Hening yang mencekam terpecahkan oleh suara dering ponsel milik Claire.
“Ya, Nick?”Levin mengerutkan kening, tidak suka saat mendengar nama itu. Malam sudah cukup larut, tapi kenapa Nick masih menghubungi Claire sesuka hatinya? Apakah pria itu tidak tau waktu? Ada masalah apa hingga harus menelepon Claire selarut ini? Apakah tidak bisa ditunda sampai besok pagi?“Aku masih diluar, Nick. Ada apa?”Levin mendengarkan setiap ucapan Claire dengan seksama. Ingin tau apa yang dibicarakan oleh mereka berdua.Sayangnya, Levin tidak mendapatkan informasi apapun karena pembicaraan mereka terbilang singkat. Yang Levin tau, Nick ingin bertemu Claire saat ini juga. Dan hal itu membuat kedongkolan Levin kian menjadi. Sudah menelepon larut malam, sekarang malah bersikeras ingin bertemu! Memangnya ada masalah sepenting apa sih?!Namun sekesal apapun Levin, pria itu sadar tidak mungkin mengungkapkannya. Untuk saat ini, Levin belum memiliki hak untuk protes meski sikapKeesokan harinya…Revel menatap heran keberadaan Levin di ruang tamu rumahnya. Sedangkan Claire menatap keadaan Levin sambil berdecak, kesal karena pria itu memberi contoh yang buruk pada Revel. Bagaimana mungkin Levin mabuk-mabukan dan menjadikan rumahnya sebagai tempat peristirahatan hingga putra mereka bisa melihat kelakuan daddynya? Sungguh ceroboh! “Uncle Levin?”Tidak ada jawaban. Hanya ada dengkuran lirih yang terdengar karena Levin masih asyik dengan dunia mimpi. Tidak menyadari kalau Revel dan Claire ada di dekatnya. “Uncle!” panggil Revel lagi. Kali ini lebih keras dari sebelumnya. Bahkan bocah cilik itu sengaja menggoyangkan bahu Levin agar dapat menarik perhatian sang daddy! Usahanya membuahkan hasil karena Levin mulai membuka mata meski terlihat ogah-ogahan karena matanya masih terasa berat didera kantuk. “Bangun, Uncle! Ini sudah siang!” Revel terus memanggil dengan gigih hingga Levin terpaksa membuka mata, namun baru satu detik, pria i
Nick mendengarkan seluruh penjelasan Levin tanpa sekalipun menginterupsi. Memposisikan diri sebagai pendengar yang baik. Apalagi ada banyak hal yang menjadi tanda tanya baginya. Tangannya terkepal erat. Akhirnya setelah bertahun-tahun berlalu, kini semuanya menjadi jelas! Bukan hanya sekedar dugaan atau kecurigaan!Tapi ada saksi mata atas kelicikan yang dilakukan Mia terhadap Claire! Saksi mata yang menjadi bukti nyata kalau Mia memang menyusun rencana untuk menjebak Claire! Dasar wanita licik! “Kenapa kamu tidak pernah mengatakan apapun? Kenapa selama ini kamu bersikap seolah tidak mengetahui apa-apa?” selidik Nick.“Entahlah, awalnya aku berencana ingin menyelidiki apa motif Mia tanpa sepengetahuan Claire, tapi rencanaku berubah karena tanpa sadar aku terlalu fokus memikirkan cara agar dapat menaklukkan hati Claire. Namun meski begitu, aku tetap mengawasi Mia, maka dari itu saat jebakan kedua di hari pesta ulang tahun Sasha, aku berhasil menggagalkan rencana bu
