Share

Bab 7 - Face to Face

DIPTA

Dipta melihat bagaimana bosnya–atau mantan bosnya, memperlakukan putrinya sendiri terhadap musibah yang menimpa gadis itu.

Setelah naik turunnya emosi seperti roller coaster sejak tadi, Dipta menghela napasnya dan menatap Ela sekali lagi. 

“Mau saya temani?” tanyanya pelan. 

Gadis itu terlihat rapuh dan wajahnya pias. 

Apalagi setelah pertengkaran hebat dengan kedua orang tuanya dan tuntutannya agar dia menikah dengan Dipta, jika ada kehidupan baru–

Jantung Dipta kembali berpacu kencang. 

“Uh… kapan kita bisa tahu kalau, kamu mengandung?” tanya Dipta dengan tenang, meskipun kini jantungnya kebat-kebit.

Ela mengedikkan bahunya. 

“Sekitar dua minggu? Tunggu apa aku terlambat datang bulan atau nggak,” jawab Ela pelan. 

Wajah gadis pun memerah ketika menjelaskan perihal tersebut. 

Dipta mengangguk. 

“Saya akan selalu mendukung keputusan Ibu kelak. Mau,uh dilanjutkan atau–” Belum sempat Dipta menjelaskan opsi terakhir yang begitu pahit di mulutnya, Elaina sudah menggelengkan kepalanya. 

“Nggak! Kalau aku hamil, akan aku jaga. Aku nggak mau menggugurkan kandungan karena kesalahan kita berdua,” tukas Ela dengan lantang. 

Benar. 

Meskipun tindakan mereka berdua malam itu adalah kesalahan, namun jika ada seseorang malaikat kecil hadir di antara mereka, maka bayi itu bukanlah suatu dosa. Mereka berdua harus bertanggung jawab secara penuh. 

“Jalan kita akan terjal ke depannya,” ungkap Dipta. 

Ela menutup matanya sejenak. 

“Kita ngobrol di belakang aja,” ujarnya sebelum akhirnya membuka kelopak matanya kembali dan memimpin jalan menuju patio di halaman belakang rumah besar ini. 

Saat melewati lorong, Dipta melihat jika atasannya memperhatikan gerak-gerik keduanya dari sudut ruangan. Elaina pun menyadarinya. 

Pak Ridho berjalan mendekat, tapi ditahan oleh Elaina. 

“Jangan ikuti kami, jaga Mama saja di atas,” perintah Ela kepada Pak Ridho sambil menunjuk lantai dua tempat kamar utama Ibu Clara dan Pak Hendra Dharmawan tinggal.

“Tapi saya ditugaskan untuk mengawasi–” sela Pak Ridho. 

Atasannya begitu keberatan dengan penolakan dari Ela. 

Dipta maju melangkah, melindungi Ela dari jangkauan Pak Ridho. 

Mantan atasannya itu mengeraskan rahangnya. Kesal dengan sikap Dipta yang terlihat seperti pembangkangan. Namun sekarang hubungan mereka tak lagi seperti atasan dan bawahan. Jadi Dipta tak gentar dan tetap bertahan dengan sikapnya. 

“Pak Ridho,” tegas Dipta. Tersirat nada peringatan dari nada bicaranya tadi. 

“Dipta!” geram Pak Ridho. 

Pria itu tak suka dengan gestur Dipta. 

“Pak Ridho, please. Jangan halangi kami. Tunggu saja di depan. Saya hanya ingin berbicara dengan Pak Dipta.” 

Suara Ela membelah tensi yang tercipta antara dirinya dan Pak Ridho. Bahkan dengan berani gadis itu menggamit lengan Dipta dan ‘menyeretnya’ menjauh dari Pak Ridho dan melenggang tenang menuju patio di samping kolam renang kediaman ini. 

Mendengar peringatan dari Elaina, Pak Ridho akhirnya memilih mundur dan berdiri tegap di pinggir french door berwarna putih  yang membatasi rumah dengan area belakang rumah, lalu duduk di kursi dekat kitchen aisle.

Menjaga dan mengamati mereka berdua dari tempatnya. 

Ela berhasil membawanya hingga ke patio dan Dipta menunggu sampai gadis itu duduk sebelum dia mengikuti jejak Ela. 

“Kamu tanya apa, tadi?” Ela seperti tersadarkan dan kini menatap Dipta lamat-lamat dengan kedua bola matanya yang begitu indah. 

Dipta terhanyut sejenak dalam pusaran manik mata itu sampai-sampai menghiraukan pertanyaan yang dilemparkan Ela barusan. 

“Huh?” Dipta mengerjapkan matanya. 

“Sejujurnya saya nggak ingat,” ujar Dipta polos dan jujur. 

Ternyata ucapannya membuahkan kekehan pelan dari Ela. Hati Dipta sontak menghangat. 

“Fokus dong, Pak,” tegur Ela sambil menepuk lengan Dipta sembari diselipkan canda. 

Bagaimana Dipta bisa fokus jika di hadapannya adalah seorang Elaina Gauri Dharmawan?

Tawa ringan sempat mampir melingkupi mereka berdua, sebelum akhirnya raut wajah Dipta kembali serius dan perhatian penuh dicurahkan untuk Ela. 

“Kita sudah membahas jika di masa depan akan ada satu orang berharga yang hadir dalam hidup kita, Bu Ela.” 

Ela mengernyitkan dahinya saat mendengar ucapannya. 

“Nggak usah panggil Bu lagi, we are past that. Panggil saya Ela,” pintanya. 

Dipta mereguk salivanya. 

Rasanya seperti lancang sekali, setelah malam kemarin mereka berdua saling menikmati tubuh satu sama lain, dan kini nama panggilan pun ikut berubah. Ada intimasi yang tak pernah Dipta bayangkan sebelumnya tercipta antara dirinya dan putri dari bos besarnya itu. 

Okay, sekali lagi–putri mantan bos besarnya. 

“Ela,” tuturnya pelan. 

Dipta melisankan nama tersebut dalam ucapnya dan secara aneh dalam dadanya timbul desir baru yang cukup membuatnya bingung. 

“Jadi gimana?” tanya Ela sekali lagi. 

Dipta sekuat tenaga memusatkan kembali fokus dan pikirannya. Mengingat ke belakang apa pembicaraan mereka tadi sebelum terputus dan berpindah tempat. 

Ah iya, benar. Tentang kelanjutan hubungan mereka. 

“Saya akan bertanggung jawab, apapun hasilnya kelak. Tinggal Ibu–uh, maaf, tinggal Ela maunya seperti apa,” ujarnya diliputi rasa bersalah. 

“Aku maunya kita nikah,” balas Ela dengan nada yakin. 

Dipta terperangah. Masih tak percaya dengan kalimatnya yang lantang dan berani. 

“Bahkan tanpa ada anak di antara kita yang hadir nanti?” Dipta memastikan sekali lagi. 

Ela mengangguk mantap. 

Dipta hanya bisa membuka dan menutup mulutnya. 

“Tapi… saya hanya seorang pengawal biasa,” kilahnya. 

Ini merupakan kenyataan. Profesinya sebagai pengawal adalah bagai langit dan bumi dengan status sosial gadis di hadapannya. 

“Terus kenapa kalau kamu sebagai pengawal?” Ela bertanya balik, seakan menantang balik ucapannya. 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
carsun18106
kalau sdh dipecat begini, dipta kerja dimana? apakah akan ditempatkan di pos lain? atau sdh dikeluarkan dari firma security tsb?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status