Tidak lama kemudian mereka tiba di salah satu bar eksklusif, tempat dimana Levin sering menghabiskan waktunya di kala suntuk, tentu saja jika dirinya sedang butuh ketenangan. Lain halnya jika hatinya sedang merasa sepi, barulah Levin datang ke klub malam tadi yang bisa menyemarakkan telinganya meski hatinya tetap terasa sepi.
Claire melangkah masuk, mengikuti Levin. Entah kenapa pria itu seolah memiliki magnet tersendiri hingga Claire bisa sepenurut ini, padahal biasanya Claire tidak mudah percaya pada orang lain, tapi kenapa dengan Levin, Claire bisa percaya begitu saja saat diajak pergi ke tempat baru yang tidak dikenalnya? Yang lebih anehnya lagi, kenapa tadi Claire masuk dengan sukarela ke dalam mobil Levin? Memang, awalnya Claire sempat berontak tapi sikap tegas Levin membuat nyali Claire langsung ciut, padahal Claire bukanlah wanita penakut. Selama ini tidak ada pria yang bisa ‘memerintah’ dirinya seperti apa yang Levin lakukan. Aneh bukan? NickLevin tersenyum, senang karena Claire sudah terlihat jinak di depannya. Tidak lagi ketus seperti saat mereka bertemu di kampus. Perkembangan yang bagus. Levin mengangkat telepon yang berada di atas meja bar, memesan dua piring beef steak. Sambil menunggu pesanan tiba, mereka terlibat ke dalam obrolan santai. “Jadi kenapa kamu datang ke bar sendirian?”“Untuk bersenang-senang. Merayakan kelulusan sidangku.”“Bersenang-senang sendirian? Bukankah biasanya kamu selalu bersama dengan sahabatmu?” selidik Levin. “Siapa? Nick? Kehidupan malam bukanlah hal yang disukainya. Nick lebih memilih tidur daripada pergi ke klub malam,” kekeh Claire. “Lalu bagaimana dengan Mia? Bukankah dia menyukai kehidupan malam?”“Darimana kamu tau tentang Mia?”“Aku tidak tau, tapi aku teringat akan ucapanmu dulu kalau kamu datang ke klub bersama Mia,” ungkap Levin sambil lalu, separuh berdusta.“Ahh itu, aku hanya ingin menikmati waktu sendirian.”Hanya itu jawaban Cl
Hening yang mencekam terpecahkan oleh suara dering ponsel milik Claire. “Ya, Nick?” Levin mengerutkan kening, tidak suka saat mendengar nama itu. Malam sudah cukup larut, tapi kenapa Nick masih menghubungi Claire sesuka hatinya? Apakah pria itu tidak tau waktu? Ada masalah apa hingga harus menelepon Claire selarut ini? Apakah tidak bisa ditunda sampai besok pagi? “Aku masih diluar, Nick. Ada apa?”Levin mendengarkan setiap ucapan Claire dengan seksama. Ingin tau apa yang dibicarakan oleh mereka berdua. Sayangnya, Levin tidak mendapatkan informasi apapun karena pembicaraan mereka terbilang singkat. Yang Levin tau, Nick ingin bertemu Claire saat ini juga. Dan hal itu membuat kedongkolan Levin kian menjadi. Sudah menelepon larut malam, sekarang malah bersikeras ingin bertemu! Memangnya ada masalah sepenting apa sih?! Namun sekesal apapun Levin, pria itu sadar tidak mungkin mengungkapkannya. Untuk saat ini, Levin belum memiliki hak untuk protes meski sikap
Claire mendesah dalam hati. Tidak berani mengucapkan apa yang ada di pikirannya.Claire tidak mungkin menyuarakannya atau Nick bisa langsung naik pitam. Claire yakin kalau Nick tidak mungkin diam saja jika mengetahui apa yang telah Levin lakukan padanya di malam itu. Masalahnya, Claire tidak ingin membuat keributan, makanya dirinya memilih diam. Lagipula bisa dibilang malam itu tidak mempengaruhi kehidupan sosial Claire, jadi anggap saja tidak terjadi apapun. Dirinya memang dirugikan, tapi itu konsekuensi yang harus Claire hadapi sendiri. Claire tidak ingin melibatkan Nick dalam masalah pribadinya. Claire tidak ingin melibatkan Nick hanya karena kebodohan dan kecerobohannya.“Tenang saja, hal itu tidak akan terjadi,” tandas Claire sambil meminta maaf dalam hati, merasa bersalah karena telah membohongi Nick.Nick menoleh sesaat, entah kenapa dirinya merasa ada yang sengaja Claire sembunyikan darinya. Belasan tahun bersahabat membuat Nick bisa merasakan