Hari berlalu begitu lambat bagi Levin. Padahal belum ada satu hari dirinya berjauhan dari Revel dan Claire, tapi rasa rindunya sudah tak tertahankan! Oh Tuhan, andai mereka sudah tinggal serumah, pasti Levin tidak perlu menderita seperti ini karena bisa melihat mereka sepuasnya dan setiap waktu! Levin mondar mandir gelisah. Rasa gelisahnya membuat pria itu enggan terlelap. Jujur, matanya mengantuk, tapi tidak bisa tidur. Otaknya terasa penuh memikirkan banyak hal. Entah dorongan darimana, Levin malah menghubungi nomor Nick yang langsung diangkat pada dering kedua! Sejujurnya, Levin tidak menyangka kalau Nick akan mengangkat panggilan teleponnya secepat ini mengingat malam telah cukup larut. Satu hal yang tidak Levin ketahui adalah Nick juga tidak bisa terlelap dan lebih memilih menghabiskan waktu diluar sambil menikmati alkohol di hadapannya. Hal yang jarang pria itu lakukan tapi khusus malam ini, Nick membutuhkan alkohol untuk mengusir rasa suntuk di hatinya meski seperti
Pembicaraan kedua pria itu terputus saat mendengar suara Claire di belakang mereka.“Apa yang sedang kalian berdua bicarakan?” selidik Claire, terdengar curiga.“Nothing special. Hanya berbincang ala kadarnya.”Claire hanya mengangguk sebelum memanggil nama Revel hingga putranya itu berlari ke arahnya setelah sebelumnya mengucapkan kata ‘bye’ pada gadis kecil yang telah menemaninya bermain. “Jangan lari. Pelan-pelan saja, Sayang.”Tapi Revel terus berlari hingga beberapa langkah sebelum kaki kecilnya mencapai tujuan, bocah itu tersandung batu kecil yang tidak dilihatnya hingga jatuh tersungkur! Levin, yang melihat hal itu bergegas bangkit dan berlari menghampiri putranya. Tangan kekarnya tanpa ragu menggendong tubuh mungil Revel agar masuk ke dalam pelukannya. Setelah kembali ke kursi taman, Levin segera memastikan keadaan Revel. Ingin memastikan apakah ada luka di tubuh mungil putranya atau tidak.Wajah Revel tampak memerah karena menahan tangis dan ju
Setelah berbincang dengan Claire, Levin bisa lebih fokus dalam pekerjaannya. Johan pun dapat menghela nafas lega karena tuan mudanya tidak lagi terlihat menyeramkan seperti tadi pagi. Setidaknya dengan begitu Johan bisa bekerja lebih tenang. “Hari ini aku tidak ada jadwal meeting lagi kan?” “Tidak ada, Tuan.”“Good. Aku ingin makan siang bersama calon istri dan putraku.”Keyakinan dalam nada suara Levin membuat Johan mengangkat alis.“Calon istri? Apakah nona Claire sudah pasti akan menerima lamaran anda?”Levin berdecak sebal saat mendengar pertanyaan Johan yang seolah ingin mematahkan optimismenya. “Tidak bisakah kamu mendukungku saja dan jangan bertanya macam-macam?” Johan mengangkat bahu, tampak cuek.“Saya hanya ingin memastikan saja. Lagipula seperti yang anda ceritakan kemarin, setelah putra anda dan nona Claire setuju, masih ada tuan besar Alex yang harus anda hadapi. Setelah itu ada tuan besar Keenan dan nyonya besar Carol. Jadi bisa
Claire melenggang santai menuju ruangannya dan berusaha menyelesaikan pekerjaannya sebelum mengundurkan diri. Seharusnya Claire menunggu satu bulan untuk mencari penggantinya, namun di surat pengunduran diri yang diserahkannya tadi, Claire berharap bisa mengundurkan diri lebih cepat, yaitu 2 minggu lagi.Maka dari itu Claire harus menyelesaikan tanggung jawabnya. Dirinya tidak ingin meninggalkan sisa pekerjaan kepada orang yang akan menggantikan posisinya nanti. Claire masih sibuk dengan pekerjaannya saat pintu ruangannya menjeblak terbuka begitu saja hingga wanita itu terkesiap kaget. Dan lebih kaget lagi saat melihat raut wajah Levin yang memerah menahan amarah. Langkah kaki pria itu pun terdengar menakutkan karena berderap ke arahnya dengan kekuatan penuh! Tapi anehnya, meski sempat kaget, Claire berhasil mengendalikan diri dan menatap wajah marah Levin dengan datar, seolah sudah menebak kalau hal ini akan terjadi. “Kenapa kamu harus mengundurkan diri, Claire?”