“Selamat Pagi, Dad, Mom!” sapa Daniel dengan sangat bersemangat kala menuruni anak tangga di rumah besarnya.
Dia melihat sosok orangtuanya sudah duduk terlebih dahulu di kursi makan yang terletak di bagian tengah rumah megah mereka. Dengan suguhan sarapan yang sangat lebih dari cukup dan aneka kudapan manis sebagai hidangan penutup di sisi lainnya. Daniel seringkali mengucap syukur berulangkali.
“Pagi juga sayang… ayo duduk,” ajak sang ibu dengan senyum teduhnya.
Daniel yang menghampiri mereka pun mengecup kening kedua orangtuanya bergantian yang di balas dengan gelak tawa oleh keduanya.
“Kau bersemangat sekali hari ini,” ujar sang ayah sambil menyesap teh hangat dari cangkirnya.
“Tentu Ayah! Hari ini adalah hari pertama aku bekerja setelah beberapa tahun harus terpisah dari kalian di Jepang,” jawab Daniel.
Mereka pun tersenyum.
“Ingat! Kau tak lagi sebagai staff, Nak. Kau akan menempati posisi ayah di kantor,” jelas James.
“Tidak semudah itu Ayah. Apa kata orang nanti, jika putramu ini masuk ke kantor dan langsung menuju ruangan Presdir. Bahkan tanpa di uji terlebih dulu?”sanggah Daniel.
“Ujian apa lagi yang kau harapkan, Nak? Kau sudah melewatinya selama di Jepang. Menurut Ayah dan Ibu, itu sudah lebih dari cukup. Dan mereka semua juga tahu itu!” timpal ibunya.
“Baru satu tempat Bu. Ada satu Negara lagi yang harus aku taklukkan, agar aku bisa memegang kepercayaan Ayah dengan lebih baik lagi. Itu pun, jika kalian mengijinkan,” ujarnya.
“Memangnya kau mau kemana lagi?” tanya James—ayah Daniel.
“Korea. Aku mau kembali kesana untuk memulai semuanya dari awal. Selain mempersiapkan diri sebelum menjalankan usaha Ayah. Aku juga ingin mengembangkan bisnis Ayah disana, aku juga ingin menemukan sesuatu yang hilang Ayah…” jelas Daniel.
“Kau… masih mau mencari dia?” tanya Margareth.
“Iya Bu, aku ingin menemukannya,” tegas Daniel.
**
Daniel masuk ke dalam kamarnya yang terlihat sangat luas dan mewah. Ada sebuah ranjang besar dengan banyak ukiran khas Eropa, serta kelambu berwarna putih yang mengelilingi ranjang itu. Lalu meja kerja yang berada di sisi seberang dari ranjang, dan menghadap langsung ke balkon. Hingga Daniel bisa melihat bintang dan langit tiap kali duduk di meja kerjanya itu. Komputer keluaran terbaru dan bebapa buku catatan penting, pena, pensil, dan alat tulis lainnya berada lengkap di atasnya. Dan di sebelah meja itu juga di letakkan rak buku yang berisi banyak sekali koleksi buku tentang bisnis management, hacking, IT, dan buku novel misteri kesukaannya selama ini.
Kamar Daniel juga sangat nyaman karena pemuda itu sengaja memasang speaker kecil di tiap sudut kamarnya, untuk mendengarkan lagu favoritnya tiap kali bekerja.
Ya, Daniel memang memiliki kebiasaan unik. Dimana dia hanya akan bisa konsentrasi dalam belajat maupun bekerja, jika dia juga mendengarkan music. Terutama music kesukaannya. Hal ini karena suasana sunyi dan senyap justru akan membuat dia mengantuk dan cepat lelah. Tak jarang, Daniel ikut menyenandungkan nyanyian yang dia dengar. Dan menggerakkan tubuhnya mengikuti ritme lagu yang terdengar.
Kebiasaan ini pernah di protes langsung oleh sang ibu, Margareth. Yang merasa kebiasaan Daniel akan membuatnya sulit untuk fokus. Namun saat Margareth menemukan bahwa Daniel justru mampu mendapat nilai sempurna dari sejak sekolah menengah sampai dia lulus kuliah dengan metode tersebut. Maka baik Margareth maupun James tak lagi mempermasalahkan hal tersebut.
Di tambah lagi, gelar cumlaude dengan ipk sempurna yang di terima Daniel dari tiga Universitas terbaik di dunia. Yaitu Harvard untuk Strata – 1, Oxford untuk gelar Magister, dan Stanford saat mendapatkan gelas Strata – 3 nya. Membuat Daniel semakin menjadi sempurna sebagai anak dari James dan Margareth. Selain karena paras tampan dan perilaku baik yang selama ini di tunjukkan oleh putranya itu pada semua orang. Mereka merasa di berkati karena bisa menemukan Daniel.