“Claire, kamu tidak lupa kan kalau malam ini acara ulang tahunnya Sasha?” tanya Mia saat mereka bertemu di kantin kampus yang ramai.Ya, setelah menyelesaikan sidang, praktis Claire bisa lebih santai, tidak seperti Mia yang masih harus mengikuti kelas. Dan daripada di rumah, Claire lebih memilih datang ke kampus agar bisa bertemu dengan Nick dan temannya yang lain. Bosan jika selalu sendirian di rumahnya yang besar namun sepi. Claire menepuk keningnya saat mendengar pertanyaan Mia. Jujur, dirinya lupa jika tidak diingatkan oleh Mia. Kehadiran Levin yang tiba-tiba dalam hidupnya ditambah kepusingannya menjelang sidang skripsi kemarin membuat Claire melupakan segalanya, termasuk undangan ulang tahun Sasha malam ini. Beruntung Mia mengingatkannya, jika tidak, Claire pasti lupa pada janjinya sendiri! “Untung kamu mengingatkanku. Jika tidak, aku pasti lupa. Thanks, Mia.” “Itu gunanya sahabat kan?” balas Mia yang ditanggapi senyum tipis milik Claire. Enggan me
Claire melangkah sempoyongan menuju toilet. Alkohol sudah menguasai tubuhnya membuat Claire tidak bisa melangkah dengan benar. Sekarang, dirinya hanya bisa menyesali kecerobohannya karena tidak berhenti menyesap alkohol sejak tadi. Ahh, sejak dulu Claire memang ceroboh. Jika sudah bertemu dengan yang namanya alkohol, bibirnya seolah enggan berhenti. Kebiasaan buruk! “Gawat. Aku harus pulang sekarang sebelum terkapar disini,” lirih Claire sambil memegang kepalanya yang mulai berputar dan terasa pusing, bahkan lantai yang dipijakinya juga terasa goyang seolah ada gempa bumi. Ditambah rasa kantuk yang begitu pekat membuat matanya enggan terbuka lebar. Kacau! Sementara itu di tempat lain…Mia menghubungi nomor seseorang yang bisa memuluskan rencananya. “Dia sedang menuju toilet. Segera lakukan apa yang telah kita sepakati. Jika kamu bisa melakukannya dengan baik, maka aku akan transfer uangnya saat ini juga! Ingat, kamu harus melakukannya dengan benar. Aku tidak
Nick mengumpat saat ponselnya mendadak sunyi. Suara Claire lenyap bagai ditelan bumi. Hanya ada hening, tidak ada kelanjutannya, padahal Nick yakin Claire masih ingin mengatakan sesuatu namun anehnya sambungan telepon terputus tanpa sebab. “Halo? Claire? Claire? Jawab aku, Claire!”Tidak ada jawaban. Rasa panik menguasai hati Nick. Pria itu berusaha menghubungi nomor Claire, tapi percuma karena ponselnya malah tidak aktif membuat kepanikan Nick semakin menjadi-jadi hingga rasa dingin merasuk ke tubuhnya. Takut terjadi hal buruk pada Claire. Ya Tuhan, semoga saja tidak! Nick mencoba tenang, mengingat-ingat lokasi pesta ulang tahun Sasha diadakan. Ya, sebenarnya dirinya juga diundang, tapi Nick enggan hadir. Sejak dulu dirinya memang tidak suka pada acara pesta seperti itu, hanya membuang-buang waktunya saja. Lebih baik tidur! Tapi kini Nick malah menyesali keputusannya.Andai dirinya ikut hadir, Claire pasti tidak akan meneleponnya seperti tadi. Andai
