Jagad terdiam mendengar perkataan Davina. Dia merenung lama setelah Davina pergi dan masuk ke dalam kamarnya sendiri. Tentu saja Jagad masih memiliki akal waras, dia tahu kalau Danas adalah istri orang. Dia tidak mau disebut sebagai seorang perebut bini orang.“Apa kata dunia?” batin Jagad. Dia sadar kalau dengan segala apa yang kini dimilikinya, dia bisa mendapatkan hati wanita mana saja.Jagad seorang lelaki yang pintar, kaya dan memiliki pekerjaan yang bagus. Siapa wanita yang tidak tertarik kepadanya? Namun, entah mengapa sampai sekarang Jagad masih memilih untuk sendirian saja.Segalanya seolah berubah ketika dia bertemu dengan Danas. dia tidak bisa mengabaikan wanita itu begitu saja. Walaupun akhirnya dia menelan kekecewaannya ketika tahu Danas sudah berstatus seorang istri.Terlebih suaminya bukan orang lain melainkan Langit, sahabatnya sendiri. Tidak mungkin dia merebutnya. Berkali-kali Jagad mengajak rambutnya. Dia ingin bisa mengabaikan dan melupakan keberadaan Danas dari ke
“Pokoknya, Kak Jagad jangan dekati dia lagi kalau tidak mau terkena masalah!” “Kau pikir, kakakmu ini bodoh?” “Ya. Tapi kau mau jadi pria bodoh jika menganggu hubungan pernikahan orang. Sebaiknya, perasaanmu hilangkan saja.” Jagad terdiam sesaat. “Hilangkan, ya?” “Ya, hilangkan. Jangan terlibat hubungan apapun dengan wanita itu. Ah, bagaimana jika kucarikan wanita buat kencan buta denganmu?” “No! Tidak perlu. Jangan lakukan hal gila.” Jagad segera beranjak dari tempat duduknya meninggalkan Davina yang masih tengah sarapan. Sepanjang jalan menuju rumah sakit, Jagad masih memikirkan mengenai perkataan sang adik. “Tapi, aku terlanjur tertarik padanya.” Pikiran Jagad cukup gila. Dia tahu jika seharusnya dia tidak tertarik pada Danas. Wanita itu adalah milik Langit. Namun, dia tidak bisa memungkiri jika dirinya sendiri tertarik. “Aarrgh … Bisa gila aku. Bagaimana bisa aku tertarik pada wanita yang telah beristri. Jagad. Kau harus sadar, dia istri sahabatmu.” Dia cukup frus
Jagad menatap tajam ke arah Langit. “La, kenapa kau tidak menyelidiki kembali mengenai kasus kematian Amaira?”Pertanyaan itu membuat raut wajah Langit berubah. “Jika aku melakukan penyelidikan ulang mengenai kasus Amaira, apa kau pikir akan ada yang berubah? Apa menurutmu, pelakunya akan berubah?”“Ya. Mungkin saja hasilnya berbeda.”“Vedio yang ditunjukan oleh Renata itu lebih dari cukup membuatku tahu siapa pembunuh dari Amaira.”“Terasuk tahu mengenai istrimu dan Amaira bersahabat dengan Renata?”Langit terdiam. Dia tidak pernah mendengarkan Renata menyebutkan jika dia bersahabat dengan Danas dan Amaira. “Kau tahu dari mana?”Helaan napas Jagad terdengar. “Ternyata kau tidak tahu jika mereka bersahabat saat SMA,” ucap Jagad pelan.“Bagaimana kau tahu?”Jagad tersenyum. “Kenapa kau tidak mencaritahunya sendiri, Lang. Aku tidak ingin mengatakan padamu karena takut kau akan salah paham denganku. Kau bisa mencaritahunya. Selain, istrimu, Danas dan juga Renata, ada satu sahabat mereka
Danas tengah bediri di depan rumah Davina, membawa sebuah kotak makan untuk sahabatnya itu.Bel pintu pun dibunyikan oleh Danas.Tidak membutuhkan waktu lama, Tania, ibu Davina membukakan pintu. “Oh, Danas. Apa kabar, sudah lama tidak main ke rumah,” seru Tania dibalas senyuman oleh Danas.“Iya, Tan. Danas sibuk. Davina ada? Danas ingin bertemu Davina dan juga Danas membawa makanan kesukaan Davina,” ucap Danas mengatakan maksud kedatangannya.“Naik saja, dia ada di kamarnya kok.”Danas tidak melangkah, ia masih di tempat yang sama. “Tidak perlu Tan, Danas—”Melihat sikap Danas seperti itu Tania paham dengan apa yang terjadi di antara Davina dan Danas.“Vina … Keluar, ada Danas. Dia datang bawa makanan kesukaanmu, loh.”Davina yang ada di dalam kamar mendengar namanya dipanggil beranjak keluar tetapi saat mendengar nama Danas, ia mengurungkan niatnya membuka pintu kamar.“Davina tidak ingin ketemu Danas, Ma.” Davina memilih menjawab dengan berteriak membuat Danas mendengar jawaban dar
