Share

Bab 242. Koma

Author: Liani April
last update Last Updated: 2025-12-19 11:00:14

Sirene meraung memecah malam. Lampu merah biru berkedip liar di depan restoran. Petugas medis menurunkan tandu dengan tergesa.

“JALAN! MINGGIR!” teriak salah satu paramedis.

Tavira berlutut di samping Darian, tubuhnya bergetar hebat. Tangannya mencoba menghentikan darah di pelipis Darian, tapi tangannya sendiri ikut berlumur darah.

“Darian… bangun, Sayang. Darian tolong buka matamu.” Suaranya parau, serak, putus-putus.

Paramedis menariknya pelan.

“Bu, kami harus angkat pasiennya. Tolong beri ruang.”

“ENGGAK! Jangan bawa dia! Aku ikut! Aku ikut!!” Tavira meronta, hampir memukul paramedis.

Leisa menahan tubuhnya, memeluk dari belakang.

“Ibu, ayo naik ambulans bersama,” ucap Leisa terburu-buru, napasnya kacau.

Begitu Darian diangkat ke tandu, Tavira histeris.

“DARIAAAN!!”

Tangannya mencoba meraih tangan Darian tapi paramedis menutup pintu ambulans, menyisakan celah kecil.

Leisa mendorong Tavira masuk ke

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Satu Tahun Jadi Istrimu   Bab 248. Sebuah Keluarga

    Tiga hari setelah kondisi Darian benar-benar stabil, dokter akhirnya mengizinkannya pulang.Tavira hampir tidak bisa berhenti tersenyum sejak mendengar kabar itu. Setelah semua bulan yang mereka lewati. Trauma, penculikan, kecelakaan. Mimpi bisa membawa Darian pulang terasa seperti hadiah besar dari Tuhan.Pagi itu, Tavira sibuk menyiapkan rumah. Ia menyusun ulang bantal-bantal di kamar utama, memastikan suhu AC tidak terlalu dingin, memilih piyama lembut untuk Darian, sampai mengecek pantry apakah ada teh herbal favorit Darian.Semua itu ia lakukan sambil menahan mual yang masih sering datang. Tubuhnya mudah lemas tapi wajahnya memancarkan sesuatu yang belum pernah muncul sebelumnya. Cahaya kecil seorang calon ibu yang baru menemukan harapan.Bunda Darian datang pagi-pagi sekali, seperti sudah tahu Tavira tidak boleh terlalu banyak kerja. Bunda membawa sekantung besar buah, roti hangat, serta sup ayam yang aromanya menyebar ke seluruh dapur.“Tavi

  • Satu Tahun Jadi Istrimu   Bab 247. Hutang Budi

    Hari–hari setelah Darian sadar berjalan penuh lalu-lalang. Kamar VIP itu tak pernah benar-benar sepi. Para direktur, rekan bisnis, sahabat lama, bahkan beberapa keluarga jauh datang bergantian. Semuanya menanyakan keadaan Darian, memberikan bunga, buah, dan ucapan syukur.Tavira selalu berada di sisi ranjang, menerima mereka dengan senyum ramah meskipun tubuhnya kelelahan dan mualnya sering kambuh.Darian, meski belum bisa bicara banyak, selalu menggenggam tangan Tavira seakan ia ingin mengingatkan semua orang bahwa istrinya adalah jangkar hidupnya.Suatu sore yang tenang, setelah kunjungan terakhir dari kolega kantor selesai. Tavira berdiri di samping jendela sambil merapikan rangkaian bunga yang mulai memenuhi ruangan.Eshan baru saja pergi untuk makan sebentar. Leisa ke apotek rumah sakit. Darian tertidur, lega dan damai.Pintu kamar diketuk.Tavira menoleh, tersenyum kecil. “Silakan masuk.”Pintu terbuka pelan. Dan seseorang yang

