[Karena aku hamil, aku mau kamu gugurin bayi kamu. Kalau kamu nanya kenapa. Itu karena aku lebih berhak buat Mas Rendra.]
Itulah isi pesan yang dikirim Wanda pada Kresna. Orang yang membaca pesan itu sempat terkejut. Namun, dirinya berusaha mengendalikan diri untuk tenang. Perlahan dia taruh lagi ponsel itu di atas meja rias.
"Mas, mau makan malam di sini atau mau di rumah Mbak Kanti?" tanya Kresna pada sang suami.
Rendra melukis senyum manis, lalu menghampiri Kresna. Dikecupnya kening istrinya itu dengan lembut. "Enggak usah, Sayang. Mas mau makan di rumah Kanti aja. Enggak apa-apa, kan? Kanti soalnya mau masak katanya," tutur Rendra lembut.
"Oh, ya udah, enggak apa-apa. Aku makan sama Bi Roro saja." Kresna menjawab sambil senyum juga.
Laki-laki berkemeja abu muda itu melewati Kresna lalu mengambil jas yang tersampir di sofa. Tadi, Rendra baru saja melaksanakan ibadah sholat isya dulu di kamar Kresna.
&nb
Suara tangis yang tersedu-sedu membuat Rendra tak kuasa untuk tidak menghampiri istrinya. Rendra perlahan duduk di samping Kanti di sofa ruang tamu. "Sayang," panggil Rendra lembut sambil mengelus bahu Kanti. Kanti bergeming, tidak mau dia mengatakan apa pun. Kata-kata Wanda sudah merobek harapannya untuk bisa bersenang-senang dengan Rendra malam ini. "Udah, Mas pulang aja!" perintah Kanti sambil mengusap cepat air mata yang jatuh tanpa izin. Dasar air mata enggak tahu diri! Bikin malu! Kanti jadi merasa lemah di hadapan istri pertama Rendra. "Pulang ke mana? Mas kan udah pulang." Rendra berusaha memeluk tubuh yang nyaris bergetar itu, Kanti juga tidak menolak dia butuh pelukan saat ini. "Ke rumah istri Mas," sahutnya tanpa membalas pelukan Rendra. Melihat Kanti tidak bergerak selain mengusap air mata, Rendra semakin mengeratkan pelukan. "Kamu istri Mas, Sayang." Kanti diam. Bibirnya menahan getaran akibat sakit hati. Tentu saja, siapa yang tidak sakit hati? Dicibir tentang kek
"Kamu tolong awasi Kresna!" ujar Rendra, setelah mobilnya berhenti di kediaman istri ketiganya. "Iya, Mas, aku ngerti. Mas jangan kepikiran, ya! Nanti kita pastikan dulu." Kanti melukis senyum, berharap suaminya tidak cemas atas berita yang tadi dia sampaikan. "Kamu enggak salah! Sebelum ini pun Mas udah tahu kalau Kresna ketemu sama mantannya, cuma Mas terlalu berpikir positif, sampai Mas kecolongan sekarang," jawab Rendra sambil mengelus bahu Kanti. "Lalu untuk Wanda, bagaimana, Mas?" Kanti menatap suaminya cemas. Sebab, apa yang dia dengar dari Wanda dan laki-laki yang katanya mantan Kresna itu adalah hal yang cukup membuat Kanti kaget juga. "Kamu jangan khawatir!" pinta Rendra, "untuk masalah Wanda, biar Mas yang urus dia, dia tanggung jawab Mas." Kanti mengambil tangan kanan Rendra lalu mencium punggung tangan itu. "Ya udah, aku berangkat, Mas. Nanti aku kabarin kalau ada apa-apa." "Iya, Sayang." Rendra mengecup puncak rambut Kanti. Perempuan berusia empat tahun lebih mud
"Kres, kamu mau ke mana?" sapa Kanti saat baru saja menaiki teras rumah Kresna. Tampak Kresna memang sedang menutup pintu hendak pergi. "Eh, Mbak, Kan." Kresna mendekati Kanti. "Ini aku ada urusan sama temen." "Oh, tadinya aku mau ajak kamu ke salon," sahut Kanti tersenyum canggung. Kanti mulai bisa membaca raut wajah Kresna yang kebingungan. "Eu ... maaf lho, Mbak," lirih Kresna. "Enggak bisa, ya?" "Iya, Mbak. Enggak bisa. Mbak coba ajak Tessa aja. Dia biasanya enggak ada kerjaan, cuma ongkang-ongkang kaki doang." Kresna melukis senyum paksa. Ya, karena dia punya firasat, takut madunya ini curiga dan menanyakan dengan siapa Kresna pergi. "Iya deh. Emang kamu mau ketemu temen siapa? Setahu aku, kamu enggak punya temen perempuan di Surabaya. Kamu kalau main cuma sama kita-kita aja," selidik Kanti. Nah, benar, kan? Kresna memang sudah menduga ini, Kanti pasti akan bertanya begitu. Lalu, dengan cepat Kresna menjawab. "Ada, Mbak, kebetulan temen dari Jakarta ke Surabaya, katanya p
"Maksud kamu, Mas?" Meski pura-pura tidak tahu, Rendra jelas bisa membaca kebohongan Wanda dari sorot matanya yang mengerjap-ngerjap saat Rendra tatap. "Tolong, Wan!" pinta Rendra sambil mengangkat tangan kanan. "Tolong, kamu jangan jadi perempuan bodoh hanya karena cemburu." Wajah Wanda memberenggut. "Oh, jadi Mas udah tahu," sahut Wanda menyadari kebohongan tidak akan bisa menutupi apa pun yang berusaha Wanda sembunyikan. "Iya. Kamu mau mengelak apa?" Rendra sudah menurunkan tangan dan menatap Wanda serius. "Mas tahu apa aja?" "Semuanya, termasuk rencana jahat kamu untuk melenyapkan anakku," jawab Rendra lugas, tapi masih berusaha tenang meski amarah sudah memuncak dan rasanya ingin meledakkannya detik itu juga. Tetapi, Rendra adalah sosok yang menjaga perasaan, kalau dia marah akan sangat mengerikan. Mata Wanda yang sudah melotot berusaha dia kendalikan. Dirinya hanya bisa menutup mulut tanpa ada niatan untuk menjelaskan. "Sekarang, Mas tanya sama kamu, apa maksud kamu mau
