Dengan sangat terpaksa, Wisnu harus merogoh kocek lagi untuk membayar mobil yang Astri beli. Wisnu benar-benar heran dengan sikap istrinya yang sekarang, Astri benar-benar sudah berubah. Wanita berjilbab itu sudah tidak seperti dulu lagi, penurut dan selalu menerima apa adanya.
"Senang bisa menguras uang suami?" tanya Wisnu, sementara Astri tengah sibuk dengan ponselnya."Senang lah, istri kan memang wajib untuk dibahagiakan. Oya, Mas nanti temenin aku beli handphone baru ya, yang ini udah .... ""Aku nggak mau, aku ada urusan yang lebih penting dari pada nemenin kamu." Wisnu memotong ucapan istrinya."Kalau begitu mana ATM-nya," pinta Astri."Untuk apa?" tanya Wisnu."Untuk beli handphone lah," jawab Astri.Wisnu menghembuskan napasnya, akan sangat percuma berdebat dengan seorang perempuan. Karena di mana-mana perempuan selalu benar, dan sekarang Astri sangat pintar menjawab setiap perkataan suaminya. Dengan terpaksa Wisnu memberikan ATM miliknya."Kenapa cuma satu, bukanya ada tiga," ujar Astri. Dengan terpaksa Wisnu memberikan semua ATM miliknya, ia tidak ingin berdebat."Kamu tidak malu pergi ke luar dengan wajah buruk seperti itu?" tanya Wisnu. Seketika Astri terdiam, jujur ucapannya amat menusuk hati.Astri tersenyum. "Enggak, untuk apa malu. Seharusnya kamu yang malu, Mas. Punya uang banyak tapi .... ""Sudahlah, aku mau pergi sekarang, percuma juga ngomong sama kamu. Assalamu'alaikum." Astri mencium punggung tangan suaminya. Setelah itu ia beranjak pergi."Arrgght, kenapa jadi seperti ini." Wisnu mengerang frustasi. Setelah itu ia mengambil ponselnya, Wisnu sampai lupa kalau pesan yang dari Lirna belum sempat ia balas.@Wisnu[Sayang maaf untuk yang semalam, aku janji besok kita akan menghabiskan waktu bersama]@Lirna[Ok, kali ini aku maafkan. Tapi tolong kamu transfer uang untuk ke salon, sama mau shopping]"Gimana mau nransfer, wong ATM aja dibawa Astri semua," gumam Wisnu. Ia benar-benar bingung dengan masalah yang menimpanya saat ini.@Wisnu[Nanti ya, memangnya uang yang kemarin sudah habis]@Lirna[Sudah, buat beli tas sama baju]"Huft, perempuan memang suka menghambur-hamburkan uang," gumamnya.@Wisnu[Ya sudah, nanti aku transfer]@Lirna[Ok, aku tunggu]Setelah itu Wisnu bangkit dari duduknya, ia beranjak masuk ke dalam kamar untuk mengambil uang cash. Setibanya di kamar, Wisnu langsung menuju brangkas tempat ia menyimpan uang selain di ATM. Wisnu segera membuka brangkas tersebut, setelah terbuka."Apa?! Kenapa kosong. Ke mana uangnya." Wisnu terkejut saat melihat brangkas kosong."Apa ini kerjaan, Astri. Tapi tidak mungkin, kalau Astri yang mengambilnya, untuk apa dia minta uang." Wisnu bermonolog sendiri."Benar-benar aneh, ah sial. Bagaimana aku bisa memberikan Lirna uang," umpatnya."Ini pasti perbuatan Astri, tapi bagaimana dia bisa membukanya," gumam Wisnu.Wisnu mengusap wajahnya dengan kasar, ia sudah dibohongi oleh Astri istrinya sendiri. Setelah itu Wisnu memutuskan untuk pergi menemui Lirna.