“Alasan!” sinis Claire sambil menatap tajam ke arah Levin.
Pria itu mengangkat bahu, terlihat santai. Meski sebenarnya rasa bersalah menguasai hatinya, tapi Levin berusaha menutupinya. Lagipula ini semua sudah terlanjur terjadi dan waktu pun tidak bisa diulang kembali, jadi ya sudah. Mau bagaimana lagi ya kan? Lagipula saat memutuskan untuk ‘membantu’ Claire meredakan hasratnya, Levin tidak tau kalau gadis itu masih perawan. Siapa yang menyangka kalau ternyata Levin lah yang melepas segel gadis itu untuk yang pertama kalinya? Dan ketika Levin menyadari kenyataan itu, semua sudah terlambat karena dirinya tidak mungkin lagi berhenti. Apa yang sudah dimulai harus dituntaskan bukan? Bisa saja itu adalah salah satu cara Tuhan untuk membalas niat baik Levin yang membantu Claire agar tidak jatuh ke dalam jebakan Mia kan? Yaitu dengan memberikan Levin gadis perawan? Mungkin karena Tuhan tidak ingin berhutang padanya, makanya kebaikan Levin langsung dibalas malam itu juga! Dan Levin tidak menolak karena meniduri gadis perawan rasanya sungguh berbeda. Tidak percuma Levin menghajar pria yang semalam karena dirinya jadi dapat untung! “Terserah kamu jika menganggapnya sebagai alasan. Sejujurnya aku tidak menyangka kalau kamu masih perawan. Maaf, karena aku yang menjadi pria pertama untukmu. Lagipula aku tidak habis pikir bagaimana bisa seorang gadis yang suka clubbing dan minum alkohol ternyata masih virgin? Aku pikir kamu menganut pergaulan bebas!” “Bukan urusanmu! Tidak semua orang yang pergi ke bar sebrengsek kamu!” ketus Claire membuat pria itu meringis kecil mendengar nada sinis Claire yang begitu pekat. Levin mengangkat tangan, tidak ingin mendebat. Sadar kalau dirinya memang salah karena telah merenggut mahkota seorang gadis tanpa izin. Tapi mau bagaimana lagi? Semalam adalah kondisi terdesak. Levin hanya melakukan apa yang seharusnya kan? Hening sejenak sebelum Claire kembali bersuara. “Apa semalam kamu pakai pengaman?” tanya Claire, mengorek informasi yang paling penting. Informasi yang berkaitan dengan masa depannya. Pertanyaan yang membuat Levin terdiam. Pria itu menggeleng pelan, membuat Claire memaki dalam hati. Rasa takut yang sempat sirna kini kembali muncul. Ya, awalnya Levin tidak ada niat untuk melakukan hal itu. Dirinya murni hanya ingin menolong Claire dan Levin juga tidak mungkin membawa kon-dom kemana-mana kan? Meski brengsek, tapi Levin tidak asal celup di setiap tempat! Hanya wanita yang telah dipilihnya lah yang bisa tidur dengannya. Dan Claire adalah pengecualian karena apa yang terjadi di antara mereka adalah diluar rencana dan dalam keadaan terdesak alias kasus khusus! “Di dalam atau di luar?” tanya Claire lagi, ingin mendapatkan informasi secara akurat. Meski terdengar ambigu, tapi Claire yakin kalau Levin memahami maksudnya. Dan jawaban yang dilontarkan Levin membuat setitik harapan di hati Claire langsung musnah. Harapannya pupus detik itu juga. “Di dalam,” sesal Levin. Claire hanya bisa memejamkan mata, sekarang bukan hanya dunianya yang runtuh, tapi masa depannya juga runtuh seketika! *** Pertanyaan Claire membuat rasa bersalah muncul di wajah Levin dan kali ini dirinya tidak berniat menyembunyikannya. Levin sadar kalau dirinya sangat ceroboh. Seharusnya Levin lebih berhati-hati, tidak boleh lupa diri atau lepas kendali. Tapi serius, semalam Levin benar-benar lupa hingga melakukannya begitu saja tanpa memikirkan akibat akan hal yang mungkin terjadi ke depannya nanti. Lebih tepatnya Levin hanya dikuasai nafsu tanpa sempat memikirkan apapun semalam. Desahan dan lekuk tubuh Claire yang menggoda membuat Levin lupa diri. Melupakan hal penting yang tidak seharusnya dilakukan. Ditambah rasa nikmat yang baru kali ini dirasakannya membuat otak Levin semakin berkabut dan tidak