Tania hanya bisa menghela napas kasar melihat putrinya itu. Namun, ia mengkhawtirkan Danas karena awan tampak mendung, ia takut hujan akan turun dan Danas masih menunggu Davina.Benar saja, tidak menunggu waktu lama hujan pun turun. Hal itu membuat Tania semakin panik serta khawatir di saat yang bersamaan. Jagad yang baru saja pulang melihat sang mama tengah mondar mandir kebingungan.“Ma, ada apa?”“Itu, adikmu tidak mau keluar kamar. Padahal temannya sedang menunggunya,” ucap Tania lirih. “Mereka bertengkar sepertinya,” tambah Tania.“Terus kenapa Mama khawatir.”“Temannya bilang kalau dia akan menunggu Davina di taman tapi adikmu tidak mau pergi. Mama takut temannya masih ada di sana menunggunya, dan ini lagi hujan.”Jagad paham apa yang dikatakan oleh sang mama. “Jagad akan pergi melihat apa teman Davina masih di sana atau tidak,” ucap Jagad kemudian keluar.Tania kebingungan, bagaimana Jagad akan pergi melihat teman Davina sedangkan dia tidak memberitahu di mana tempatnya. “Apa
Langit mencengkram kerah baju Jagad. Tatapannya penuh ketidaksukaan. “Bisa kita membahasnya setelah aku mengantarkannya? Dia sedang demam.” Jagad berbicara dengan sangat santai tetapi tidak dengan Langit.Pikirannya sedang tidak karuan melihat Danas pulang dengan kondisi basah kuyup ditambah dalam gendongan Jagad, sahabatnya.“Lepaskan, Lang. Ini bukan waktunya untuk ribut denganku," ucap Jagad membuat Langit melepaskan cengkraman tangannya.Jagad melihat ke arah sisi lain rumah, terlihat Renata ada di sana. Tatapan wanita itu dipenuhi ketidaksukaan, bukan karena Jagad menggendong Danas tapi Langit yang mulai memperhatikan Danas. Sejak awal Jagad sudah bisa memprediksikan jika Langit masih tetap berhubungan dengan Renata."Biar aku saja," seru Langit berusaha mengambil Danas dari gendongan Jagad.Menyadari jika dirinya tidak memiliki hak, Jagad pun memberikan Danas yang tidak sadarkan diri pada Langit.Langit bisa merasakan tubuh Danas yang hangat, bahkan wajahnya pun terlihat memera
“Tuan, pakaian Nyonya sudah saya ganti,” ucap Bi Surti.Jagad yang baru saja masuk mendengar perkataan Bi Surti segera naik ke lantai atas. “Aku akan memberikan dia inpus, ini bisa membantu meredakan demamnya. Ah, jangan lupa untuk buatkan bubur untuk dia minum obat setelah sadar,” ucap Jagad kemudian masuk ke dalam kamar. Langit tidak mau ketinggalan, dia terus mengikuti Jagad yang memasang inpus pada Danas. “Apa dia baik-baik saja?”“Oh, dia baik-baik saja. Hanya demam, dia butuh banyak istirahat,” jelas Jagadd kemudian memasang infus di tangan kanan Danas.Wajah Danas begitu pucat, dan lelah. Dia tidak tahu, masalah apa membuat Davina dan Danas bertengkar tetapi dia harus membuat adiknya dan Danas bertemu.“Ehem.” Langit mendehem membuat Jagad segera beranjak.“Apa kau tinggal dengan dia juga di sini?” tanya Jagad sambil menunjuk ke arah Renata.Langit melirik ke arah Renata sesaat. “Tidak, dia hanya mampir setelah pulang kantor.”Tatapan mata Jagad tajam, melihat Renata. “Aku t
Davina sangat malas untuk turun ke lantai bawah tetapi karena suara Jagad melengking dan terus memanggilnya akhirnya dirinya turun. Ia bisa melihat jika kakaknya terlihat marah. “Kakak seharusnya tidak ikut campur urusanku.”“Davina, tidak ada yang mengajarimu seperti itu.” Tania ikut berkomentar.“Ma. Dia menemui Davina, itu pilihannya. Dan, pilihan Davina tidak menemuinya.” Davina menegaskan mengenai pilihannya itu. Jagad menatap tajam sang adik. “Kau benar-benar keterlaluan. Dia sampai tidak sadarkan diri karena menunggumu dan kau mengatakan hal seperti itu. Di mana rasa kemanusiaanmu, Dav,” ucap Jagad membuat sang adik terkejut.Danas pingsan?“Aku capek bicara dengan kakak,” gerutu Davina kemudian kembali ke kamarnya.“Kau harus ikut denganku besok pagi untuk melihatnya. Jangan membantah dan kabur,” tegas Jagad membuat langkah kaki Davina sesaat terhenti kemudian kembali melanjutkan langkahnya.Hatinya tidak dapat memungkiri jika dia khawatir mengenai Danas yang tidak sadarkan