Sepulang dari kantor, Langit tidak langsung pulang ke rumah tetapi dia memilih untuk pergi ke apartement Renata. Malam belum terlalu larut ketika mobil yang dikendarai Langit sampai di basement parkiran.Malik memarkir mobilnya di tempat yang agak tersembunyi. Dia memilih lokasi di ujung dan terlindung oleh tiang-tiang basement. Tentu ada maksudnya Langit melakukannya. Dia tak ingin diketahui sedang berada di tempat itu.Apartement yang menjadi tempat tinggal Renata dikenal sebagai apartement yang kurang bersih namanya. Banyak transaksi prostitusi terselubung yang sering digerebek di sana. Meski begitu, para penghuni sama sekali tak jera.Langit ke luar dari dalam mobil setelah dia mematikan mesin dan memasang kunci stang. Pengamanan berlapis dia lakukan, karena takut mobilnya jadi korban jarahan tangan-tangan jahil. Tingkat kriminalitas lain di tempat itu juga terkenal cukup tinggi.“Ah, Renata, kenapa pula kau pilih tempat jelek begini? Sebenarnya malas setiap kali aku ke sini,” kel
Lewat tengah malam Langit keluar dari apartemen Renata. Kekasihnya itu sebenarnya memintanya untuk menginap sampai pagi, tetapi Langit beralasan besok pagi-pagi sekali dia harus kembali bekerja.“Sayang, aku kan masih kangen. Kanapa buru-bur banget sih?” tanya Renata cemberut. Tubuhnya yang hanya berbalut handuk tipis menggelayut manja memeluk Langit dari belakang. Kedua tangannya melingkar di pinggang Langit seolah tak ingin melepaskannya.“Don’t worry, babe. Besok aku ke sini lagi. Aku nggak mau buru-buru aja, besok pagi aku ada meeting pagi-pagi. Kalau aku menginap di sini besok aku bisa telat.”Alasan Langit bisa diteriman oleh Renata. Kalau sudah alasan pekerjaan, sudah pasti dia tak bisa melawannya. Pekerjaan dan juga kekayaan yang dimiliki oleh Langit tentu saja menjadi alasan utama Renata ingin mendapatkan lelaki itu.“Janji ya, besok ke sini lagi. Aku selalu kangen dan rasanya kesepian kalau kamu tidak ada di sini,” ucap Renata sembari mengendurkan pelukannya. Langit berbalik
Pagi hari, di hari senin.Danas lebih awal bangun dari hari-hari berikutnya karena ini adalah hari di mana dia pergi ke pasar untuk berbelanja. Sebelum pergi ke pasar, Danas membuat list daftar belanjaan terlebih dahulu.Dengan telatennya, wanita itu memeriksa lemari pendingin penyimpan makanan untuk mencatat barang-barang yang sudah habis dan perlu di beli lagi. Langit termasuk cerewet urusan makanan. Dia membuat aturan agar makanan atau minuman kesukaannya selalu tersedia di dalam kulkas.“Stock buah untuk membuat jus sudah menipis, aku harus membelinya lagi,” ucap Danas sambil menuliskannya di dalam note handphonenya.Setelah itu, dia juga memeriksa lemari penyimpan snack kering. Beberapa toples terlihat tinggal separuh. Stock camilan seperti kacang almond panggang juga sudah habis. Danas kembali mencatatnya.Seorang maid mendekati Danas saat melihatnya sibuk. Dia menawarkan diri untuk membantunya. “Pagi, Nyonya. Apakah ada yang bisa dibantu?”“Eh, iya Bi Surti. Aku sedang membuat
“Cepat, serahkan uangmu!”Seorang preman membentak sambil mencoba menarik tas tangan yang dibawa oleh Danas. Tentu saja Danas tak mau menyerahkannya. Terjadilah tarik-tarikan tas di antara mereka.Dua temannya ikut mendekat, bermaksud membantu temannya. Namun, saat mereka mendekati Danas dan mengamati wajahnya yang jelita terbitlah niat buruk. Keadaan di sekitar tempat itu sangat sepi, tidak ada orang yang berlalu lalang dan tak jauh dari sana ada gerumbul semak.Seorang preman mencoba mendekat Danas dan mulai memegang-megang bagian tubunya. “Duh, sayang sekali kalau secantik ini hanya dibiarkan lewat saja,” ucapnya dengan pandangan yang menakutkan.Dua preman yang lain mengerti apa yang ada di pikiran temannya itu. Mereka seolah sepakat untuk menggarap mangsanya. Ketiganya mulai memepet Danas dan berusaha memojokkannya. “Sudah cantik, harum lagi. Ayo sini mendekat padaku, kita bermain dulu!”Ketiga preman mulai