Pemuda itu kemudian membuka pintu balkonnya dan membiarkan angin pagi itu masuk ke dalam kamar, membuat tirai putihnya beterbangan dan menari. Sementara dia duduk di atas kursi dan segera menyalakan komputer yang menampilkan foto keluarganya dan foto seorang gadis kecil yang kini tengah menjadi misteri keberadaannya.
Daniel menghela nafas sebentar, sebelum akhirnya memilih playlist lagu apa yang harus dia mainkan hari ini.
“Ya, David!” kata Daniel saat mengangkat teleponnya yang berdering.
“Aku sudah menemukan jejaknya. Kau bisa kesini secepat mungkin yang kau bisa,” lapor David yang membuat wajah Daniel langsung di hiasi oleh senyuman.
“Aku mengerti. Terima kasih banyak. Laporkan padaku secara berkala, apapun yang kau lihat tentangnya.” Daniel memberikan instruksi akhirnya.
Dia kini menyandarkan punggung ke kursi kerjanya dan menatap langit London dengan wajah lebih sumringah. Harapannya selama bertahun – tahun akan segera terwujud. Banyak mimpi dan angan yang sudah dia gantung tinggi di atas langit tiap malam demi bisa di wujudkan. Kini dia hanya berharap, bahwa setiap keinginan itu akan berjalan, sesuai dengan apa yang dia harapkan selama ini.
**
“Terima kasih… silahkan datang kembali…”
Seorang gadis dengan paras ayu, berwajah kecil dan berkulit putih pucat tersenyum begitu manis dan membenarkan kunciran rambut hitamnya yang kendur, segera setelah pelanggan terakhir pergi. Dia terlihat sangat puas dengan apa yang di kerjakannya. Dan kembali duduk di atas kursi yang berada tepat di depan meja kasir. Sambil memegang ponselnya, dia melihat layar ponsel dengan penuh senyuman. Bibirnya terlihat bergerak bersamaan dengan kepalanya yang ikut bergerak sesuai ritme lagu dari salah satu grup idol yang menjadi idolanya.
“Oppa! Aku akan datang ke konsermu tahun ini!” gumamnya, masih dengan senyum sumringah. “Hiiii…! Aku tak menyangka kalau uang tabunganku akhirnya cukup untuk menonton konser kalian!” pekiknya lagi.
**
---Seoul, Korea Selatan---
---Apartment Pavilio, Gangnam, Empat Bulan kemudian---
“Hmmhhh…”
Daniel merasakan tubuhnya seperti remuk dan hancur. Kepalanya juga sakit, seperti sedang di pukuli dengan palu. Intinya, dia merasakan seluruh bagian tubuhnya luluh lantak setelah pesta penyambutan malam tadi.
Tepatnya kemarin sore, kalau Daniel ingat, dia terpaksa harus membatalkan janji dengan kekasih yang baru di pacarinya selama 1 bulan lebih. Dan menghadiri pesta penyambutan seorang manager baru di kantornya. Memang, seperti perjanjiannya pada sang ayah, Daniel tak membuka identitas aslinya sebagai pemilik perusahaan dan masuk ke dalam perusahaan di Korea hanya sebagai seorang Kepala Divisi bagian IT. Itu sebabnya, dia harus ikut pesta penyambutan yang di adakan seorang manager baru. Selain demi hubungan sebagai rekan kerja, namun juga untuk menutupi identitasnya.
Daniel ingat dia tak terlalu banyak minum,, hanya beberapa gelas Soju yang di campur dengan Beer sambil makan daging babi panggang yang di taruh di atas lembaran daun selada dan di beri saus gochujang juga bawang putih. Makanan yang menurut banyak orang, adalah suatau yang khas dan hanya di miliki oleh Korea. Namun rasanya baru pertama kali di cicipi oleh Daniel, meski dia memiliki darah Negara ini.
Ponsel Daniel bergetar dan membuat lelaki itu harus memaksakan diri untuk bergerak, sekedar mengambil ponsel yang sebelumnya tergeletak di atas bantal.
“Halo?” suara Daniel terdengar belum pulih sepenuhnya.
“Sayang… kau baru bangun?” tanya seseorang di seberang sana.
Suara yang sudah beberapa hari ini menemani Daniel dengan segala kalimat cinta, juga rengekan khas perempuan muda pada umumnya.