***Waktu berjalan begitu cepat, pukul tiga sore Astri baru pulang, sesampainya di rumah ia melihat suaminya yang sedang duduk di sofa. Menyadari istrinya pulang, Wisnu mengalihkan pandangannya, ingin rasanya ia meluapkan amarahnya. Namun sebisa mungkin Wisnu menahannya."Astri, ada yang ingin aku tanyakan," ucap Wisnu."Ada apa." Astri menjatuhkan bobotnya di sofa."Oya, ini ATM-nya, Mas. Terima kasih ya." Astri mengembalikan ATM milik suaminya."Sama-sama, Astri apa kamu yang sudah .... " ucapan Wisnu terhenti saat mendengar bel rumah berbunyi."Siapa sih ganggu aja, jangan bilang itu orang yang ngantar barang belanjaan milik kamu terus aku disuruh bayar," ujar Wisnu penuh dengan kekesalan."Jangan suudzon." Astri bangkit dari duduknya dan beranjak menuju ruang tamu untuk membukakan pintu.Setelah pintu terbuka, Astri sedikit terkejut saat melihat ibu mertuanya sudah berdiri di depan pintu. Hati Astri bertanya-tanya, lantaran tidak biasanya ibu mertuanya itu datang."Lama banget sih bukanya, lelet banget jadi orang." Ratna menerobos masuk ke dalam."Wisnu, Wisnu." Ratna berteriak memanggil putranya, seraya berjalan menuju ruang tengah.Ratna terkejut saat melihat ada beberapa paper bag yang tergeletak di atas sofa. Ia berjalan menghampiri putranya yang sedang duduk. Sementara itu, Astri bergegas menyusul ibu mertuanya yang kini sudah ada di ruang tengah."Ini punya siapa? Kamu habis belanja?" tanya Ratna. Tangannya menunjuk paper bag tersebut."Itu milik Astri," sahut Wisnu. Sementara Ratna hanya menyunggingkan senyumnya."Wisnu, besok malam kamu datang ke rumah ya. Mama mau ngajakin kamu makan malam bersama, tapi kamu tidak perlu mengajak perempuan tidak berguna itu." Mata Ratna melirik ke arah Astri.Wisnu menoleh istrinya sejenak. "Memangnya kenapa, Ma.""Malu-maluin, soalnya besok temen mama ada yang mau datang. Bisa-bisa mereka lari gara-gara melihat wajah istri kamu yang buruk itu," terangnya. Lagi-lagi mata Ratna melirik ke arah Astri."Iya, Ma. Lagi pula Wisnu juga malu pergi ngajak Astri," sahut Wisnu."Apa kamu lupa, mas. Kalau wajahku seperti ini gara-gara siapa," batin Astri. Ia berusaha untuk tetap tegar meski hatinya terasa nyeri."Kamu tidak perlu mengajakku untuk pergi, Mas. Pergi saja sesuka kamu, besok aku juga mau pergi kok," ungkap Astri. Detik itu juga Wisnu menatap istrinya."Pergi kemana?" tanya Wisnu, dengan tatapan mata yang tajam."Sudah-sudah, biarkan saja dia pergi. Paling-paling kalau keluar orang-orang pada menjauh, jijik melihat wajahnya yang seperti monster," sergahnya. Ratna muak bila harus membicarakan menantunya itu."Kamu buatkan saya minum saja sana, saya haus tahu," perintahnya."Nanti ya, Ma. Nunggu, bi Minah datang, orang yang akan bekerja di rumah ini," sahut Astri. Detik itu juga Wisnu terkejut."Apa kamu bilang, kamu jangan sembarangan ya. Jangan asal ambil orang untuk kerja di sini, eh bukannya tugas rumah itu kamu yang ngerjain," ujar Wisnu, pria itu terlihat kesal dengan apa yang Astri lakukan."Aku istri, Mas. Bukan pembantu, tugasku itu untuk mengurus kamu, bukan mengurus rumah. Lagi pula uang kamu kan banyak, jadi nggak masalah kan ambil pembantu," ungkap Astri.Wisnu menghembuskan napasnya, ia berusaha untuk mengontrol emosinya. "Ok, asal satu orang."Astri mengernyitkan