sempat menarik juniornya keluar saat ledakan kenikmatan itu datang menghampirinya hingga lahar panasnya tumpah memenuhi rahim Claire. “Shitt!” maki Claire kasar sambil mengepalkan kedua tangannya yang masih mencengkeram selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Rasa dingin merasuk ke tubuhnya. Rasa dingin yang didasari oleh rasa takut, bukan karena AC. Claire mendongak, berusaha mengusir air matanya yang hendak tumpah keluar. Berbagai macam pertanyaan berkecamuk dalam benaknya. Bagaimana bisa hidupnya berubah drastis seperti ini hanya dalam waktu satu malam? Bagaimana kalau nanti dirinya hamil? Bagaimana kalau masa depannya hancur karena kecerobohan satu malam? Bagaimana cara Claire bertanggung jawab atas kecerobohan dan kebodohannya? Apa yang harus Claire katakan pada daddy Alex nanti? Beliau pasti kecewa padanya. Tapi menyesal pun percuma karena semua sudah terlanjur kejadian. Nasi telah menjadi bubur. Claire hanya bisa memaki kebodohannya dalam hati. “Keluarlah! Tinggalkan aku sendiri!” ucap Claire serak, suaranya sarat akan kesedihan. “Tapi…” “Kamu tenang saja, aku tidak akan pernah meminta pertanggung jawabanmu jika sampai terjadi sesuatu. Kamu pasti tau ‘sesuatu’ apa yang aku maksud disini. Aku bisa mengurus semuanya sendiri. Aku akan anggap tidak pernah terjadi apapun semalam dan andai kita tidak sengaja bertemu, hal yang semoga saja tidak pernah terjadi, jangan pernah menyapa karena kita tidak saling mengenal,” sela Claire cepat sebelum Levin sempat berkata-kata. “Aku justru berpikir sebaliknya, aku yakin setelah ini kita akan semakin sering bertemu. Kamu pasti tau apa maksudku.” Jawaban Levin membuat Claire terdiam dengan pikiran berkecamuk!Nick mengerang lirih. Sekujur tubuhnya terasa ngilu. Lidahnya pun terasa pahit. Tenggorokannya sakit. Hidungnya pun tersumbat. Oh, sakit sungguh menyebalkan!Nick benci jika harus merasa tidak berdaya seperti ini. Dengan rasa malas, Nick mencoba mendudukkan tubuhnya yang masih lemas. Tapi Nick sadar kalau dirinya tidak mungkin berbaring seharian. Dirinya tetap harus makan sesuatu, meski lidahnya sedang tidak dapat berfungsi normal hingga membuat segala makanan yang dicicipinya terasa hambar, dan kembali minum obat agar kondisi tubuhnya segera pulih. Nick tidak ingin sakit lama-lama. Tanpa sengaja matanya tertuju ke arah nakas di sebelah kanan ranjangnya. Kemana mangkuk kotor berisi bubur yang disantapnya tadi pagi? Dan kenapa bungkus obat yang awalnya berserakan kini malah lenyap? Padahal Nick yakin kalau tadi sebelum tidur, saking lemahnya, dirinya sampai tidak memiliki tenaga untuk membersihkannya meski itu adalah hal yang terlihat sederhana. Rasa was-was mengha
Claire menekan tombol intercom, menunggu respon Nick, tapi meski telah menunggu hingga satu menit lebih, tidak ada jawaban apapun. Jangankan membuka pintu, pria itu bahkan tidak merespon panggilan intercom! Apakah Nick sedang tidak di rumah?“Sepertinya Nick tidak ada di apartemen. Mungkin dia sedang jalan-jalan melepas suntuk makanya mengajukan cuti hari ini,” ucap Levin, menyuarakan hal yang juga sempat terlintas di benak Claire. Tapi entah kenapa Claire tidak yakin dengan dugaan itu. Nick bukan orang yang suka mengabaikan pekerjaan dengan jalan-jalan, pasti karena ada hal lain. Claire lebih yakin kalau sahabatnya itu sedang sakit hingga terpaksa cuti! Terpaksa, Claire mengulurkan tangan dan menekan 6 digit angka, berharap Nick tidak mengubah password pintunya. Suara ‘klik’, yang menandakan kalau pintu telah terbuka, terdengar membuat Claire menghela nafas lega. “Bagaimana kamu bisa tau password apartemen Nick?”“Kami sudah bersahabat selama lebih dari 20 ta