“Hhmmm… kepalaku masih sakit,” jawab Daniel dengan bahasa Koreanya.
“Astaga! Apa kau baik – baik saja? Perlukah aku kesana untuk membawakanmu sup penghilang pengar?” tanya gadis itu lagi.
“Tidak. Kau tak perlu melakukannya. Aku akan baik – baik saja, sayang. Lagipula, sebentar lagi aku harus berangkat ke kantor.” Daniel menegaskan.
“Kau yakin? Bagaimana jika kita makan siang bersama saja nanti?” tawar gadis itu dengan nada memohon.
Daniel tahu, Rachel tak mudah di tolak. Bahkan tak mungkin jika mengingat backgroundnya sebagai anak tunggal kaya raya yang selalu mendapatkan apapun keinginnya. Dengan watak ini, Daniel harus siap jika Rachel sering memaksakan keinginannya pada Daniel.
Daniel terdengar menghela nafasnya sebelum mengangguk sambil menjawab, “Iya. Boleh saja. Nanti kita makan siang bersama.”
“Yey! Aku mencintaimu Daniel! Sampai jumpa nanti siang ya!” pekik gadis itu kegirangan.
Daniel kemudian menutup teleponnya dan tersenyum kecil. Lalu melempar ponsel itu sebelum kembali tidur.
‘Aku ijin untuk berangkat setengah hari. Tubuhku remuk!’
Pesan itu di kirim Daniel pada seseorang dan segera memejamkan matanya. Dia masih punya tiga jam waktu yang tersisa sebelum makan siang bersama Rachel nanti.
**
---Hannam – dong, Seoul, Korea Selatan---
“Ahjumma…!” teriakan melengking itu terdengar hampir ke seluruh penjuru rumah.
Hingga tak lama, segerombolan perempuan dengan memakai baju maid berwarna hitam dan putih mulai berlari dari segala penjuru dan menuju ke satu titik. Mereka berhenti di depan pintu kamar besar berwaarna putih dengan aksen Eropa mewah di setiap incinya. Sambil menata posisi mereka dan mulai berbaris rapih di depan pintu, salah satu maid tersebut mulai membuka pintu kamar dimana Rachel ada di dalamnya.
“Ya, Nona…” mereka semua segera membungkukkan tubuhnya 90 derajat dan menyapa Rachel dengan sangat sopan.
“Lelet sekali kalian! Aku kan sudah bilang, harus ada setidaknya tiga orang yang berjaga di depan kamarku setiap pagi. Supaya aku tak perlu sampai berteriak hanya untuk memanggil kalian semua kesini!” protesnya.
“Maafkan saya, Nona. Ini semua salah saya. Saya yang memanggil mereka ke dapur untuk menyiapkan sarapan pagi, karena Tuan dan Nyonya Besar akan segera berangkat untuk perjalanan dinas mereka ke luar negeri hari ini.” seorang Maid yang terlihat sudah cukup senior yang menjawab omelan Rachel.
“Dinas luar negeri lagi? Bukannya kemarin mereka baru saja pulang?” tanya Rachel.
“Iya, Nona. Sepertinya mereka cukup sibuk akhir – akhir ini,” jawab maid itu lagi.
“Cih! Mereka kan memang selalu sibuk setiap waktu!” gumam Rachel. “Ya sudah, kalian siapkan semua peralatan kampusku. Dan minta supir juga untuk menyiapkan mobil. Oh! Dan satu lagi, siapkan makanan di kotak bekal juga,” perintah Rachel pada semua maidnya.
**
Kamar Rachel begitu cantik, seperti kamar seorang Putri Kerajaan yang biasa muncul dalam film Barbie. Rachel memang pecinta film Disney Princess dan Barbis Princess. Dia selalu merasa bahwa dirinya secantik para putri kerajaan dan memiliki strata sosial yang serupa pula. Hal ini di tunjang dengan pekerjaan kedua orangtuanya dan latar belakang keluarga yang di miliki olehnya selama ini.
Rachel hampir tak pernah merasakan kesulitan dalam hidup, terkecuali saat ujian sekolah. Dan itupun, dia biasanya menggunakan jasa joki ujian atau semacamnya, untuk memudahkan langkah pendidikannya hingga bisa masuk ke dalam sebuah universitas ternama di Korea, dan berada di jurusan Management/Bisnis.