keningnya. "Yah, tapi aku sudah ambil empat, Mas. Satu tukang kebun, satu supir pribadi, dan dua yang akan bertugas mengurus rumah ini.""Apa." Wisnu terkejut saat tahu, jika Astri mengambil pembantu empat sekaligus.Tidak terasa bulan demi bulan terus berjalan, dan tahun pun telah berganti. Selama ini rumah tangga Astri dan Steven semakin hari semakin romantis dan juga harmonis. Masalah memang selalu ada, akan tetapi keduanya selalu menghadapinya dengan otak dan kepala yang dingin. Dan sekarang usia Naira menginjak lima tahun, Naira tumbuh menjadi gadis yang cantik seperti ibunya. Kecantikan serta lemah lembutnya menurun dari ibunya, tapi di balik itu, Naira memiliki sifat yang menurun dari ayahnya, yaitu manja, dan gampang ngambek. Tatapan matanya pun sama seperti mata Steven, tapi wajah, hidung serta bibir sama seperti Astri. Hari adalah hari senin, dan seperti biasanya Astri akan memulai kesibukannya usai shalat subuh. "Sayang jam tangan aku di mana!" teriak Steven dari dalam kamar. Pria itu tengah mencari jam tangannya yang selalu ia pakai. "Iya sebentar." Astri ikut berteriak. Saat ini Astri tengah sibuk menyiapkan bekal untuk Naira. Setelah selesai, Astri bergegas naik ke lantai atas di
Hari demi hari telah berganti, minggu demi minggu telah berlalu, bahkan bulan pun terus berjalan. Tidak terasa kini usia kandungan Astri sudah sembilan bulan, mereka tinggal menanti kelahiran malaikat kecil yang telah dinanti-nanti. Yang akan menjadi pelengkap kebahagiaan mereka. Kini Steven sudah standby di rumah, karena mereka tidak tahu kapan Astri akan melahirkan, entah itu siang, pagi ataupun malam. Meski sudah ada perkiraan dari dokter, tetap saja mereka tidak tahu, bisa lebih cepat atau mungkin sebaliknya. Pagi ini Astri tengah duduk di depan televisi, tak lupa di pangkuannya terdapat satu toples cemilan. Wanita berjilbab itu tengah asyik menonton televisi sembari memakan cemilan. Selang berapa menit Steven datang, pria itu menjatuhkan bobotnya di sebelah sang istri. "Sayang lihat tuh, tangan sama kaki, paha, muka udah bulat macam bola saja, tapi ngemil nggak mau berhenti." Steven menggelengkan kepalanya seraya tersenyum. "Biarin, soalnya enak, Mas," sahut Astri. Tiba-tiba
Seminggu telah berlalu, sejak kejadian di mana Vina datang untuk menuntut balas, sejak saat itu Steven semakin memperketat penjagaan di rumahnya. Ia tidak ingin sampai kejadian buruk menimpa istrinya itu, terlebih saat ini Astri tengah mengandung. "Mas keluar yuk, aku bosen di rumah terus. Hari ini kamu libur kan, Mas?" tanya Astri. Pagi ini mereka tengah duduk santai di ruang tengah. "Memangnya mau pergi ke mana, hem." Steven balik bertanya. "Nyari baju hamil, Mas. Baju yang ada di lemari udah nggak muat," sahut Astri. "Ya udah mandi dulu sana," titah Steven. "Ish aku kan udah mandi," sahut Astri. "Iya mandi kemarin, udah buruan sana," kata Steven. "Mandiin ya," sahut Astri. Seketika ia bangkit dan beranjak dari ruang tengah sebelum suaminya itu benar-benar menyetujui ucapannya itu. Setibanya di kamar, Astri bergegas masuk ke dalam kamar mandi, untuk membersihkan diri. Dua puluh menit kemudian, Astri keluar dengan memakai handuk kimono. Wanita hamil itu berjalan menuju lemari
