Gisella Clarissa menggeleng polos.“Belum pacaran saja sudah begitu. Tidak tepat janji dan habis itu sama sekali tidak ada kabarnya lagi. Entah mengabari sedang ada urusan mendadak atau lagi di mana kek… Ini nggak! Menyebalkan deh laki-laki seperti itu!” Julinda mulai menampakkan wajah kesal.Gisella Clarissa sedikit meringis, “Mungkin memang dia ada urusan mendadak, Jul… Dan tidak sempat mengabariku. Tadi sebelum cabut, dia bilang mau beli bahan-bahan kue karena esok pagi ibunya mau buat cake.”“Alasan itu…! Dia pergi beli sendiri bahan-bahan kue? Dia kan bukan ahli dalam pastry. Ada-ada saja alasannya!” Julinda memang sejak awal kurang suka dengan siluman lipan ketika Gisella Clarissa memperkenalkan sosok siluman lipan itu kepadanya, kepada Tiara dan kepada beberapa teman dekat mereka.“Iya deh, Gis… Kalian kan belum begitu dekat kan? Aku rasa sebaiknya laki-laki seperti ini dijauhi deh… Bukan maksudku untuk ikut campur ke dalam hubungan asmaramu, Gis… Tapi aku rasa, laki-laki seper
Jam menunjukkan pukul dua belas lewat sedikit. Sudah tengah malam… Namun, masih tampak Vritz Victor sedang membaca sebuah buku di ruang tamu. Terdengar kipas angin ruang tamu menyala dengan kecepatan sedang.Si ayah yang ingin ke kamar mandi sebentar, tampak melewati ruang tamu dan melihat anak laki-lakinya masih membaca-baca sebuah buku di sana. Si ayah pergi ke kamar mandi dan buang air kecil. Sekembalinya dari kamar mandi, si ayah terlihat menghampiri anaknya di ruang tamu sebentar.“Belum tidur, Vritz?” tanya si ayah.“Belum mengantuk. Aku ada beberapa kali kerja shift malam sehingga jam-jam begini aku belum begitu mengantuk.”“Kau kerja di mana sebenarnya sih?” tanya si ayah lembut. Dia tahu anaknya tidak bisa dipaksa untuk melakukan sesuatu yang tidak ia kehendaki.“Ketika tiba waktunya, ketika aku merasa pas sudah waktunya, aku akan menceritakannya pada Ayah, Ibu, dan Julinda. Namun, sekarang belum waktu yang pas, Ayah. Percayalah padaku. Aku tidak sedang melakukan sesuatu yang
“Itu salah paham, Nancy… Selama setengah tahun belakangan ini aku mencarimu untuk menjelaskan kesalahpahaman ini, tapi kau menghilang dari Pekan Baru dan pindah ke Medan sini. Aku ingin menjelaskan kepadamu itu tidak seperti yang kaulihat di video itu. Waktu itu aku diancam wanita tua itu. Memang pada akhirnya ia memberiku uang tips, katanya. Namun, sebelumnya aku memang diancam oleh wanita tua itu. Dia memegang kartu AS-ku. Jika aku tidak melayaninya malam itu, dia akan membongkar semua kartu AS-ku dan membeberkannya ke publik. Sungguh aku tidak punya pilihan waktu itu, Nancy… Sungguh aku tidak berdaya waktu itu…” Tentu saja Steven Santiago hanya membohongi Nancy Stephanie.Nancy Stephanie terlihat berdiri membelakangi lawan bicaranya sambil menggigit bibirnya.“Aku tidak tahu apakah aku bisa mempercayai ucapanmu ini atau tidak. Dalam video itu… Dalam video itu, kau tampak begitu menikmatinya, Steve. Kau anggap aku ini apa? Kau anggap aku ini hanya barang mainanmu? Kau anggap hubunga
Jakarta, pertengahan Juni 2017“Dasar maling! Kau telah mencuri karya Yongki Yamato!” teriak salah seorang demonstran di depan bangunan Virgo Music Life pagi itu.Beberapa orang mulai melemparkan telur busuk ke wajah Jordan Saturnus yang baru saja turun dari mobilnya pagi itu. Ada yang melemparkan sayuran busuk, makanan basi dan bahkan melemparkan kotoran manusia ke wajahnya. Beberapa bodyguard-nya langsung stand by melindunginya dan mengawalnya ke dalam bangunan Virgo Music Life. “Dasar maling! Kau telah merusak citra Virgo Music Life! Kembalikan karya Yongki Yamato!”“Ada di mana Yongki Yamato sekarang? Ke mana Yongki Yamato sekarang? Apakah kau telah menyingkirkannya?”Para wartawan juga tidak ingin melepaskan Jordan Saturnus Jr. Beberapa wartawan mendesak ingin mewawancarainya.“Pak Jordan… Mendadak kemarin malam Yongki Yamato dan Ray Wish Jenggala mempromosikan satu lagu baru yang katanya berasal dari album baru Bapak yang dirilis setengah tahun lalu. Mengapa Bapak selama ini ti
“Kira-kira bagaimana pikiran dan perasaan Pak Direktur ya ketika melihat sang keponakannya berakhir dengan cara yang seperti ini?” Ray Wish bersenandika dengan sorot mata menerawang.“Tentu saja akan sangat sedih dan kecewa. Namun, tak ada yang bisa ia lakukan. Semuanya bertanggung jawab pada pilihan masing-masing. Masing-masing pilihan memiliki risiko dan risiko itu akan dihadapi masing-masing pemilih. Iya kan?”“Hebat sekali filosofimu, Yongki. Pantas saja selama ini karya-karyamu selalu menyentuh hati banyak orang dan laris manis di pasaran. Kini kata-katamu juga sangat menyentuh perasaanku…”“Sanjunganmu sama sekali tidak membuatku bangga,” kata Yongki Yamato seraya merapatkan sepasang bibirnya.“Jika kau membutuhkan pelukan seorang sahabat sekarang, aku bisa memberikannya padamu.” Ray Wish tampak merentangkan kedua tangannya.“Tidak deh… Aku takut aku tidak bisa keluar lagi jika aku masuk ke dalam pelukanmu itu,” kata Yongki Yamato asal-asalan.Ray Wish Jenggala terbahak sejenak.
