“Sudah bangun?” tanya Levin sambil mengulas senyum tipis, mengabaikan raut kekagetan yang pasti tercetak jelas di wajah Claire.
Pertanyaan Levin membuat Claire tersadar. Gadis itu berdeham, berusaha bersikap santai meskipun rasa gugup, panik, takut sedang menguasai hatinya. “Hmm… apa yang terjadi padaku semalam?” “Kamu sungguh tidak ingat?” Claire menggeleng dan menjawab lirih, “Aku hanya ingat sedang minum di area bar dengan Mia, namun tiba-tiba saja tubuhku terasa aneh ditambah lagi kepalaku pusing karena terlalu banyak mengkonsumsi alkohol,” jawab Claire, mengungkapkan apa yang diingatnya meski samar. “Mia? Siapa dia?” ulang Levin dengan nada sambil lalu, seolah tidak peduli meski rasa penasaran menggerogoti hatinya, ternyata telinganya memang tidak salah dengar. Pria yang ingin mengambil keuntungan dari Claire memang orang suruhan Mia. “Ya, Mia, dia sahabatku.” Jawaban Claire membuat Levin memahami satu hal. Mia, sahabat yang bermuka dua. Di depan Claire, wanita itu mungkin bersikap baik, tapi di belakang Claire, siapa yang menyangka kalau wanita itu tega menjebak sahabatnya sendiri untuk memuaskan hasrat pria suruhannya? Pengetahuan itu membuat Levin semakin muak. Namun meski begitu Levin tidak mengatakan apapun. Biarkan saja itu menjadi rahasianya sendiri. Levin tidak ingin ikut campur. Yang penting dirinya berhasil menggagalkan rencana busuk Mia terhadap Claire semalam. “Apa hanya itu yang kamu ingat? Tidak ada hal lain lagi yang kamu ingat tentang apa yang terjadi semalam?” selidik Levin, mengalihkan pembicaraan. Tidak ingin membahas tentang Mia terlalu jauh. Tidak penting. Claire mengangguk. Dirinya sudah berusaha untuk mengumpulkan kepingan ingatan miliknya yang berserakan, tapi masih belum berhasil. Sepertinya karena pengaruh alkohol membuat otaknya masih berkabut dan enggan untuk diajak bekerjasama. Jangankan disuruh berpikir, kepalanya saja masih pusing! “Hal terakhir yang aku ingat adalah aku pergi ke toilet, setelah itu aku tidak ingat apapun lagi,” tambah Claire sambil memijat keningnya yang terasa berputar. Levin menarik nafas dalam. Melihat raut wajah Claire yang terlihat bingung, Levin yakin kalau gadis itu tidak berdusta dan serius dengan ucapannya, jadi lebih baik memberitahu Claire tentang apa yang sebenarnya terjadi daripada gadis itu terus bertanya-tanya. Claire layak tau kebenarannya kan? “Ada yang sengaja memberimu obat perangsang. Aku tidak tau seberapa banyak yang orang itu berikan, tapi itu cukup untuk membuat gairahmu melonjak naik dan bertingkah liar hingga kita mengulang pergulatan panas itu berulang kali,” jawab Levin membuat Claire terbelalak kaget dengan jawaban pria itu yang seolah tanpa dosa. Claire memang sudah menduga apa yang terjadi padanya, tapi saat Levin mengatakan hal itu dengan santai dan tanpa dosa tetap saja membuat hatinya mencelos. Informasi yang didengarnya mengingatkan Claire akan apa yang terjadi meski dalam bentuk kepingan samar. Obat perangsang. Ya, Claire ingat saat tubuhnya terasa aneh, jantung berdebar dan gairahnya yang menggila. Astaga! Ingatan itu membuat Claire memaksa otaknya untuk berpikir meski enggan. Memikirkan tersangka utama yang mungkin melakukannya, tapi nihil. Claire tidak bisa menebak siapa yang berniat sejahat itu padanya. “Sebenarnya siapa yang tega menjebakku dengan memberikan obat terkutuk seperti itu?” lirih Claire, nada sakit hati terdengar jelas dari suaranya. Seingat Claire, dirinya tidak pernah berbuat jahat pada orang lain, tapi kenapa ada orang yang sejahat ini padanya? Apa salahnya hingga orang itu tega menjebaknya dengan obat perangsang? Keterlaluan! “Entahlah. Aku juga tidak tau. Aku hanya menyelamatkanmu dari pria asing yang hendak berniat jahat,” balas Levin, memutuskan untuk tidak memberitahu Claire tentang apa yang dirinya ketahui semalam. Lagipula sekarang Levin ingat kenapa wajah Claire terlihat familiar baginya dan dirinya sudah bertekad untuk tidak melepaskannya lagi. Ditambah