Share

Bab 6 - Rencana Gila

Lihat, betapa terkejutnya wajah kedua orang tuanya serta kakaknya ketika Ela berbicara seperti itu!

Mereka semua menganggap Ela gila!

Memang benar! Dia sudah gila, dan dia tak akan melepas semua kungkungan yang memenjarakan dirinya dan akan bertindak bebas sesuai keinginan hatinya. 

“Jangan gila kamu!” Papa mengalihkan pandanganya dari Pradipta kepada dirinya. 

Ela menyadari jika wajahnya refleks tersenyum. 

Mungkin ini senyum pertamanya sejak kejadian malam itu. 

Deshinta sang kakak pun menatapnya seperti Ela seorang pesakitan yang baru saja kabur dari rumah sakit khusus pasien jiwa. 

“Apa mau pria lain bertanggung jawab dengan ini semua dan membesarkan anakku kelak, Pa? Bukankah itu malah menjadi skandal yang lebih besar?” Ela bertanya langsung kepada papanya. 

Dia tahu Hendra Dharmawan mementingkan nama baik di atas segalanya. Tentu saja ucapannya tadi langsung mendapatkan perhatian penuh papanya. 

“Pasti ada pria terhormat lainnya yang bisa menikahimu,” balas sang papa dengan nada angkuh. 

“Jika ini berkaitan dengan anak karena perbuatan kami, maka saya menuntut untuk bertanggung jawab dan izinkan saya menikahi Ela, Pak.” 

Kali ini sang pengawal yang mengambil alih pembicaraan. 

“Mama nggak sudi!” Mama kali ini menanggapi pembicaraan mereka. 

“Mama dan Papa sudah sekolahkan kamu tinggi-tinggi! Memberikan yang terbaik! Dan sekarang begini caramu membalas kasih orang tuamu? Jahat sekali kamu Ela! Anak durhaka!” Mama meraung sambil menangis. 

Menjadi drama queen yang merupakan keahliannya sejak dahulu kala. 

Pradipta dengan gegas menghampiri Ela dan menangkis pukulan mama yang hendak ditujukan kepadanya. 

“Pergi kamu! Pengacau!” Mama kini mengalihkan pukulannya kepada Pradipta. 

Mama menyerang semua yang terjangkau olehnya, dan Pradipta hanya menerimanya dalam diam. Dia tak menghentikan serangan bertubi-tubi mamanya yang begitu kalap saat mendengar permintaan Ela. 

“Nggak bisa Papa! Mau ditaruh di mana muka kita kalau punya menantu seperti pria ini!” ujar mamanya yang didramatisasi dengan raungan menggema di lantai satu rumah megah mereka. 

Mama berhenti memukuli Pradipta karena Ela tak tahan melihatnya, dia menarik pria itu mundur dan memposisikan dirinya di hadapan sang mama. Kini Ela memposisikan dirinya sebagai perisai Pradipta. 

Mamanya terengah-engah, rambut sasaknya yang biasa tertata rapi kini mulai berantakan, maskaranya luntur dan wajah tanpa cela sang mama di usia paruh bayanya kini terlihat menua di mata Ela. 

Elaina menatap mata mamanya langsung. Ada luka di sana. 

Pun dengan refleksi wajah Ela yang tercetak dari manik mata sang mama. Ela juga terluka. Namun Ela merasa tak ada yang bisa merasakan dalamnya rasa sakit dikhianati oleh keluarga terdekatnya yang Ela percaya sepenuh hati. 

Perasaan ditinggalkan seperti ini seperti pil pahit yang harus Ela telan. Rasanya bahkan lebih mengerikan dibandingkan masa depannya yang pupus bersama Dhanu, atau bayangan konsekuensi lainnya yang akan diterima Ela kelak. 

“Papa, kita harus segera bertemu Dhanu dan Om Rahmat. We don’t have time to hear this nonsense!” Ucapan penuh duri terlontar dari mulut kakaknya. 

“Omong kosong, Mbak?” Ela maju selangkah untuk mengkonfrontasi kakaknya. 

Suasana rumah begitu kacau dan menegangkan. 

Sejengkal lagi dia akan berhadapan langsung dengan Deshinta, namun pundaknya ditahan oleh pengawalnya. 

Pradipta meremas bahunya, meminta atensi penuh dari Ela. 

Dia menoleh dan mengalihkan pandangannya kepada Pradipta. 

Pria itu menggelengkan kepalanya pelan. 

“Aku sudah capek hidup seperti ini! Bahkan sekarang aku nggak boleh membela diri?” Ela bertanya sengit kepada Pradipta. 

“Pak Ridho, tahan Ela agar tidak pergi keluar dari rumah ini. Mama juga. Bersihkan wajahmu! Dan jangan menyusul kami. Hanya Deshinta dan saya yang pergi.” Papa kembali menghiraukan ucapan Ela dan memilih menanggapi perkataan sang kakak. 

Satu lagi luka ditorehkan dengan sengaja penuh kesadaran oleh Hendra Dharmawan. 

Mereka berdua akhirnya pergi dari rumah. Mama memilih masuk kembali ke kamar dan meminta Pak Ridho agar menyuruh Cici Valencia–asisten pribadi mamanya untuk menemuinya di kamar. 

