanz.

"Terima kasih," jawab Kanz tersenyum senang. "Tapi, hebat bagaimana maksudmu?"

"Ya, hebat. Menurutku kau hebat, mandiri. Sebagai pria kau tidak malu usaha berjualan berkeliling seperti ini. Aku bangga padamu Kanz." 

"Yang penting halal Inka, lagian kenapa aku harus malu?" 

Inka mengangguk. "Nah, iya benar juga. Yang terpenting halal ya kan, Kanz." 

"Kau sendiri bagaimana? Sudah dapat pekerjaan baru?" Inka menggelengkan kepalanya lemas.

"Yang sabar, aku yakin pasti kau akan mendapatkan pekerjaan baru."

"Amiinn." ucap Inka mengaminin doa Kanz.

"Ehmm, tapi Inka. Bagaimana jika kau ikut bergabung bekerja bersama kami." tawar Kanz membulatkan mata Inka seketika.

"Seperti kalian?" ulang Inka.

Kanz mengangguk. "Serius?" tanya Inka lagi.

"Bagaimana, kau mau?" 

"Mauuu, aku mau Kanz." jawab Inka cepat sangking senangnya.

"Uhm, baiklah. Mulai besok kau sudah boleh bekerja, dan, sebentar...." Kanz menggantungkan kalimatnya seraya pamit pergi, Kanz masuk kembali ke dalam truk makanan.

Kanz keluar dengan membawa sesuatu di tangannya yang ia sembunyikan di belakang punggungnya. Inka penasaran dengan sesuatu yang Kanz bawa itu.

"Apa itu?" tanya Inka sangat penasaran.

"Inka, apakah kau merasa kehilangan sesuatu seminggu yang lalu?" 

"Kehilangan sesuatu seminggu yang lalu?" ulang Inka membeo pertanyaan Kanz.

"Ya, ada, aku kehilangan tas selempang kesayangan ku." jawab Inka sedih.

"Tadaaaa!" Kanz mengulurkan tas milik Inka ke hadapannya.

Seketika mulut Inka menganga lebar tak percaya, Inka menutup mulutnya dengan sebelah tangannya yang tak memegang cup jus.

"Astaga, Kanz! ini-" 

"Ya, ini tasmu. Terima-lah." 

Inka meraih tas kesayangannya, betapa bahagia sekali Inka karena telah menemukan kembali tas itu berkat Kanz.

"Buka tasnya, dan lihat isi di dalamnya. Siapa tahu saja hilang, dan aku khilaf sebagai pelaku pencurian." titah Kanz menggoda Inka.

"Dih, bicara mu itu. Aku tidak perlu mengeceknya, karena aku yakin isinya masih tetap sama. Karena apa? Karena aku percaya padamu Kanz." beber Inka mengatakan sejujurnya.

"Secepat itukah? Kau langsung mempercayai ku semudah itu. Padahal kita baru saling mengenal dua kali pertemuan ini."

"Bagiku, itu sudah cukup. Pertemuan singkat sebanyak dua kali ini cukup membuatku mengenalmu Kanz." 

Kanz dan Inka saling menatap lekat, mengalirkan sinyal-sinyal aneh namun menggetarkan. Kanz tertawa ringan agar menghilangkan kecanggungan yang tiba-tiba kembali menyelimutinya.

Apakah ini yang di namakan cinta, atau ketertarikan semata?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sang mantan   50. Ekstra part

    "Ciyeee, selamat sayangku!" teriak Kanz naik ke atas pelaminan untuk menyalami sepasang pengantin.Kanz langsung mendekatkan wajahnya mencium pipi kanan dan kiri Inka, kemudian Kanz memeluk Inka sambil kepalanya mengarah ke arah Mohan dan memeletkan lidahnya.Mohan melotot pada Kanz yang tengah mengejeknya, meskipun begitu Mohan tetap membiarkan Kanz yang memeluk Inka karena Mohan sekarang tak merasa cemburu pada pria itu, bahkan saat Kanz memanggil Inka dengan sebutan sayang sekali pun. Mohan sudah menganggap Kanz sebagai teman baiknya, sebab pria itu yang selama ini telah membantu memperbaiki hubungannya dengan Inka yang sempat terpisah."Bagaimana perasaanmu Inka?" tanya Kanz setelah melepaskan pelukannya.Inka tersenyum tersipu, "luar biasa, sangat bahagia!" kata Inka nyaris menjerit bahagia.Kanz tersenyum dan beralih menatap Mohan, matanya menyipit memperhatikan Mohan dari bawah ke atas. "Hmm, kau tampan juga ternyata kalau di dan

  • Sang mantan   49. Pernikahan

    Hari yang dinanti akhirnya pun tiba, setelah menunggu beberapa hari yang waktunya terasa sangat lama berputar. Kini tiba saatnya Inka dan Mohan akan resmi menjadi suami istri setelah melewati hari ini.Semua orang tampak berbahagia menyambut suka cita hari pernikahan Mohan dan Inka. Tak terkecuali termasuk sepasang mempelai pengantin yang tampak menyambut antusias hari ini, raut keduanya pun tampak tegang kerena rasa gugup yang menjalari.Barusan Inka keluar dari ruangan rias khusus pengantin, Inka di dandani secantik mungkin dengan gaun pengantin yang sangat indah. Mohan benar-benar memberikan segala sesuatunya yang terbaik untuk hari pernikahannya yang kedua.Memang, ini pernikahan kedua bagi Mohan. Tetapi, pernikahan pertama yang dapat Mohan rasakan dengan perasaan bahagia yang membuat dadanya membuncah gembira.Inka keluar dengan di iringi iringan-iringan pengantin dan musik orkestra yang mengalun merdu yang mengiringi setiap langkah

