Tanah retak dalam pola simetris
seiring dua kekuatan bertabrakan di tengah medan dimensi baru.Di satu sisi: Arven,dikelilingi oleh medan cahaya yang mengalir seperti sungai emas.Di sisi lain: entitas utama,sosok gelap yang bahkan bayangannya menghapus realitas tempat ia berdiri.Saat keduanya saling menatap,dunia seolah menahan napas.Entitas itu mengangkat satu tangan.Tak ada mantra, tak ada gerakan agresif.Namun ruang di antara mereka berubah.Warnanya menjadi pudar,seperti kanvas yang dilap bersih.Segalanya… menghilang.Saira berseru,“Dia mencoba menghapus zona realitas!Kalau Arven tertelan, semua ingatannya bisa runtuh!”Tapi Arven melangkah maju,dan setiap langkahnyamenghasilkan denyut energiyang membatalkan proses kehancuran itu.Elma memantau data dengan mata membelalak.“Ini... gila.Arven tak hanya menahan kehendak entitas,tapi juga mengganMedan telah tenang,tapi keheningannya bukan kedamaian.Itu seperti laut yang sunyikarena badai berikutnya masih membentuk dirinya.Arven berdiri di pusat lingkaran cahayayang baru saja tercipta dari penggabungan tiga gerbang.Kehendaknya kini utuh—bukan lagi terpecah,bukan lagi dikendalikan oleh sisi mana pun.Namun suara itu…yang datang dari luar semua dimensi,masih menggema di benaknya.“Satu telah lengkap.Dua masih tertidur.Tiga akan bangkit begitu sang pewaris membuka jalan.”Saira duduk bersandar di tepi medan,masih kehabisan napas dari ledakan energi sebelumnya.“Partner…kau dengar itu juga, kan?”Arven mengangguk pelan.“Itu bukan gema dari masa lalu.Itu pesan…dari sesuatu yang masih hidup.”Elma mencoba menstabilkan peta realitas di layar.Namun dari balik lapisan data,muncul tiga titik merahyang tak pernah ada sebelumnya.Titik
Retakan itu kecil,hanya seukuran celah jari—tapi dari dalamnya mengalir kabut unguyang tidak menyerang…melainkan berbisik.Saira mundur satu langkah,meraih lengan Arven.“Apa itu? Kau tidak yang membuatnya, kan?”Arven menggeleng pelan.“Bukan aku.Tapi sesuatu…yang terbangun setelah keseimbangan terputus.”Firen mencabut kembali senjatanya,nyala api di telapak tangannyamenyala otomatis seolah tahubahaya belum selesai.Elma mencoba membaca gelombang energi dari retakan.Wajahnya langsung menegang.“Partner… ini bukan dimensi lain.Ini… ingatan tua yang dikunci.Dan sekarang ia menolak untuk dilupakan.”Kabut itu menyebar perlahan,bukan dengan kekuatan,melainkan dengan kesadaran.Ia masuk ke medan baru yang diciptakan Arven,dan tidak hancur.Arven berdiri diam,namun tubuhnya sedikit bergetar.“Aku yang membuka jalan,dan kini…
Tanah retak dalam pola simetrisseiring dua kekuatan bertabrakan di tengah medan dimensi baru.Di satu sisi: Arven,dikelilingi oleh medan cahaya yang mengalir seperti sungai emas.Di sisi lain: entitas utama,sosok gelap yang bahkan bayangannya menghapus realitas tempat ia berdiri.Saat keduanya saling menatap,dunia seolah menahan napas.Entitas itu mengangkat satu tangan.Tak ada mantra, tak ada gerakan agresif.Namun ruang di antara mereka berubah.Warnanya menjadi pudar,seperti kanvas yang dilap bersih.Segalanya… menghilang.Saira berseru,“Dia mencoba menghapus zona realitas!Kalau Arven tertelan, semua ingatannya bisa runtuh!”Tapi Arven melangkah maju,dan setiap langkahnyamenghasilkan denyut energiyang membatalkan proses kehancuran itu.Elma memantau data dengan mata membelalak.“Ini... gila.Arven tak hanya menahan kehendak entitas,tapi juga menggan
Langit di atas mereka terbelah.Tidak seperti retakan biasa.Tapi seperti kulit dimensiyang dikoyak dari dalam—menganga dan meneteskan cahaya gelapyang tidak seharusnya ada di dunia mana pun.Saira mendongak,matanya refleks menyipit.Apa yang ia lihat…tidak bisa dijelaskan dengan bahasa biasa.Bukan makhluk.Bukan energi.Tapi kesadaranyang jatuh dalam bentuk berjuta-juta pecahan bercahaya,turun dari langit tanpa suara,namun menekan dada seperti beban seribu tahun.Elma menekan tombol darurat pada gelangnya.“Lapisan ketujuh dimensi telah pecah…ini seharusnya tidak mungkin.”Firen bersandar pada pilar ilusi,mengatur napas dengan susah payah.“Entitas itu memanggil mereka dari luar sistem alam ini.Mereka bukan sekadar pasukan—mereka fragmen dari kehendak kolektif…dari sesuatu yang lebih besar dari Tuhan.”Arven berdiri di depan mereka semua.Tubuhny
Retakan di tabung silinder membesar.Cairan ungu memercik ke lantai logam,mengeluarkan suara mendesis seperti darahyang jatuh di atas bara panas.Arven berbalik,menatap makhluk yang perlahan mengangkat kepalanya dari cairan itu.Kulitnya pucat transparan,urat-urat sihir menyala biru kehijauan di bawah permukaannya.Tak mengenakan pakaian,tapi tubuhnya tidak terlihat telanjang—karena setiap inci dari dirinya seperti dilapisi lapisan simbol kunoyang terus bergerak sendiri.Makhluk itu membuka matanya.Tak ada pupil.Hanya cahaya.Dan dalam sekejap,semua lampu di ruangan padam total.Kegelapan penuh.“Jangan diam!” seru Firen dari sisi kanan.“Apa pun itu, jangan biarkan dia—”Sebuah kilatan ungu terang menyambar ke arah Firen.Tubuhnya terpental menghantam pilar baja,lalu terjatuh dengan suara dentuman berat.“Firen!” Elma berteriak, setengah menyeret Rive
Lorong bawah tanah itu bukan sekadar jalur.Ia seperti rahim kuno yang menelan siapa pun yang berani melangkah masuk.Langkah-langkah mereka menggema,dan suara kecil dari kerikil yang terinjakterdengar seperti ledakan di antara kesunyian pekat.Arven berjalan paling depan,di belakangnya Saira dan Riven yang mulai melemah,dibantu Elma.Renai dan Firen menjaga barisan belakangdengan tangan tetap di senjata masing-masing.Dinding-dinding batu menyempit semakin dalam.Lampu senter dari gelang taktis merekamemantulkan cahaya ke arah simbol-simbol anehyang terukir setengah terhapus oleh waktu.Simbol itu…bukan bahasa manusia.Bukan pula milik kaum naga.Terlalu rumit.Terlalu hidup.Seolah lambang itu terus berubah setiap kali mereka menatapnya terlalu lama.“Simbol ini bukan bagian dari struktur lama Unit Ketujuh,”kata Saira,jari-jarinya menyentuh ukiran yang terasa hanga