Share

Satu Set Gamis Mewah
Satu Set Gamis Mewah
Penulis: Bintang Senja

Kejutan Tak Terduga

"Ini gamis milik siapa, bagus banget. Pasti harganya mahal," ucap Sri seraya membuka bungkusan yang berada di dalam mobil milik suaminya.

"Apa mungkin ini, mas Wisnu yang beli untukku," terkanya. Memang Sri meminta suaminya untuk membelikan dirinya gamis, untuk dipakai ke acara pernikahan adik iparnya.

Tiba-tiba saja terdengar teriakan suaminya dari dalam rumah, seketika Sri terlonjak kaget. Dengan buru-buru Sri menyimpan satu set gamis yang sempat ia temukan di mobil suaminya itu.

"Sri, Sri ketemu apa nggak!" teriak Wisnu.

"Iya, Mas udah ketemu," sahut Sri yang ikut meninggikan suaranya. Setelah itu wanita berjilbab itu berlari masuk ke dalam rumah.

"Ini, Mas." Sri memberikan obat penghilang rasa sakit kepala yang biasanya Wisnu minum, saat kepalanya terasa sakit.

"Terima kasih." Wisnu menerima obat tersebut, dan langsung mengambil satu butir, lalu menelannya.

"Oya, Mas. Gamis yang aku .... "

"Oh iya ini, aku sampai lupa." Wisnu memberikan paper bag berukuran sedang pada sang istri. Dengan sedikit ragu Sri menerimanya.

"Kalau ini gamis yang untukku, lalu satu set gamis yang ada di mobil itu untuk siapa? Apa mungkin itu kado untuk Vika," ucap Sri dalam hati.

"Terima kasih ya, Mas." Sri tersenyum seraya membuka paper bag tersebut. Namun senyumnya pudar setelah tahu isi dari paper bag itu, bukan karena gamisnya yang kurang bagus, tapi kenapa hanya ada gamis saja. Tidak satu set seperti yang ada di mobil.

"Mas ini kok cuma gamis doang, yang untuk kamu mana?" tanya Sri.

"Bajuku sudah banyak, lagi pula besok aku nggak bisa datang. Aku ada meeting di Bandung, jadi nggak apa-apa kan, kamu datang sendiri. Lagian itu kan pernikahan Vika, adik iparmu sendiri," ungkap Wisnu.

"Oh iya, Mas. Ya sudah nggak apa-apa kok, oya nanti yang jadi wali siapa," sahut Sri sedikit ragu. Pasalnya sejak menikah dengan Wisnu, Sri tidak pernah bertemu dengan mertuanya. Lantaran setelah ijab kabul Wisnu langsung membawa Sri ke rumah yang sudah disiapkannya.

"Kamu tidak perlu khawatir, mama nggak galak kok. Vika juga nggak judes, sama nanti yang jadi wali, om Hamdan," ucap Wisnu, yang seakan tahu jika istrinya tengah gelisah.

"Ah iya, Mas." Sri tersenyum, meski hatinya tetap merasa tidak tenang.

"Oya, Mas di Bandung nanti nginep apa nggak?" tanya Sri.

"Enggak kok, tapi mungkin malam aku baru sampai rumah. Soalnya mau ketemu klien juga," jawab Wisnu, sementara Sri hanya mengangguk.

"Ya sudah, Mas aku siapkan air dulu untuk mandi ya," katanya seraya bangkit dari duduknya. Sementara itu Wisnu hanya mengangguk, dengan mata yang masih fokus pada layar ponsel.

***

Hari telah berganti, pukul enam pagi Wisnu sudah siap dengan pakaian kantornya. Sementara Sri masih sibuk untuk menyiapkan sarapan. Setelah selesai Sri segera memanggil suaminya untuk sarapan pagi bersama. Jujur, Sri sedikit ragu dengan kepergian suaminya itu, entah kenapa pikirannya menjadi tidak tenang.

"Mas sarapan dulu," ajaknya.

"Aku sarapan nanti saja ya, soalnya takut kesiangan," sahut Wisnu seraya memakai jasnya.

Sri mengernyitkan keningnya. "Oh, ya sudah, Mas. Jadi, Mas mau jalan sekarang."

"Iya, nitip salam untuk mama sama Vika ya." Wisnu mencium kening istrinya.

"Iya, Mas. Hati-hati di jalan ya," ucap Sri, lalu mencium punggung tangan suaminya itu.

Usai berpamitan Wisnu bergegas pergi, sementara itu dengan pikiran yang kacau Sri membereskan meja makan. Napsu makannya mendadak hilang, dan sekarang ia harus bersiap pergi ke rumah mertuanya untuk menghadiri acara pernikahan adik iparnya itu.

"Semoga, mama benar-benar baik seperti yang, mas Wisnu katakan," gumam Sri seraya bersiap-siap untuk pergi.