Suara tamparan terdengar jelas di ruangan yang hanya ada tiga orang itu. Kresna memberanikan diri dengan tatapan menyala langsung menampar lelaki di hadapannya. "Biadab kamu!" sentaknya marah. "Aw!" Alando meringis sambil memegangi pipi. "Kasar kamu, Kres!" "Biarin!" bela Kresna tegas, "kamu udah mesum, aku udah selayaknya memperlakukan kamu seperti itu. Sekarang, aku mau keluar dari tempat ini!" "Mau apa?" Alando masih memegangi pipinya yang perih. Dia tidak sedikit pun marah, karena sadar dirinya memang tidak mau melakukan apa-apa pada Kresna. "Aku mau keluar! Kalau kamu cuma mau melecehkan aku lebih baik aku keluar. Bicara, bicara macam apa ini?" Alando yang merasa tamparan Kresna tidaklah terlalu berdampak pada pipinya, lekas dia menatap Kresna. "Aku mau pegang perut kamu. Apa itu enggak boleh?" "Enggak!" "Kenapa? Aku tahu kok, aku enggak seharusnya melakukan ini sama kamu. Aku cuma mau bikin kamu sadar kalau aku masih sayang sama kamu. Aku enggak mungkin melecehkan kamu
Mata Rendra membelalak saat melihat pemandangan yang di luar dugaannya. Ternyata benar, seseorang memang tidak bisa dinilai dari penampilan. Kresna yang sangat alim bagi Rendra, berpakaian tertutup, mampu mengkhianatinya dengan berduaan bersama laki-laki lain. Inginnya Rendra langsung menyentak istrinya itu. Namun, dia berusaha tenang saat melihat istri sedang berhadapan dengan seorang laki-laki di kamar mandi. Entah siapa laki-laki itu. "Kresna!" panggil Rendra dengan suara tegas, tapi mengandung kepedihan yang dia tahan. "Mas!" Wanita berhijab itu berseru sambil membalik badan dan matanya langsung melotot. "Kamu ikut, Mas! Mas butuh penjelasan atas ini semua!" Rendra membalik badan dan segera keluar kamar mandi. Kejujuran istrinya akan terlihat setelah ini, setelah Kresna memilih antara Kresna jujur dan mengejar Rendra atau justru dia tetap bertahan dengan mantannya itu. Kresna memang merasa yang dilihat Rendra akan menimbulkan kesalahpahaman, lekas dia langsung menumpahkan air
"Terus gimana?" Tessa menatap sendu pada Kresna. Dia jadi ikut prihatin dengan apa yang terjadi pada madunya itu. "Aku enggak tahu," lirih Kresna menunduk, "tadi Mas Rendra tanya sama aku, aku ceritain semuanya." "Termasuk masa lalu Kakak?" "Enggak, Tes. Aku enggak mau bongkar aib aku. Allah udah baik nutup semua, termasuk menghadirkan laki-laki baik yang mau menerima aku yaitu Mas Rendra." Tessa jadi ikut diam. Jujur, sebagai perempuan dan istri Rendra dirinya merasa sakit hati, mungkin karena merasa cemburu karena perempuan di depannya ini begitu memuja suaminya. Ah, tapi Tessa bisa apa, mereka kan memang berbagi suami. "Yang bikin aku tambah bingung, Tes." Kresna beralih menatap Tessa, mengabaikan tatapan madunya yang juga ikut sedih. "Aku bingung, aku kayak lagi diuji banget karena kehadiran si Al. Aku enggak mau perasaan lama aku balik lagi." "Dia kan udah jadi mantan kakak, lagian dia juga jahat sama kakak," sahut Tessa polos. "Kamu bener, tapi setelah tadi Mas Rendra te
Alando menatap perempuan di sampingnya duduk. Mobil yang ia kemudikan ini sudah melaju jauh dan bahkan sudah meninggalkan kota Surabaya. Alando menghela napas. Betapa dia sudah nekad sekarang. Alando berharap setelah ini Kresna bisa dia miliki selamanya. "Sabar, ya, Sayang." Dengan halus Alando mengelus lembut surai rambut Kresna yang terurai, setelahnya kembali dia menyetir meski mulutnya masih mengoceh. "Setelah ini kamu enggak akan menderita lagi karena harus menjalani pernikahan poligami, aku bakal menjadikan kamu satu-satunya istri di hidup aku, Kres." Mobil pun kembali melaju, hingga setelah beberapa jam kendaraan beroda empat itu sampai di tempat yang Alando katakan pada Wanda sebelum ini. Ya, villa miliknya sendiri, tempat yang tidak akan mengusik kebersamaannya bersama Kresna. Alando lekas menggendong perempuan yang masih memejamkan mata itu, membawanya menuju kamar utama. Alando lalu membaringkan Kresna dengan hati-hati di kasur berseprai putih. Senyum Alando muncul tak