  • Satu Tahun Jadi Istrimu   Bab 246. Selalu Kembali

    Udara pagi di ruang VIP rumah sakit masih mengandung aroma steril yang menusuk. Namun bagi Tavira, semuanya terasa berbeda hari itu. Lebih hangat, lebih berwarna, seolah dunia tiba-tiba mengembalikan denyutnya.Darian sudah bangun. Ia masih lemah, masih terbaring dengan infus menempel dan napas yang sesekali tersengal kecil, tetapi suaminya hidup. Mata itu terbuka. Menatapnya. Memanggil namanya.Sejak pelukan panjang dan isakan kegembiraan mereka, Tavira duduk hampir tanpa bergerak di kursi samping ranjang. Jemarinya masih menggenggam tangan Darian, seakan ia takut melepaskan akan membuat semua ini terbukti sekadar mimpi.Darian sesekali memejam, lelah karena tubuhnya baru melewati badai panjang. Tapi setiap kali ia membuka mata, hal pertama yang dicari adalah wajah Tavira.“Duduk saja, Sayang. Kamu pasti capek,” Darian berbisik pelan, suaranya serak, nyaris tak terdengar.Tavira menggeleng keras. “Aku di sini. Aku nggak ke mana-mana,” katanya deng

  • Satu Tahun Jadi Istrimu   Bab 245. Kembali Untukmu

    Udara malam begitu lembab ketika Tavira berlari keluar rumah. Napasnya putus-putus, matanya buram oleh air mata yang belum sempat dikeringkannya.Hatinya seperti diremas keras. Antara takut, cemas, dan harapan samar yang menusuk bagai cahaya kecil di tengah gelap panjang.Leisa tergopoh di belakangnya, berusaha mengejar sambil menghubungi sopir agar mobil segera dikeluarkan.“Ibu! Pelan sedikit, Bu!”Namun Tavira tidak bisa berhenti. Tidak hari ini. Tidak setelah mendengar kalimat setengah patah Leisa barusan.“Bu… Pak Darian… Dia…”Tidak ada hal lain yang bisa menggerakkan Tavira selain dorongan itu. Dorongan untuk menemukan jawaban, untuk memastikan sesuatu, untuk membuktikan kalau dunia tidak sedang kembali meregut kebahagiaannya.Mobil menunggu dengan pintu terbuka. Tavira langsung masuk, hampir tersandung. Napasnya terengah. Tangan gemetarnya menggenggam ujung gaun yang kusut.Leisa masuk dari pintu berlawanan, masih

  • Satu Tahun Jadi Istrimu   Bab 244. Rumah Tanpa Darian

    Kamar itu dingin dan sepi. Tempat tidur besar yang biasanya terasa nyaman kini seolah terlalu luas.Tavira menatap bantal Darian yang masih tertekan bekas kepala suaminya. Selimutnya pun masih berbau shampoo Darian. Tavira menggenggam bantal itu, lalu jatuh terduduk sambil memeluknya erat-erat.“Darian,” suaranya pecah.Air mata menetes tanpa bisa dihentikan.“Bangunlah,” bisiknya. “Aku nggak bisa sendiri. Aku nggak bisa tanpamu.”Ia menunduk, bahunya bergetar. Perutnya kembali mual.Tavira bergegas ke kamar mandi dan muntah sampai lututnya gemetar. Bu Ayu yang mendengar suara itu langsung datang, menepuk punggung Tavira dengan hati-hati.“Nyonya harus makan sedikit saja. Tolong dengarkan saya.”Tavira hanya menangis sambil menggeleng.“Aku nggak butuh itu. Aku baik-baik saja.”“Tapi Nyonya—“Bu Ayu tidak bisa apa-apa melawan majikannya yang rapuh. Tanpa Darian, Tavira berubah jadi orang yang tidak bisa ber

  • Satu Tahun Jadi Istrimu   Bab 243. Menjaga Dua Nyawa

    Berhari-hari itu seperti kabur menjadi satu warna kusam bagi Tavira.Siang dan malam tidak lagi punya batas.Waktu hanya bergerak antara bunyi mesin monitor jantung Darian dan napasnya sendiri yang tak pernah stabil.Setiap pagi, ia mengelap tubuh Darian pelan dengan air hangat. Tangannya gemetar, tapi ia tetap melakukannya. Kadang ia berhenti, mencium punggung tangan Darian sambil berbisik, “Bangunlah, Darian. Kumohon!”Setiap sore, ia mengganti handuk di dahinya, memastikan kulit Darian tidak iritasi.Setiap malam, ia duduk di kursi yang sama, memegang tangan Darian sampai bahunya nyeri.Eshan berkali-kali mencoba membujuk.“Tavira, kau butuh tidur,” katanya suatu malam, wajahnya sudah selelah miliknya.“Aku tidur di sini.”“Tapi kau hanya tertidur lima menit, itu pun sambil menggenggam tangannya.”Tavira tetap menggeleng, mata sembab.“Aku mau tetap di sini sampai Darian bangun.”Eshan ingin berad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status