Kehidupan Rachel makin sempurna setelah dia bertemu dengan sosok Daniel saat tengah melakukan kunjungan kampus di perusahaan tempat Daniel bekerja. Awalnya, Rachel menganggap Daniel hanya pegawai rendahan. Namun saat dia tahu Daniel mampu mengabulkan seluruh permintaannya, dan memberikan banyak hadiah mewah juga mahal untuknya, Rachel pun akhirnya luluh dan jatuh ke dalam pelukan Daniel.
Belum lagi, Daniel yang selalu memanjakan dirinya dan selalu ada untuknya selama ini. di saat kedua orangtuanya tenggelam dalam kesibukan masing – masing karena pekerjaan mereka. Rachel merasa Daniel adalah sosok yang begitu sempurna di matanya untuk menjadi pendamping.
Bahkan Daniel sama sekali tak melayangkan protes, jika Rachel berperilaku manja dan sedikit berlebihan terhadap sesuatu pada Daniel.
“Aku harus terlihat cantik hari ini… karena aku akan bertemu dengan pangeranku…” kata Rachel.
Senyum pun terukir di wajah cantiknya. Wajah kecil dan mata sipit dengan kelopak mata ganda yang sengaja di buat di meja operasi, juga bibir tipis berwarna pink yang juga terlihat begitu sempurna. Rachel juga sering memujanya, memuja kecantikan yang dia lihat setiap hari saat tengah bercermin.
‘Ibu sudah mengirimkan uang saku untukmu. Katakan saja jika masih kurang. Nanti sekretaris ibu yang akan mengirimkannya lagi padamu.’
Pesan itu masuk ke dalam ponsel Rachel dan langsung menghapus senyum di wajahnya, dan berganti dengan wajah yang di penuhi rasa kesal.
Rachel kemudian mengambil ponselnya dan segera menghubungi sekretaris yang di maksud sang ibu. Dia tahu persis, di waktu ini ibunya masih berada dekat dengan sekretarisnya. Jadi akan lebih baik menghubungi wanita itu sekarang, agar ibunya juga mendengar yang dia ucapkan.
Dering teleponnya tak terlalu lama. sampai suara seorang wanita yang familiar terdengar.
“Kirimkan uang 100 juta won sekarang juga ke rekeningku. Aku ingin belanja hari ini. dan tolong urus kartu kreditnya, kalau perlu naikkan limit kreditku sekarang juga!” pinta Rachel dengan nada memerintah.
“Baik Nona. Akan segera saya siapkan dan saya urus,” jawab si sekretaris.
***
“Hyunji! Ada tamu di depan, tolong kamu catat dulu pesanan mereka. Aku sedang sibuk di dapur!” teriak pemilik kedai ayam goreng tempat Hyunji bekerja.Hyunji yang sebelumnya tengah mencuci piring di belakang kedai, langsung berlari sambil memakai celemek kedainya dengan terburu – buru. Lalu menyaut kertas catatan yang ada di atas meja dan sebuah pena. Dia menyempatkan diri unutk membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan sebelum menuju ke meja pelanggan yang baru datang dan menunggu untuk memesan.“Selamat datang di kedai kami, Tuan… mau pesan apa?” tanya Hyunji dengan sangat sopan.“Aku pesan satu ekor ayam. Setengah – setengah ya.” Pemuda itu menyebutkan pesanannya.“Baik Tuan. Untuk minumannya, mau pesan apa?” tanya Hyunji kembali.“Soju dan Beer. Dan berikan kami dua sloki juga,” jawab pemuda itu lagi.Hyunji menulis semua pesanan si pemuda dengan cepat dan
Seok Joon terkejut ketika mendengar kabar dari sekretaris pribadinya bahwa Daniel Kim, yang tak lain adalah Presdir baru dari Phonix Grup tengah menunggu kedatangannya untuk bertemu di ruangan Seok Joon yang berada di gedung parlemen. Diam – diam, pria paruh baya dengan rambut yang hampir menunjukkan uban di beberapa tempat itu tersenyum sekilas karena merasa dirinya menjadi sosok penting hingga Presdir sekelas Daniel Kim rela menunggunya datang.“Cepat kembali ke kantor. Ada pertemuan penting yang harus aku lakukan sekarang,” kata Seok Joon.Begitu sampai, dengan langkah yang cepat, Seok Joon menuju lift untuk naik ke lantai sepuluh dimana kantornya berada. Dan segera menuju kantor agar dapat menemui Daniel. Seok Joon sendiri sempat terkejut ketika melihat ada banyak pengawal pribadi yang di bawa Daniel dan berjaga di luar kantor Seok Joon kala itu.Dan setelah masuk ke dalam, sang sekretaris segera membungkuk sebelum membukakan pintu untuk Se