Setelah siap, Sri bergegas untuk pergi, dengan menggunakan taksi online. Sri akan pergi ke rumah mertuanya yang jaraknya cukup jauh, dengan menempuh waktu sekitar tiga jam lebih. Selama dalam perjalanan pikiran Sri tidak tenang, tetapi sebisa mungkin ia tetap berpikir positif.

Setelah hampir tiga jam lebih Sri tiba di rumah mertuanya. Usai membayar taksi wanita berjilbab itu bergegas masuk ke dalam, rumah sudah sangat ramai, tamu undangan sudah memenuhi ruangan yang mungkin akan dijadikan tempat ijab kabul berlangsung nanti.

"Akhirnya kamu datang juga, mama udah nungguin kamu dari tadi," ucap Ratna yang membuat Sri sedikit terkejut.

"Eh, Mama. Maaf, Ma di jalan tadi macet," sahut Sri.

"Ya sudah, ayo ikut mama ke belakang." Ratna menarik tangan menantunya itu, dan membawanya menuju ke dapur.

"Sekarang kamu cuci bersih ikan sama ayam ini, setelah itu kamu potongan-potong, lalu kamu berikan pada mbok Ijah untuk dimasak," titah Ratna, sontak Sri terkejut mendengar hal itu.

"Apa, Ma. Tapi di sini kan banyak yang .... "

"Mereka semua sedang sibuk, ikan sama ayam ini nanti untuk para yang sudah datang. Udah buruan kamu kerjakan, mama harus ke depan karena sebentar lagi ijab kabul akan dimulai. Satu lagi, kamu tidak boleh ke depan sebelum acara selesai, para tamu akan jijik melihat wajahmu itu yang seperti monster." Ratna memotong ucapan menantunya itu, setelahnya ia bergegas pergi meninggalkan dapur. Sri meraba wajah sebelah kirinya yang memiliki luka akibat tersiram air keras.

Dengan terpaksa Sri menuruti perintah mertuanya, wanita berjilbab itu mulai menggulung lengan gamisnya, lalu mulai mengerjakan tugas yang diberikan padanya. Mencuci ikan serta ayam yang entah ada berapa puluh kilo. Sri tidak menyangka kalau kedatangan dirinya hanya untuk melakukan tugas yang seharusnya tidak ia lakukan.

Sementara di depan ijab kabul telah dimulai, rasanya Sri ingin berlari untuk menyaksikan adik iparnya itu menikah. Namun, tugas yang ibu mertuanya itu berikan belum selesai, entah sampai jam berapa bisa ia selesaikan. Sri merasa percuma datang, jika akhirnya dirinya harus berada di dapur. Jangankan di kenalkan sebagai seorang menantu, untuk menyaksikan moment bahagia itu saja tidak bisa.

"Alhamdulillah, akhirnya selesai juga. Sepertinya aku bisa ke depan sekarang," gumam Sri seraya mengelap tangannya sampai kering. Setelah itu ia beranjak dari dapur.

Setelah itu Sri melangkah meninggalkan dapur, ia berjalan menuju ruangan depan di mana acara sedang berlangsung. Kini Sri sudah berdiri tak jauh dari pelaminan, tiba-tiba matanya menangkap sosok pria serta wanita yang berdiri berjajar. Mata Sri melotot saat tahu siapa mereka, ia tidak menyangka kalau pria yang sangat dipercaya tega berbohong.

"Siapa perempuan itu, lalu ... ternyata kamu membeli gamis itu untuknya dan untukmu sendiri," gumam Sri. Dadanya bergemuruh saat melihat suaminya bermesraan dengan perempuan lain.

"Wisnu, dia siapa cantik banget?" tanya ibu Rahma, teman arisan Ratna.

"Dia istrinya, Wisnu. Memang cantik, pinter juga, lulusan sarjana," jawab Ratna. Sementara Wisnu hanya tersenyum.

"Wah, pantesan. Eh bukannya istrinya Wisnu itu, Sri ya," sahutnya.

"Oh, Sri sudah meninggal. Jadi Wisnu menikah lagi, tapi nikahnya nggak di sini, makanya tidak ada yang tahu," jelas Ratna. Lagi-lagi Wisnu hanya tersenyum, begitu juga dengan wanita yang berdiri di sebelahnya.

"Apa! Jadi dia istri, mas Wisnu. Dan mama bilang aku sudah meninggal, benar-benar biadap." Sri benar-benar geram melihat kenyataan yang begitu menyakitkan.

Sri hendak menghampiri mereka dan mempermalukannya, tetapi ia urungkan. Sri memilih untuk pulang, lalu mengamankan aset berharga yang telah menjadi miliknya. Bukan itu saja, Sri juga akan menguras uang Wisnu yang seharusnya menjadi miliknya itu. Cukup selama ini Wisnu membodohinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status