Langit sedang sibuk di meja kerjanya. Setumpuk berkas belum diperiksa dan harus segera di tandatanganinya. Sementara pada saat yang sama dia juga harus melakukan meeeting online dengan para koleganya terkait proyek terbaru mereka.Pintu ruangan Langit tiba-tiba diketuk. Lelaki itu mendongakkan kepalanya dan melihat siapa yang datang. Ada Marvin di depan pintu. Sepertinya dia datang untuk berita yang penting. Langit menyuruhnya untuk segera masuk.“Ada, Marvin? Laporkan saja, singkat padat dan jelas. Aku sedang sibuk banget.” Begitu titah Langit tanpa mengalihkan pandangannya dari pekerjaannya.Marvin menarik kursi di seberang meja Langit dan duduk di sana. Dia segera membuka ponselnya dan menunjukkan foto-foto Danas yang sedang berada di rumah sakit.“Ada sedikit masalah di rumah, Pak.” Marvin melaporkan dengan mimik muka yang santai. Baginya itu juga bukan kasus yang luar biasa, karena terjadi pada Danas.“Hmm, ada apa?” Langit menanggapi masih dengan acuh tak acuh. Dia sendiri jika
Sepulangnya dari kampus, Danas diberitahu oleh Bi Surti jika Langit tadi datang ke rumah. Dia menanyakan mengenai mereka dihadang oleh preman saat pulang dari pasar. Danas baru masuk dan bermaksud mengambil air minum ketika maid itu menghampirinya.“Nyonya, tadi Tuan Langit pulang ke rumah. Dia cari, Nyonya.”Ucapan Bi Surti membuat Danas yang sedang meminum air tersedak. Dia buru-buru batuk dan mengatur nafasnya. “Apa? Tuan pulang. Cari aku?”“Ya, Nyonya. Tuan tahu kalau tadi kita ketemu dengan preman dan nyaris celaka.”“Aduh, kok bisa tahu sih?” Kini Danas yang merasa kurang suka karena segala informasi tentangnya akan sampai di telinga Danas. Lelaki itu selalu mengawasinya di mana saja.“Sepertinya Tuan tahu dari Marvin.” Bi Surti mengatakan itu karena dia lihat Langit datang ke rumah bersama dengan Marvin.Danas lantas menghela nafas dan duduk dengan lesu. Hari ini rasanya sangat melelahkan. Jiwa dan raga, ada saja kejadian tak terduga yang dialaminya. Saat mendengar kalau Langi
“Kenapa kamu tidak mengatakan padaku jika kamu disergap preman kampung itu?” tanya Danas seraya mendekat ke arah Danas. Tatapan matanya dalam dan menakutkan. Danas buru-buru bangkit dari tempat duduknya dan menunduk. Dia tak berani membalas mata Langit. Dia menoleh ke arah Bi Surti tapi perempuan itu sudah menghilang di balik pintu dapur. Langit berjalan semakin dekat hingga berdiri persih di depan Danas. Tubuhnya yang lebih tinggi dari Danas seolah bersiap mengancam dan membuat wanita itu tak berkutik. Danas merasa nyalinya semakin menciut. “Hei, aku tanya. Kau punya telinga tidak? Jawab!” Danas mulai membentak, suaranya kerasa hingga membuat Danas terperanjat kaget. Namun, mulut Danas masih terkunci rapat. Dia tak mau menjawab pertanyaan dari Langit. Dia bahkan membuang muka, tak sudi kontak mata. Melihat kelakuan Danas yang hanya bisa diam membuat amarah Langit mulai tersulut. Dengan kasar, dipegangnya dagu Danas lalu ditengadahkan. “Kamu nggak dengar aku bicara hah?!” Danas
Siksaan Langit baru berhenti ketika dia sudah puas melihat Danas diam tertunduk sambil berurai air mata. Dia mendorong tubuh Danas dengan kasar ke atas kasur. “Tidurlah. Kamu harus istirahat biar kamu punya kekuatan lagi untuk melawanku lagi.”Danas tak habis pikir dengan lelaki itu. Sebentar menyiksanya seperti malaikat maut, di lain waktu seolah sengaja mengulur hidupnya agar bisa dijadikan bahan mainannya lebih lama. Psikopatkah dia? Tanpa mempedulikan Danas yang masih menangis tergugu di atas ranjang, Langit meninggalkan Danas tanpa berkata sepatah kata pun. Ditutupnya pintu dengan kasar. Danas dapat mendengar langkah kaki Langit meninggalkan kamarnya. Tak ingin berpikir lagi, Danas memejamkam matanya. Dia ingin tidur, melupakan semua kesedihan dan penderitaan yang dialaminya. Namun, tentu saja, bukan tidur nyenyak yang datang menghampiri Danas. Tetap saja, dalam mimpi pun dia ketakutan dikejar-kejar Langit. Sungguh lelah jiwa dan raganya. Namun, bukan Danas jika esok harinya d