  • Sang mantan   48. Menghitung hari

    Inka dan Mohan sama-sama sudah tidak sabar menunggu hari pernikahan mereka tiba. Tak perlu waktu lama bagi Mohan untuk mempersiapkan segala keperluan pernikahannya, kini tinggal menunggu seminggu lagi bagi mereka untuk melangsungkan pernikahan."Kau senang sayang?" tanya Mohan.Inka menggeleng, "aku bahkan sangat gugup menunggu hari itu tiba yang akan datang sebentar lagi. Huffftt!" desah Inka menenggelamkan wajahnya ke meja makan di rumah Mohan."Santai sayang, jangan merasa gugup." Mohan sebenarnya juga merasa tersiksa melihat Inka yang selalu merasa gugup apabila mengingat hari pernikahan mereka.Inka mengangkat kepalanya dari meja, "berapa tamu undangan yang akan hadir ke acara pesta pernikahan kita?" tanya Inka penasaran."Tak banyak, palingan banyak dari kalangan sesama pebisnis dan teman-temanku saja.""Hanya itu?" Mohan mengangguk."Kenapa?" tanya Mohan sembari merapikan anak rambut Inka.Inka mengigit bibir

  • Sang mantan   47. Rencana pernikahan

    "Sudahlah, mari kita mulai lupakan semua hal yang telah berlalu, melupakan semua hal yang menyakitkan. Dan mari kita mulai memikirkan masa depan, memikirkan hal baik yang akan kita lalui selanjutnya." kata Bu Ina tak ingin ada kesedihan lagi bagi keluarganya."Mulai pikirkan dari sekarang rencana pernikahan kalian." kata ayah Inka membuka suaranya yang tiba-tiba membahas soal pernikahan Inka dan Mohan."Pernikahan?" pekik Mohan dan Inka secara bersamaan.Ayah Inka mengangguk, "tentu kalian ingin hubungan ini sampai ke jenjang pernikahan, kan?" tanya ayah Inka.Inka dan Mohan kompak menganggukkan kepalanya lagi, "tentu ayah," Inka tersenyum bahagia."Makanya cepat mulai di pikirkan dari sekarang." kata ayah Inka lagi sebelum beranjak pergi dari situ."Benar apa kata ayahmu Inka, ibu setuju dan kalian mulailah memikirkan rencana pernikahan kalian." Bu Ina mengedipkan sebelah matanya menggoda dan ikut bangkit berdiri menyusul suaminya.I

  • Sang mantan   46. Restu

    Inka menggenggam tangan Mohan yang tampak sedikit gemataran karena gugup dengan malam ini. Sesuai dengan permintaan sang ibu yang menyuruhnya untuk mengundang Mohan agar datang malam ini ke rumahnya. Awalnya Mohan menolak dan syok mendengarnya, tapi Inka menjelaskan pada Mohan jika kedua orang tuanya sudah memaafkan dan merestui hubungan mereka.Meskipun begitu tapi tetap saja bagi Mohan rasanya sangat gugup dan canggung. Terlebih lagi beberapa waktu yang lalu kedua orang tua Inka menunjukkan sikap ketidak sukaan yang terkesan sangat membenci Mohan. Lalu dengan tiba-tibanya secara mendadak Inka mengabarkan kabar yang membahagiakan.Mohan tentu saja sangat bahagia, namun ia juga tak ingin jika kebahagiaannya itu hanya candaan dari orang tua Inka saja. Mohan tak ingin jika ini hanyalah sebuah mimpi yang indah.Kanz yang duduk di depan mereka berdua pun terkekeh melihat sikap gugup yang Mohan tunjukkan. Mohan bahkan sampai mendelikkan matanya agar Kanz berhen

  • Sang mantan   45. Sebuah keputusan (2)

    "Ibu!" pekik Inka senang begitu membuka pintu kamarnya dan melihat sang ibu yang tengah berdiri di ambang pintu.Bu Ina menatap putrinya dengan tatapan sendu, melangkah mendekati Inka dan memeluknya. Mendapat perlakuan yang manis seperti itu dari ibunya, Inka sempat tertegun untuk beberapa saat dengan mata mengerjap berulang kali.Benarkah ini nyata? Benarkah ternyata saat ini yang tengah memeluk Inka adalah ibunya.Ragu-ragu tangan Inka bergerak ingin membalas pelukan Bu Ina. Syok saat mendengar suara isakan sang ibu yang terdengar sangat pilu."Ibu, tidak apa-apa?" Inka memberanikan dirinya bertanya pada Bu Ina.Beliau tidak menjawab pertanyaan putrinya dan lebih memilih semakin mengeratkan pelukannya. Suara isakan tangis Bu Ina pun semakin kuat, Inka tentu sangat kalut dengan ibunya yang menangis.Melepaskan pelukan, Inka menangkup kedua pipi ibunya. "Ibu, ada apa?" tanya Inka panik dengan mata berkaca-kaca.Bu Ina memegang k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status