Semua rahasia yang Irvan sembunyikan kini telah terbongkar, awalnya Irvan ingin tetap merahasiakan siapa dirinya sebenarnya. Namun ibunya terus mendesak, alhasil saudara kembar Wisnu mau mengaku juga. Ratna sempat syok mendengar hal itu, tetapi ia berusaha untuk menerima kenyataan itu. "Andai saja Wisnu masih ada di sini, mungkin kebahagiaan mama akan lebih lengkap. Tapi Wisnu sudah lebih dulu meninggalkan kita." Ratna mulai terisak, dengan cepat Irvan memenangkannya. Ia tidak ingin ibunya kembar depresi karena kepergian putranya yang selama ini bersamanya. "Sudah, Ma. Wisnu sekarang sudah tenang, walaupun Wisnu tidak bersama kita. Irvan yakin, Wisnu akan bahagia, jika melihat kita juga bahagia." Irvan mendekap erat tubuh ibunya, hal tersebut yang puluhan tahun Irvan rindukan. "Irvan, tolong jaga tinggalkan mama lagi, sudah cukup mama kehilangan Wisnu," pinta Ratna. "Mama tidak perlu khawatir, mulai sekarang Irvan yang akan menjaga, Mama." Irvan semakin mempererat dekapannya itu.
Satu bulan sudah sejak kejadian Astri diculik, sejak saat ini Steven lebih ketat lagi untuk menjaga istrinya itu. Terlebih Astri saat ini tengah mengandung, bahkan Steven rela mengeluarkan uang banyak untuk membayar bodyguard demi melindungi sang istri. Setelah kejadian itu juga, Ferdy membebaskan adiknya itu dari urusan kantor. Ferdy tidak ingin kejadian buruk itu kembali menimpa sang adik. Astri memang sangat beruntung memiliki kakak seperti Ferdy, dan ia juga beruntung memiliki suami seperti Steven. "Mas sarapannya sudah siap," ucap Astri seraya berjalan menghampiri suaminya yang sedang bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit. "Iya sebentar lagi aku turun," sahut Steven. Setelah itu Astri memutuskan untuk turun terlebih dahulu. Selang beberapa menit, Steven turun, pria berkulit putih itu melangkahkan kakinya menghampiri sang istri yang telah menunggunya di meja makan. Melihat suaminya datang, Astri langsung menarik kursi untuk duduk suaminya itu. "Mau sarapan pakai apa, Mas?"
Astri mengerjapkan matanya, perlahan ia membuka matanya, setelah kelopak matanya terbuka sempurna. Astri terkejut saat melihat ke sekelilingnya yang terlihat menyeramkan. "Ya Allah aku ada di mana," gumamnya. Mata Astri terus menyapu setiap sudut ruangan tersebut. Gelap dan juga pengap. "Mas tolong aku," batin Astri. Berharap semoga ada yang segera menolongnya. Tiba-tiba saja pintu terbuka, seorang wanita berjalan masuk ke dalam. Wanita itu tersenyum, lalu berjalan mendekat. "Siapa kamu, tolong lepaskan aku," ujar Astri yang memohon agar wanita itu mau melepaskan dirinya. Wanita itu menyunggingkan senyumnya. "Jangan harap, sebelum kamu mendapatkan balasan yang setimpal dariku. Gara-gara kamu ayah dari anakku tiada."Astri diam mendengar hal itu. "Maksud kamu apa, aku tidak mengerti.""Apa kamu lupa dengan mantan suamimu yang tiada karena ulahmu itu," ujar wanita tersebut. Detik itu juga Astri diam. Mantan suami itu artinya mas Wisnu. "Maksud kamu, Mas Wisnu," sahut Astri."Dia a