“Aku… masuk dulu ke dalam ya?” kata Rachel berpamitan.Daniel mengangguk dan membukakan pintu untuk kekasihnya dari dalam mobil dan melambaikan tangan pada Rachel setelah itu. mobil Daniel kemudian kembali melaju menjauhi pintu utama dan menuju ke gerbang setelah rachel memastikan, meminta penjaga rumahnya untuk membuka gerbang agar Daniel bisa keluar dari sana tanpa masalah.**Rachel masuk ke dalam rumah dan melihat sang ibu sudah berdiri sambil melipat tangannya di dada dan berdiri di ujung tangga sambil menatap tajam Rachel seolah siap menguliti sang anak.Rachel langsung mengangkat tangannya sebelum Minjung sempat membuka mulut, “aku tahu apa yang ingin ibu katakan. Dia kekasihku, itu benar. Kami menghabiskan waktu dan malam bersama kemarin, itu benar. Tapi dia bukan orang sembarangan dan justru…” Rachel lalu berjalan mendekati ibunya, “dia bisa jadi keberkahan besar bagi keluarga kita. Aku yakin, kakek aka
Hari bahagia Daniel dan Rachel, akhirnya resmi berakhir kemarin malam. Bukan berakhir yang mengartikan hubungan mereka kandas. Hanya saja, Rachel yang harus pulang agar tak terus menerus di telepon oleh sang ibu seperti di terror. Dan sebagai taggung jawab Daniel yang harus menjaga kekasihnya dengan baik. Terlebih jika mereka belum berada dalam ikatan resmi yang di restui oleh orang tua keduanya.Daniel memaksakan diri untuk bertemu dengan orangtua Rachel. Dia bahkan membujuk kekasihnya dengan berbagai kata rayuan yang belum pernah dia lontarkan sebelumnya pada Rachel maupun wanita lain sebelumnya. Selain karena memang ingin bertemu dengan orangtua sang kekasih dan mengenal mereka lebih dekat, Daniel juga berharap mereka bisa mendapatkan restu secara resmi dari orangtua Rachel. Agar jika suatu saat nanti Daniel kembali mengajak Rachel seperti tempo hari, mereka tak perlu merasa canggung dan sebagainya. Serta meminta maaf pada orangtua Rachel, karena telah mengajak anak mereka
Sebenarnya, bukan karena alasan penasaran saja yang membuat Rachel memberikan pertanyaan mengenai hal tersebut. Dia menanyakannya, karena beberapa waktu lalu, sang ayah sempat membahasnya bersama sang ibu di meja makan saat akhirnya mereka bisa makan malam keluarga bersama. Ayahnya terlihat agak marah dan menganggap tindakan Daniel merupakan tindakan sembrono dan kurangajar pada orang – orang yang seharusnya di berikan penghargaan juga atas kerja keras mereka selama ini. dan kemungkinan bahwa tindakan jahat para oknum tersebut juga di dasari atas ketidakadilan yang terjadi dalam perusahaan Daniel sendiri.Tapi apa yang bisa Rachel katakan pada Daniel? Dia jelas tak mungkin mengungkapkan pendapat ayahnya pada Daniel. Bisa – bisa, pria muda di sebelahnya justru akan mundur secara teratur dan meninggalkannya. Padahal, Rachel tahu dia sangat bergantung pada Daniel, hampir dalam segala hal beberapa waktu belakangan.“Kau melamun lagi, Sayang,” tegur
“Kau sudah bangun?” tanya Rachel. Sekali lagi, wajah gadis itu memerah. Dia cukup terkejut hingga sulit bergerak saat merasakan kulitnya bersentuhan dengan kulit Daniel yang terasa sangat hangat. Rachel sejenak berpikir, apakah ini rasanya jika suatu saat dia akan menjadi istri sah dari Daniel? Bisa mendengar suara seraknya saat baru bangun tidur, dan mencium aroma tubuh Daniel yang alami, tanpa parfum sama sekali. “Suaramu membuatku bangun…” bisik Daniel. Geli. Itu yang di rasakan oleh Rachel saat Daniel membisikkan jawabannya pada Rachel yang membuat nafas hangat pemuda itu berembus lembut melewati telinga, leher dan tengkuk Rachel. “Maaf sayang…” kata Rachel. “Sayang… jangan bilang maaf, aku kan tak sedang marah padamu.” “Tapi aku membuatmu terbangun,” jawab Rachel. “Ini sudah pagi sayang, jadi wajar kalau aku bangun. Lagipula, bukannya kau ada jadwal kuliah hari ini, hmm?” tanya Daniel masih dengan posisi yang sama.