“Bereskan dia!” perintah Levin pada Johan, sambil mengendikkan dagunya ke arah Mia. Tidak ingin berhadapan langsung dengan wanita licik itu. Wanita yang lagi-lagi hendak menjebak Claire! Untung kali ini Levin berhasil menggagalkan rencana busuk Mia untuk yang kedua kalinya. Jika tidak, gossip buruk tentang Claire pasti langsung tersebar luas karena ulah wanita licik itu! Sekarang, belum saatnya bagi Mia untuk melihat dirinya. Belum saatnya Mia mengetahui jika ada Levin yang selalu mengawasi Claire meski hanya dari kejauhan. Belum saatnya Mia mengetahui jika Levin memiliki ‘hubungan khusus’ dengan Claire.Saking khususnya, hingga tidak ada satu orang pun yang mengetahuinya! Jika Mia melihatnya sekarang, wanita itu pasti akan lebih berhati-hati dalam bertindak karena Levin yakin kalau Mia pasti mengenalnya. Tentu saja, rasanya di seluruh kampus tidak ada wanita yang tidak mengenal Levin! Bukannya ingin menyombongkan diri, tapi memang itulah kenyataannya
Claire baru bisa bernafas lega saat pria itu tiba-tiba menjauh darinya membuat tubuhnya yang sudah limbung langsung jatuh tersungkur ke atas lantai marmer yang dingin karena tidak ada lagi yang menyangga tubuhnya. Jujur, Claire merasa nyeri saat lengannya berbenturan dengan lantai, tapi tidak masalah yang penting dirinya tidak lagi dicium dengan paksa! Levin menarik Anton ke tempat sepi, tidak ingin membuat keributan yang bisa disaksikan oleh banyak orang. Dirinya harus bisa meminimalisir masalah yang mungkin muncul. Levin tidak ingin wajahnya direkam dan disebarluaskan tanpa izin. Memang, menyeret pria seperti Anton bukan hal yang mudah, namun bagi Levin yang sedang dilanda amarah, perlawanan Anton seolah tidak ada apa-apanya. Setelah tiba di basement, tempat parkir mobil yang sepi dan dirasanya aman, Levin langsung melontarkan tinjunya ke wajah Anton hingga pria itu memekik kesakitan. Bukan hanya satu kali pukulan, namun berkali-kali bagaikan orang kalap.
Claire mengangguk. Tidak meragukan ucapan Susan sama sekali. Tidak setelah dirinya melihat sendiri apa yang daddy Alex lakukan untuknya. Kini, Claire menatap rumah di hadapannya dengan perasaan campur aduk. Terharu, bahagia, tidak percaya, dan entah apalagi. Rumah yang dibeli oleh daddy Alex meski tidak semewah rumahnya di Bali, tapi tetap terlihat nyaman untuk ditinggali dan cukup besar apalagi hanya akan ditinggali oleh Claire, Susan dan si kecil nantinya. Dengan halaman yang cukup luas dan tertata rapi, ditambah garasi dan teras dimana sudah tersedia dua buah kursi dan satu meja teh di antara kedua kursi tersebut. Tempat yang nyaman untuk berbincang santai sekaligus menikmati udara segar. Susan membuka pintu hingga Claire bisa beralih ke bagian dalam rumah. Matanya memandang sekeliling. Rumah dua lantai dengan 4 kamar tidur. Satu kamar utama, dua kamar tamu dan satu kamar untuk asisten rumah tangga, khusus untuk kamar ART ada di lantai bawah, sisanya di lantai atas
Claire menatap keluar jendela, dirinya sudah duduk nyaman di pesawat dengan Susan di sampingnya. Sebentar lagi mereka akan pergi menjauh dari negara kelahirannya. Claire menghela nafas pelan dan tatapannya jatuh pada perutnya yang masih rata. ‘Mulai hari ini kita jalani hidup baru bersama ya, Sayang. Mommy janji akan memberikan yang terbaik untukmu meski daddy kamu tidak mengetahui keberadaan kamu. Mommy janji akan menebus kesalahan mommy karena telah memisahkan kalian berdua seumur hidup mommy,’ batin Claire dengan pandangan menerawang sambil tangannya terus mengusap perutnya, hendak merasakan keberadaan si kecil. Beberapa jam kemudian…Setelah menempuh penerbangan panjang yang melelahkan, akhirnya Claire dan Susan mendarat di Melbourne dengan selamat, disambut oleh kesibukan bandara yang tak pernah padam. Mereka langsung menuju taxi stand, mengantri dengan sabar.Setelah masuk ke dalam taksi, Susan langsung menyodorkan selembar kertas yang bertuliskan alamat temp