Levin terlonjak kaget saat mendengar pekikan Claire. “Ada apa, Claire?” “Kita belum memberitahu daddy Alex dan orangtua kamu, Levin. Nick juga belum aku beritahu, mereka pasti kaget dan senang mendengar kabar ini.”“Well, aku rasa khusus untuk Nick, dia tidak akan kaget karena aku sempat mengungkapkan kecurigaanku mengenai dugaan kehamilanmu beberapa waktu lalu.”“Oh ya? Kapan?”“Saat pria itu menolak berbicara denganmu, mau tidak mau aku membujuknya sambil mengungkapkan dugaanku berharap dengan begitu rasa kesalnya melunak. Aku juga bilang padanya agar tidak membuatmu stress dan rencanaku berhasil,” aku Levin jujur. “Ahh, jadi begitu! Pantas saja setelah itu dia langsung bersikap seperti biasa seolah tidak ada masalah apapun dan mengatakan sudah memaafkanku saat aku minta maaf padanya!” gumam Claire paham.“Hmm, aku bilang padanya kalau kamu terlihat murung dan frustasi, hal yang tidak baik bagi ibu hamil. Dan aku tidak bohong, saat itu kamu memang mu
Rena menoleh saat mendengar pertanyaan Claire yang dipenuhi nada khawatir. “Oh, tidak, kondisi bayi kalian baik-baik saja. Hanya saja kemungkinan besar bayi kalian kembar karena rahim terlihat merenggang lebih jauh,” ucap Rena menenangkan.Nafas Claire dan Levin tercekat. Pasangan itu saling berpandangan. “Kembar, Dok?”“Iya, ini memang baru sekedar dugaan saya. Tapi saya lihat, perut anda terlihat lebih besar dibanding usia 6 minggu kehamilan tunggal. Namun untuk lebih pastinya kita bisa periksa kembali saat check up rutin di bulan depan. Apalagi umumnya saat kehamilan kembar akan disertai oleh rasa mual yang lebih intens daripada biasanya serta lebih sering merasa lelah, tapi tadi anda bilang tidak merasakan mual kan?”“Betul, Dok. Sampai saat ini, saya tidak merasa mual atau pusing, hanya saja saya memang sering merasa lelah, enggan melakukan aktivitas apapun. Yang saya inginkan hanyalah tidur seharian,” jelas Claire. “Lalu apa lagi yang anda rasakan?”
Setelah memastikan kehamilan istrinya melalui testpack, Levin bersikeras mengantarkan Claire ke dokter kandungan di hari itu juga. Tidak ingin menunda-nunda. Levin akan memastikan kalau di kehamilan kedua ini dirinya akan selalu mendampingi Claire sejak awal, tanpa melewatkan satu hari pun! Claire memutuskan untuk pergi ke dokter kandungan yang sama seperti saat kehamilan pertamanya dulu, saat Claire belum melarikan diri ke Melbourne.Rena, sang dokter, menatap wajah Claire yang tampak familiar di matanya. “Ini kehamilan kedua anda?” tanya Rena sambil membaca laporan data pasien di tangannya. Laporan yang baru saja diserahkan oleh suster. “Iya betul, Dok.”“Sepertinya saya merasa familiar dengan wajah anda, apakah saat kehamilan pertama anda juga menemui saya?” tanya Rena.Sejujurnya Rena tau kalau pertanyaan itu tidak layak ditanyakan mengingat dirinya harus bersikap professional, tapi entah kenapa semakin bertambahnya usia, Rena semakin tidak bisa menaha
Claire masuk ke kamar mandi dengan membawa beberapa testpack di tangan kanannya. Menunggu dengan harap-harap cemas. Rasa cemasnya sama seperti saat kehamilan pertama dulu meski dengan alasan yang berbeda. Jika dulu Claire cemas karena hamil diluar nikah, tapi sekarang Claire cemas karena takut membuat Levin kecewa jika hasilnya tidak seperti yang diharapkan mengingat pria itu sangat menginginkan anak kedua darinya. Claire tidak tega jika harus melihat kekecewaan di wajah pria itu. Itulah salah satu alasan yang membuat Claire tidak berani menyuarakan dugaannya. Tapi kini, Claire tidak bisa menghindar lagi karena Levin pun memiliki dugaan yang sama sepertinya. Beberapa menit kemudian, testpack yang digunakannya mulai memperlihatkan hasil. Hasil yang membuat hatinya terasa mencelos. Hasil yang membuat matanya langsung berkaca-kaca. “Bagaimana hasilnya, Claire?” sambut Levin dengan nada tegang saat Claire membuka pintu kamar mandi namun enggan beranjak dari sana