lagi Levin ingin tau apa motif wanita yang bernama Mia, wanita yang dianggap sahabat oleh Claire namun ternyata berniat busuk hingga tega menjebak Claire. Apakah karena rasa iri? Atau mungkin dendam? Entahlah, Levin harus mencari tau jawabannya sendiri. Sebenarnya Levin bukan orang yang suka mencampuri urusan orang lain, tapi untuk kasus Claire adalah sebuah pengecualian. Kepingan ingatan akan masa lalu membuat Levin tidak ingin lagi berjauhan dari gadis yang hampir dilupakannya. Jadi anggap saja kalau ini adalah salah satu cara Tuhan untuk mempertemukan mereka kembali meskipun harus dengan cara yang terbilang tidak terduga. Cara yang bisa dibilang merugikan Claire, namun memberikan keuntungan bagi Levin. “Kamu bilang hendak menyelamatkanku dari pria asing yang ingin berniat jahat padaku, tapi yang aku lihat kamulah yang melakukan hal jahat padaku,” sarkas Claire. “Apa maksudmu?” tanya Levin, pura-pura bodoh. “Kamu pasti paham maksudku. Tidak usah pura-pura bodoh! Kamu meniduriku kan?” ketus Claire membuat Levin mendesah, tidak ingin mengelak. “Ahh itu! Iya benar, aku memang menidurimu, tapi aku hanya ingin membantu untuk mengurangi penderitaan yang kamu rasakan akibat obat perangsang itu. Dan hanya itulah satu-satunya cara ampuh yang aku tau, yaitu memuaskanmu.” Jawaban Levin membuat perasaan Claire berkecamuk. Pria brengsek memang tidak bisa berubah. Bagaimana bisa Levin mengatakan hal itu dengan santai? Tidak taukah Levin kalau pria itu sudah merenggut hal yang paling berharga dalam hidupnya? Merenggut mahkota yang telah Claire jaga selama 20 tahun! Merenggut harta yang awalnya hendak Claire persembahkan kepada calon suaminya kelak di malam pertama saat dirinya telah resmi menyandang status istri! Dan pria itu merenggutnya secara paksa saat dirinya tidak sadar dan tanpa izin. Tidak terlihat bersalah pula! Malah menjadikan obat perangsang sebagai alasan! ‘Dasar brengsek! Pria sialan!’ maki Claire dalam hati. Tak urung jawaban Levin membuat perasaan Claire campur aduk antara marah dan putus asa karena dunianya runtuh seketika!“Mulai hari ini, katakan padaku apapun yang kamu inginkan dan rasakan. Jangan ada satu hal pun yang kamu tutupi dariku, okay? Aku sudah berjanji untuk selalu menjagamu jadi aku harus tau segala hal yang kamu dan si kecil inginkan serta rasakan,” ucap Levin setibanya mereka di rumah. “Okay, My Husband!” jawab Claire dengan senyum manis yang menampilkan lesung pipinya membuat Levin gemas dan langsung mengecup pipi istrinya. Hari berjalan dengan cepat. Dua minggu telah berlalu. Tidak terasa usia kehamilan Claire sudah menginjak minggu ke 8. Rasa mual mulai menghantui hari-harinya. Seperti sekarang, hari masih pagi, baru jam 6 pagi, tapi Claire sudah kewalahan menghadapi rasa mual yang menyerangnya sejak satu jam yang lalu.Levin, yang awalnya terlelap, langsung terbangun saat mendengar suara Claire yang sibuk muntah-muntah di wastafel. “Astaga, Claire!” Levin melesat menghampiri istrinya dan memijat tengkuknya perlahan, penuh kelembutan. Wajah Claire tampak puca
“Kamu tau darimana kalau aku sakit, Claire?” tanya Nick, mengalihkan pikirannya. “Aku tidak tau, hanya saja tadi kami ke kantor daddy Alex dan beliau bilang kamu sedang cuti, hal yang cukup mengherankan karena kamu adalah workhaholic sejati, dan karena ada hal yang ingin kami beritahu, jadi kami memutuskan datang kesini dan menemukan kamu terkapar bagaikan orang pingsan!” jelas Claire panjang lebar.Nick mengangguk paham.“Jadi hal apa yang ingin kalian beritahu padaku hingga datang kesini? Pasti hal penting, jika tidak, kalian akan lebih memilih membicarakannya melalui telepon.”Claire dan Levin saling pandang, namun belum berkata-kata hingga sebersit dugaan merasuk ke otak Nick yang masih agak error. Mungkin karena pengaruh paracetamol. “Sebenarnya ada apa? Kenapa kalian malah saling pandang seperti itu? Apakah terjadi hal buruk? Apakah Mia melakukan sesuatu?” cecar Nick gemas. Claire menggeleng cepat, mengusir dugaan Nick yang melenceng jauh. “Oh t