Bandung, pertengahan Juni 2017Jason Darren Gani terbangun dalam kondisi yang kurang bersemangat. Sudah beberapa malam terakhir ini dia tidur dalam kondisi yang kurang nyenyak. Dia selalu terbangun pada jam empat atau jam lima pagi-pagi buta. Begitu mencoba untuk tidur kembali, dia tidak bisa. Matanya akan melek terus sampai pagi.Banyak beban pikiran yang menyelisir di teluk pikirannya. Misteri tidak terjawab mengenai menghilangnya Robert Martin sampai sekarang masih menjadi sebuah tanda tanya besar dalam pikirannya. Sampai sekarang dia masih belum bisa menemukan di mana sahabatnya semasa kuliah itu berada. Robert… Robert… Ada di mana kau sekarang? Jujur aku tidak pernah percaya kau meninggalkan perusahaan, meninggalkan aku karena ada perusahaan lain yang menawarkan gaji dan tunjangan yang lebih banyak. Kau bukan orang yang seperti itu. Tapi, mengapa kau meninggalkanku dan meninggalkan perusahaan tanpa alasan? Apa yang tidak bisa kaujelaskan sebenarnya? Apakah… Apakah ini ada hubung
Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang ketika telepon di meja kerja Martin Lance berdering. Tampaknya Jason Darren Gani menyuruhnya ke ruangannya sebentar karena ada yang ingin dibicarakannya.Dia bergegas keluar dari ruangannya dan bergerak menuju ruangan direktur. Di depan pintu ruangan direktur ia bertemu dengan Oscar Olivio. Oscar Olivio mengangkat bahu petanda ia juga tidak jelas kenapa ia juga dipanggil menghadap sang direktur. Martin Lance mengetuk sebentar pintu ruangan tersebut sebelum membuka pintu dan melangkah masuk. Oscar Olivio mengekori Martin Lance masuk ke dalam ruangan direktur.Betapa terperanjatnya kedua penjahat itu tatkala melihat wajah sang pembunuh bayaran yang mereka sewa untuk melenyapkan nyawa Robert Martin. Si pembunuh bayaran duduk di sofa panjang depan meja kerja Jason Darren Gani bersama dengan beberapa petugas kepolisian.“Apakah ini orangnya?” tanya si polisi kepada si pembunuh bayaran.“Iya…” jawab si pembunuh bayaran lirih.Martin Lance dan Osca
Terlihat para pemegang saham saling berpandangan sesaat. Kebanyakan dari mereka menggelengkan kepala mereka.Detik-detik berlalu. Para pemegang saham keluar dari ruangan direktur. Tinggallah Jason Darren Gani dan sahabat karibnya di dalam ruangan tersebut.“Dengan demikian aku harus berterima kasih padamu, Bert…” Jason Darren Gani merangkul erat Robert Martin. Robert Martin hanya berdiri kaku dalam rangkulan erat sahabatnya.“Berterima kasih padamu bukan hanya kau telah membongkar semua aksi Martin Lance dan Oscar Olivio di belakangku selama ini. Tapi berterima kasih kau masih hidup dan masih berdiri di hadapanku sekarang.”Robert Martin mendadak berkata dengan lirih, “Sorry, Jason… Aku… Aku…”“Ada apa? Kedua orang yang selama ini menusuk-nusuk kita dari belakang telah ditangkap dan kau juga selamat dari percobaan pembunuhan oleh mereka. Bukankah ini adalah sesuatu yang harus kita rayakan?”“Aku… Aku memang selamat dari percobaan pembunuhan mereka dan aku masih berdiri di depanmu kini