Nick berdiri di hadapan Claire dengan nafas tersengal-sengal, terlihat jelas kalau pria itu berlari untuk mengejarnya.“Lho?! Kamu kok bisa ada disini? Bukannya kamu ada acara keluarga hari ini?” tanya Claire, kaget melihat keberadaan sahabatnya. Apalagi dirinya masih mengingat jelas kalau Nick sempat mengatakan kalau hari ini adalah ulang tahun sang grandpa, acara keluarga yang tidak mungkin tidak dihadirinya, tapi nyatanya, pria itu ada disini. Di bandara. Menemui Claire. Apa itu artinya Nick lebih memilih mengantar kepergiannya daripada menghadiri acara ulang tahun kakek kandungnya sendiri? Sepenting itukah Claire bagi Nick?“Bagaimanapun juga aku harus mengantar kamu, sahabat yang sudah aku kenal sejak balita sampai sekarang. Aku masih bisa datang ke ulang tahun grandpa setelah ini, tapi mengantar kamu, hanya bisa aku lakukan sekarang, Claire.”Jawaban Nick membuat hati Claire menghangat. Refleks, Nick meraih Claire ke dalam pelukannya, mengabaikan keberada
“Claire…”“Aku bukan wanita murahan yang bisa kamu pergunakan setiap kali kamu butuh dan menginginkan seks! Aku punya harga diri! Jangan pernah berpikir untuk kembali meniduriku karena aku tidak akan membiarkannya. Walaupun aku pernah berbuat kesalahan, tapi aku tidak ingin hidup dalam kesalahan itu terus menerus. Saat pertama kali kamu meniduriku, aku memang dibawah pengaruh obat dan aku tidak dapat menyalahkanmu sepenuhnya, tapi apa yang kita lakukan terakhir kali itu tidak benar. Apalagi kita melakukannya secara sadar. Jadi aku harap jangan mengulanginya lagi. Aku mohon hormati aku sebagai wanita, jangan pernah menganggapku sebagai wanita murahan yang bisa kamu gunakan untuk memuaskan nafsumu saja, Levin!” ucap Claire panjang lebar, suaranya terdengar bergetar akibat amarah. Levin meraih kedua tangan Claire, menggenggamnya erat. “Maafkan aku, Claire. Harus kuakui kalau aku sulit menahan diri jika berada di dekatmu, namun bukan berarti aku tidak menghormatimu. Aku ti
Daddy Alex hanya mengangguk kecil meski didalam pikirannya berkelebat dugaan lain. Tapi biarkan saja, biar waktu yang membuktikan apakah dugaannya benar atau salah.Sementara itu Claire sibuk dengan pikirannya sendiri. Bertanya-tanya bagaimana respon Levin saat mengetahui kalau dirinya sudah tidak ada di Bali. Ya, tadi saat menitip pesan pada satpam, Claire dengan tegas mengatakan jika ada yang menanyakan keberadaannya lebih baik ucapkan kalimat keramat ‘tidak tau’.‘Bilang saja kuliah di luar negeri. Tidak tau dimana.’Itulah kalimat yang Claire ajarkan dan dirinya memang tidak memberitahu satpam kalau hendak pergi ke Melbourne. Sesuai rencana, yang tau tentang keberadaannya hanya daddy Alex, Nick dan Susan. Tidak ada lagi yang lain. Bahkan orangtua Nick pun tidak tau dan Claire yakin kalau Nick pasti akan menutup bibirnya rapat-rapat. Tanpa sadar Claire mendesah, mengingat kembali bagaimana perhatian Levin kepadanya. Jujur, selama beberapa hari ini, Claire me
