Revel berlari mendekati Susan dan langsung meminum air putih yang disodorkan kepadanya. Setelah selesai, Revel tampak semangat bergabung dengan teman-temannya yang lain. Tidak sabar ingin berkeliling lagi.
Sementara Susan sesekali menatap nona mudanya dan Levin yang terlibat obrolan. Keterbatasan jarak membuat Susan tidak dapat mendengar apa yang mereka perbincangkan namun jika melihat dari gesture tubuh nona mudanya, terlihat jelas kalau Claire sedang gelisah!Levin bangkit, saat ini tinggal ada dirinya dan Claire. Suasana di sekitar mereka tampak sepi. Bagus, sekarang saat yang tepat bagi Levin untuk menanyakan apa yang ada di pikirannya sejak kemarin!“Kenapa anda bisa ada disini?”“Masih perlu kamu tanya? Tentu saja mencarimu karena kamu melanggar perintahku, Claire! Kamu pasti tau kalau aku tidak mengizinkan kamu untuk cuti hari ini? Tapi kamu malah melanggarnya dan bolos kerja! Apa kamu tidak takut aku pecat karena mengabaikan perintahku?” tanya Levin dengan“Astaga, Levin! Kamu membuatku kaget!” keluh Claire setengah hati. Levin mengabaikan keluhan Claire tanpa melepaskan pelukannya. Seolah sengaja ingin memberitahu semua orang kalau Claire adalah miliknya. Wanitanya. Ya, Levin sadar kalau semua pasang mata sedang tertuju ke arah mereka, tapi Levin tidak peduli. Pria itu justru sengaja menunjukkan kemesraan di depan umum membuat hati para karyawan wanita patah berserakan bahkan hancur berkeping-keping karena pria idaman mereka sudah menemukan pelabuhan hatinya! “Apa yang kamu lakukan disini? Apa kamu merindukan calon suamimu yang tampan ini? Hmm?” goda Levin membuat Claire mencibir dengan wajah merona. “Tadi aku mengantar Revel ke sekolah sekaligus mengurus surat kepindahannya dan karena selama bertahun-tahun ini aku sudah terbiasa melanjutkan langkah ke kantor ini, jadi itulah yang aku lakukan.”“Begitukah? Jadi bukan karena ingin menemui calon suamimu?” tanya Levin, dengan mimik wajah yang dibuat sesedih mungk
“Tidak bisakah kita tinggal di Melbourne saja?” tanya Claire, berusaha membujuk, meski sadar kalau bujukannya sia-sia belaka, tapi tidak ada salahnya mencoba kan?“Tidak bisa, Claire. Kamu tau kan kalau kedatanganku ke negara ini hanya sementara? Banyak hal yang harus aku lakukan di Indonesia. Aku harus bertanggung jawab penuh terhadap perusahaan. Jadi tolong untuk kali ini jangan membantahku. Bisa kan?” Claire terpaksa mengangguk. Ya, dirinya tidak boleh egois. Selama ini Levin selalu menuruti kemauan Claire dan bersabar menghadapi sikapnya, jadi kali ini Claire harus bisa melakukan hal yang sama. Apalagi dirinya sadar kalau Levin memiliki tanggung jawab besar yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja. “Baiklah. Aku akan mengurus surat kepindahan Revel secepatnya.”“Good! Aku harap dalam minggu ini kita bisa kembali ke Indonesia. Aku tidak sabar ingin segera menghadap daddy Alex agar bisa menikahimu secepatnya!” Claire tersipu sambil mengangguk. Melihat betapa