“Pradipta, tolong jangan berulah lagi dan segera tinggalkan kediaman Pak Hendra sekarang juga. Kamu sudah tidak diterima lagi di sini,” ujar Pak Ridho sejurus sebelum akhirnya dia mengantar mamanya kembali ke kamar pribadinya. 

Ruang keluarga ini kembali hening setelah semua orang pergi, bahkan asisten rumah tangga pun menghilang dari tempat persembunyian menguping mereka dan memilih melanjutkan aktivitas mereka masing-masing. 

“Istirahat dulu, ya. Saya yang akan menyelesaikan semuanya,” ujar Pradipta dengan suara dalam namun lembut di telinganya. 

“Mereka jahat banget, tahu nggak!” Ela berujar dengan tegar. 

“Nggak ada satupun yang percaya dengan kita,” tambahnya lagi. 

Pradipta mereguk liurnya. 

“Ini salah saya,” ujarnya. 

Iya! Ingin sekali Ela mengumpat dan melimpahkan kesalahan kepadanya. Tapi potongan-potongan ingatan itu sedikit demi sedikit muncul ke permukaan. 

Elaina lah yang pertama kali menginisiasi malam panas mereka. Dia juga yang mulai menggerayangi dan menggoda Pradipta pertama kali. Pria itu cukup kuat untuk menolak awalnya. 

Namun logika pun sudah tergerus oleh pengaruh obat sialan tersebut–

“Siapa yang menjebak kita?” Ela tiba-tiba teringat satu hal krusial yang mengubah hidupnya. 

Penjebakan murahan yang mengorbankan mereka berdua. 

Rahang pria itu mengeras sejenak. Dia menutup matanya sebelum membuka kembali dan menggertakkan giginya. 

“Saya berjanji akan mencari dalang di balik peristiwa ini, Bu,” ujarnya penuh formalitas. 

Di tengah suasana aneh ini, Elaina akhirnya tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya. 

“Kita udah tidur bareng, rasanya konyol kalau saya memanggil kamu Pak, dan kamu memanggil saya dengan sebutan Ibu.” 

Pradipta berdiri rikuh mendengar sentilan darinya. 

“Kita harus bicara lagi, Maksud saya… mungkin dalam uh dua minggu ke depan, if there’s a baby…” Dengan terbata-bata Ela mengungkapkan satu masalah besar lainnya yang mengganjal batinnya sedari tadi. 

Mereka melakukannya tanpa pengaman sama sekali malam tadi. 

Jika sampai ada kehidupan baru hadir dalam hidup mereka, maka banyak hal yang mulai serius dia bicarakan dengan Pradipta. 

“Saya sepenuh hati akan mendukung keinginan Bu–” Ela menggelengkan kepalanya ketika mendengar sapaan spontan Pradipta kepadanya. 

“Ehm… maksud saya… saya akan sepenuh hati mengikuti keinginan Ela,” jawab pria itu. 

“Uh… namun, saya berharap jika memang ada keajaiban yang dititipkan kepada kita karena perbuatan kita malam tadi, maka saya sangat berharap jika kita bisa membesarkannya bersama,” lanjutnya dengan suara serak. 

“Saya… anak kita–” Kini gantian, Pradipta yang kesulitan mengungkapkan apa yang ada di dalam hatinya. 

“Saya tak akan menggugurkan bayi kita,” balas Ela. Dia mengerti apa yang hendak Pradipta ungkapkan kepadanya. 

Pradipta menganggukkan kepalanya tanpa suara, lega dengan pernyataan Ela barusan. 

“Dan Pradipta…” 

Tubuh pria tersebut menegang ketika Ela menyebut namanya dengan kasual seperti ini tanpa ada pengaruh alkohol atau obat perangsang lainnya. 

“Saya serius dengan ucapan saya barusan. Saya hanya ingin menikah denganmu, saya nggak mau lagi menjadi pion untuk Papa dengan menikahi pria pilihannya, lagi.”

Not after what they did to me. Not when they did not respect me, and believed in me. Not anymore.” Elaina menuntaskan janjinya. 

Dia tak akan mengikuti kehendak kedua orang tuanya lagi. Sudah cukup. Dan peristiwa ini adalah titik balik hidupnya. 

Elaina meremas lengan Pradipta yang berdiri di hadapannya. Mencoba menyalurkan emosi tertahannya, berharap pria itu simpatik dan mengerti alasannya bertindak gila seperti ini. 

Tatapan pria itu tak bisa Elaina gambarkan secara jelas. Entah apa yang bercokol di balik mata misterius tersebut. 

“Oke, kita akan menikah.” 

Pradipta mengangguk sekali lagi dan meraih jemari Elaina sebelum meremasnya dengan penuh perhatian. Diangkatnya punggung tangan Elaina dan dikecupnya dengan lembut sebelum pria itu berujar, “I will be your knight, your protector, and your shield. Even if I have to fight your family, Elaina.”

Komen (3)
goodnovel comment avatar
carsun18106
wadau geralt mah rough teuing, yg di argylle atau jd sherlock di enola pas tuh vibes nya bodyguard, atau yg jd charles brandon yg di miniseri tudor itu
goodnovel comment avatar
JEMMA JEMIMA
Henry Cavill pas jadi Geralt the Rivia ngga sih, haha ikutan halu juga ini jadinya
goodnovel comment avatar
carsun18106
dan saya membayangkan henry cavill lah yg mengecup punggung tangan IU #halutothemax
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status