Daddy Alex tertawa pelan. Memahami apa yang Claire maksud.Ya, setelah mengiyakan permintaan Claire yang ingin menetap di Melbourne, awalnya daddy Alex tidak mengatakan apapun, bahkan mencoba menghormati keinginan Claire yang ingin belajar hidup mandiri, tanpa bantuan darinya. Namun sebagai orangtua, tidak bisa dipungkiri kalau rasa cemasnya semakin pekat saat memikirkan Claire yang harus berada sendirian di negara asing, saat sedang hamil pula. Kehamilan pertama dimana putrinya belum memiliki pengalaman. Maka dari itu, tanpa sepengetahuan Claire, daddy Alex meminta Susan untuk menemani putrinya.Awalnya Susan memang bertanya-tanya, tapi pada akhirnya daddy Alex mengatakan dengan jujur apa alasan yang mendasari kepergian Claire. Daddy Alex masih ingat bagaimana respon Susan waktu itu, wanita itu hanya bisa menebah dadanya dengan kaget. Tidak menyangka kalau nona mudanya sedang hamil!Meski awalnya merasa berat karena harus meninggalkan putrinya, suami Susan sudah me
Claire memijat kepalanya yang mendadak pusing. Kata cemburu membuatnya sakit kepala. Bukannya apa, bukankah katanya cemburu adalah tanda cinta? Apa itu artinya Levin benar-benar mencintainya? Benarkah itu? Hanya Levin yang bisa menjawabnya.Claire enggan menebak-nebak. “Sudahlah, jangan membahasnya lagi. Rasanya aku lelah dan ingin istirahat.”“Aku akan mengantarmu pulang.”“Tidak perlu, aku akan mengajak daddy Alex pulang. Ini adalah pesta orangtuamu, kamu tidak boleh meninggalkannya begitu saja, Nick.”“Apa kamu pikir daddy Alex mau diajak pulang sekarang saat dia sedang asyik berbincang dengan teman-temannya sambil ditemani alkohol?” tanya Nick, menunjuk ke arah daddy Alex yang sedang terbahak bersama daddy Edward dan yang lainnya. Claire mendesah dalam hati, mengakui kebenaran dari ucapan Nick. “Kita pamit sekarang. Aku yakin orangtuaku tidak akan keberatan, lagipula ini sudah malam. Tidak ada acara apapun lagi, mereka hanya asyik berbincang. Berce
“Sepertinya ada kemungkinan hubungan keluarga kita menjadi jauh lebih erat,” kekeh daddy Edward yang melihat bagaimana cara putranya memeluk Claire. Sebagai seorang pria dewasa, daddy Edward memahami apa makna yang tersirat di dalam pelukan itu. Terlihat jelas kalau putranya memeluk Claire dengan penuh perasaan. Bukan sekedar pelukan antar sahabat ataupun saudara, tapi pelukan seorang pria kepada wanita yang dicintainya. Mommy Lisa tersenyum lebar saat mendengar ucapan suaminya, tidak menyangkal kebenaran yang ada. Tampak jelas kalau putranya memang memiliki perasaan khusus pada Claire meski belum berani mengakuinya secara terang-terangan. Mungkin takut mengacaukan kata persahabatan yang terjalin selama ini. “Sejak dulu aku sudah menyukai Claire dan berharap agar Claire bisa menjadi bagian dari keluarga kami. Semoga saja itu bisa terwujud.”Daddy Alex hanya mengangkat bahu, terlihat netral. “Kita lihat saja nanti. Andai Nick berani menghadapku untuk memi
Ucapan Levin membuat rasa bersalah kembali datang menghantui hati Claire. Jika diakumulasikan, entah sudah seberapa besar rasa bersalahnya, pasti tak terhitung! “Sulit bagiku untuk percaya kalau sikap brengsekmu tidak akan kembali kambuh. Dan lagi jangan berharap banyak pada hubungan ini. Aku takut mengecewakanmu.”‘Karena kamu pasti kecewa saat mengetahui kepergianku,’ tambah Claire dalam hati. “Aku memahami kekhawatiranmu, tapi aku akan terus membuktikannya melalui tindakan sampai kamu benar-benar percaya padaku sepenuhnya. Kamu hanya perlu memberiku waktu untuk membuktikannya, Claire.”Claire hanya mengangguk dalam diam, enggan berkomentar. “Kamu mau minum sedikit?” “Tidak, aku sedang tidak ingin minum malam ini.”‘Aku tidak akan menyentuh alkohol lagi agar bayi kita tetap sehat, Levin,’ batin Claire.Levin mengangkat bahu. Tidak mempermasalahkan penolakan Claire. Setibanya di rumah Claire, Levin menatap jam di dashboard mobilnya. Jam 9 le