Levin menatap Claire yang menghela nafas lega. Setelah penjelasan panjang yang membuat jantung mereka berdebar karena sibuk menebak bagaimana respon Revel, akhirnya semua berakhir manis karena Revel bisa menerima kehadiran Levin dengan tangan terbuka, tanpa ada penolakan. Bahkan putranya ingin agar mereka tinggal bersama, hal yang juga sangat diinginkan oleh Levin sejak lama. Saking leganya, Levin sampai tidak bisa menggambarkan kebahagiaan yang melingkupi hatinya dengan kata-kata. “Akhirnya tidak ada lagi hal yang perlu kita tutupi dari Revel.”“Hmm… aku lega. Terima kasih karena kamu telah menemaniku saat memberi penjelasan pada Revel. Terima kasih karena telah menjadikanku sebagai prioritas dalam hidupmu. Aku sangat menghargainya.”“Sejak dulu, kamu selalu menjadi prioritas utama dalam hidupku. Kamu dan Revel lebih penting dari apapun juga.” Claire tersenyum tipis hingga suara Levin kembali terdengar. “Tapi masih ada satu hal yang aku tunggu dari Revel
Revel terdiam, matanya menatap bergantian ke arah Claire dan Levin. Masih enggan percaya. Mungkin takut dibohongi untuk yang kedua kalinya. “Kali ini mommy tidak bohong kan?”Itulah pertanyaan Revel. Ingin meyakinkan diri kalau apa yang telinganya dengar kali ini memang kenyataan, bukan lagi kebohongan seperti dulu. “Tidak, Sayang. Kali ini mommy tidak bohong. Uncle Levin memang daddy kamu.”Mata polos itu kini menatap Levin lekat-lekat. Seolah sedang menimbang-nimbang apakah dirinya bisa menerima kehadiran Levin atau tidak. Tatapan yang membuat Levin panas dingin. Demi Tuhan, tatapan Revel seolah ingin menguliti isi hatinya. “Apa benar uncle adalah daddy kandungku?”“Benar, Revel. Maaf karena da… uncle baru hadir saat kamu sudah sebesar ini.”Levin hampir saja keceplosan mengucap kata ‘daddy’, namun untung dirinya masih sempat meralat ucapannya. Levin tidak ingin terkesan memaksa Revel. Meski dirinya sangat ingin mendengar Revel memanggilnya dengan se
Satu jam kemudian…Claire menoleh saat langkah kaki Revel terdengar menuruni tangga dan wajah putranya, yang terlihat sembab akibat menangis tadi, muncul di hadapannya. Dengan malas Revel mengucek mata dan berjalan menuju sang mommy.“Halo, anak mommy sudah bangun? Bagaimana tidurnya? Nyenyak?”Tidak ada jawaban. Hanya anggukan kecil. Wajah Revel pun masih tampak murung.Claire menghela nafas pelan. Wanita itu mendekati putranya, mengajaknya duduk di ruang tamu dan memeluknya dengan penuh sayang. “Apa kamu masih memikirkan ucapan Andrew tadi?”“Apa benar aku anak haram, Mom?” tanya Revel lirih, tanpa menjawab pertanyaan Claire sebelumnya. Nada suara putranya sarat akan rasa kecewa dan sakit hati. Claire tertegun, biasanya Revel tidak pernah mengabaikan pertanyaannya. Tak urung pertanyaan Revel membuat Claire gelisah karena dirinya sadar kalau beberapa menit lagi Claire harus berani mengungkap kenyataan pada putranya. Tidak mungkin ditunda lagi atau
Levin melangkah mantap menuju mobil sambil tangan kanannya tetap menggandeng Claire, sedangkan tangan kirinya menggendong Revel dengan mudah. Di dalam mobil, Revel masih terdiam. Isak tangisnya sudah tidak terdengar, hanya wajahnya saja yang terlihat sembab dan murung membuat Levin merasa trenyuh! Tidak tega melihat putranya sedih seperti ini. Namun di sisi lain, ada satu hal yang membuat hati Levin menghangat yaitu karena Revel tidak melepaskan pelukannya sejak tadi hingga Levin harus menunggu. Dirinya tidak mungkin mengemudi dengan Revel di dalam pelukannya kan? Sedangkan Claire hanya bisa melihat pemandangan di hadapannya dengan hati perih. Baru kali ini Revel terlihat sesedih dan semurung ini di hadapannya, padahal biasanya putranya selalu terlihat ceria dan penuh tawa. Kenyataan itu menunjukkan bahwa ejekan Andrew tadi benar-benar membuat hati Revel merasa terluka! Luka yang terjadi akibat kebodohan dan keegoisannya di masa lalu! Lihatlah apa yang terja