Nick mengerang lirih. Sekujur tubuhnya terasa ngilu. Lidahnya pun terasa pahit. Tenggorokannya sakit. Hidungnya pun tersumbat. Oh, sakit sungguh menyebalkan!Nick benci jika harus merasa tidak berdaya seperti ini. Dengan rasa malas, Nick mencoba mendudukkan tubuhnya yang masih lemas. Tapi Nick sadar kalau dirinya tidak mungkin berbaring seharian. Dirinya tetap harus makan sesuatu, meski lidahnya sedang tidak dapat berfungsi normal hingga membuat segala makanan yang dicicipinya terasa hambar, dan kembali minum obat agar kondisi tubuhnya segera pulih. Nick tidak ingin sakit lama-lama. Tanpa sengaja matanya tertuju ke arah nakas di sebelah kanan ranjangnya. Kemana mangkuk kotor berisi bubur yang disantapnya tadi pagi? Dan kenapa bungkus obat yang awalnya berserakan kini malah lenyap? Padahal Nick yakin kalau tadi sebelum tidur, saking lemahnya, dirinya sampai tidak memiliki tenaga untuk membersihkannya meski itu adalah hal yang terlihat sederhana. Rasa was-was mengha
Claire menekan tombol intercom, menunggu respon Nick, tapi meski telah menunggu hingga satu menit lebih, tidak ada jawaban apapun. Jangankan membuka pintu, pria itu bahkan tidak merespon panggilan intercom! Apakah Nick sedang tidak di rumah?“Sepertinya Nick tidak ada di apartemen. Mungkin dia sedang jalan-jalan melepas suntuk makanya mengajukan cuti hari ini,” ucap Levin, menyuarakan hal yang juga sempat terlintas di benak Claire. Tapi entah kenapa Claire tidak yakin dengan dugaan itu. Nick bukan orang yang suka mengabaikan pekerjaan dengan jalan-jalan, pasti karena ada hal lain. Claire lebih yakin kalau sahabatnya itu sedang sakit hingga terpaksa cuti! Terpaksa, Claire mengulurkan tangan dan menekan 6 digit angka, berharap Nick tidak mengubah password pintunya. Suara ‘klik’, yang menandakan kalau pintu telah terbuka, terdengar membuat Claire menghela nafas lega. “Bagaimana kamu bisa tau password apartemen Nick?”“Kami sudah bersahabat selama lebih dari 20 ta
Levin terlonjak kaget saat mendengar pekikan Claire. “Ada apa, Claire?” “Kita belum memberitahu daddy Alex dan orangtua kamu, Levin. Nick juga belum aku beritahu, mereka pasti kaget dan senang mendengar kabar ini.”“Well, aku rasa khusus untuk Nick, dia tidak akan kaget karena aku sempat mengungkapkan kecurigaanku mengenai dugaan kehamilanmu beberapa waktu lalu.”“Oh ya? Kapan?”“Saat pria itu menolak berbicara denganmu, mau tidak mau aku membujuknya sambil mengungkapkan dugaanku berharap dengan begitu rasa kesalnya melunak. Aku juga bilang padanya agar tidak membuatmu stress dan rencanaku berhasil,” aku Levin jujur. “Ahh, jadi begitu! Pantas saja setelah itu dia langsung bersikap seperti biasa seolah tidak ada masalah apapun dan mengatakan sudah memaafkanku saat aku minta maaf padanya!” gumam Claire paham.“Hmm, aku bilang padanya kalau kamu terlihat murung dan frustasi, hal yang tidak baik bagi ibu hamil. Dan aku tidak bohong, saat itu kamu memang mu
Rena menoleh saat mendengar pertanyaan Claire yang dipenuhi nada khawatir. “Oh, tidak, kondisi bayi kalian baik-baik saja. Hanya saja kemungkinan besar bayi kalian kembar karena rahim terlihat merenggang lebih jauh,” ucap Rena menenangkan.Nafas Claire dan Levin tercekat. Pasangan itu saling berpandangan. “Kembar, Dok?”“Iya, ini memang baru sekedar dugaan saya. Tapi saya lihat, perut anda terlihat lebih besar dibanding usia 6 minggu kehamilan tunggal. Namun untuk lebih pastinya kita bisa periksa kembali saat check up rutin di bulan depan. Apalagi umumnya saat kehamilan kembar akan disertai oleh rasa mual yang lebih intens daripada biasanya serta lebih sering merasa lelah, tapi tadi anda bilang tidak merasakan mual kan?”“Betul, Dok. Sampai saat ini, saya tidak merasa mual atau pusing, hanya saja saya memang sering merasa lelah, enggan melakukan aktivitas apapun. Yang saya inginkan hanyalah tidur seharian,” jelas Claire. “Lalu apa lagi yang anda rasakan?”