Share

Bab 6

Sudah setengah tahun, aku si petualang cinta ini hidup sendiri alias ngejomblo Wati. Papa dan Mama sering meledekiku. Tapi seperti yang aku bilang aku ingin fokus melanjutkan kuliah S2 aku terlebih dahulu, jika bisa menyambi kerja kenapa tidak? Tentu akan aku lakukan. Tapi jangan di perusahaan papaku, aku ingin bekerja di tempat lain, guna mengasah kemampuanku nanti. Kalau masuk ke perusahaan milik papa itu namanya bukan sebuah prestasi atau kerja keras yang bisa di banggakan tentunya. 

"Yanti tidak ada yang apel lagi toh malam minggu?"

“Nanti Mam, suatu saat pasti akan ada lagi, sekarang aku lagi malas pacaran.”

“Ya, jangan lama-lama menyendiri Yan, nanti kamu merasa nyaman lagi, ingat Kamu kan perempuan Yan, nggak boleh lama-lama ngejoblonya nanti kamu jadi perawan tua.”

“Iya Ma, jangan tergesa-gesa juga lah. Mama jadi seperti nenek saja, cerewet, bawel dan kolot.”

"Kamu ini!!"

Aku mulai lelah pacaran seperti dulu. Aku sudah tidak boleh bermain-main dengan cinta dan perasaan laki - laki lagi. Karena sekarang aku telah dewasa, cukuplah bagiku Adam menjadi pelajaran hidup yang paling pahit. Tapi apakah akan ada cinta untukku lagi? mungkin inilah saatnya aku berkonsultasi dengan papa dan mama. Tidak deh, nanti aku malah akan di jodohkan oleh mereka. Sempat sih aku dengar papa ingin menjodohkan aku dengan anak relasi bisnisnya. Tapi aku yang terus menolak dan menghindar, memangnya zaman Siti Nurbaya apa, aku harus di jodohkan oleh orang tua.

*****

"Yan, sini nonton Televisi, jangan di kamar terus, temani Papa nih."

"Iya Pap, sebentar Yanti mau ambil novel dulu ya di kamar."

Aku bergegas mengambil novel di kamarku, dan kembali ke ruang keluarga menemani papa.

"Yan, Kamu kan sudah lulus kuliah apa rencana Kamu ke depan? masih mau kuliah lagi atau mau cari kerja saja."

"Yanti mau cari kerja dulu saja Pap, jenuh juga kalau Yanti ambil kuliah lagi, hitung-hitung cari pengalaman Pap, kuliahnya tahun depan saja."

"Terus Kamu sudah melamar kerja ke mana saja?"

"Sudah ke banyak perusahaan Pap, cuma belum ada panggilan juga nih, mungkin karena Yanti belum punya pengalaman ya Pap."

"Coba besok Kamu datang ke kantor teman ayah, namanya Pak Bustomi, itu loh Yan notaris yang ada di seberang Mal Mega Indah, tadi Papa dengar di sana perlu Sekretaris, Kamu siapkan berkasnya, biar besok Papa yang menghubunginya terlebih dahulu."

"Baik Pap, terima kasih Yanti mau siapkan berkas-berkasnya dulu ya."

"Iya, yang rapi Yan buatnya, jangan mempermalukan Papa Kamu ini."

"Siap Bos, Yanti akan buat yang rapi, asal jangan jadikan Yanti karyawan di perusahaan Papa saja."

"Lihat itu Bun, Anak kamu sudah gede masih saja manja dan seperti Anak Kecil, tidak mau kerja di kantor Papanya."

"Ya mau bagaimana lagi Pap, sudah wataknya. Asal jangan aneh-aneh saja itu Anak, malah sekarang Dia jomblo, semoga tidak kapok nanti."

“Yanti nyaman Mam, dengan semua ini.”

*****

Keesokan harinya, setelah aku merapikan diri dan bersiap-siap melamar pekerjaan.

"Papa...Papa...."

"Apa sih Yan, pagi-pagi sudah teriak saja Kamu itu."

"Mam, mana Papa ya ?"

"Papamu sudah ke kantor, tadi Papa bilang Kamu di suruh ke kantor Pak Bustomi jam 08.30, sudah siap-siap dulu, terus jangan lupa sarapan, Mama mau ke pasar dulu ya, kamu minta sarapan ke si Mbok saja Yan."

"Siap Mam, hati-hati ya ke pasarnya, Mama jangan lupa belikan puding kesukaanku."

"Mana duitnya, minta melulu."

"Meledek kan Mama. Segera Mam, doakan Yanti dapat kerja hari ini ya."

"Amiin semoga dapat kerja dan pacar baru."

"Mulai deh Mama, Yanti sudah tidak mau pacaran lagi Mam."

Aku pun memesan Grab dengan segera, waktu sudah menunjukkan pukul 07.45 WIB. Grabnya cepat, dan aku tiba 15 menit lebih awal.

"Selamat pagi Bu, maaf saya Yanti yang mau interviu hari ini dengan Pak Bustomi."

"Oh iya Mbak, tunggu sebentar ya, Pak Bustomi sedang ada rapat sebentar."

"Iya Bu, terima kasih."

Aku isi waktu luangku dengan membaca majalah, dan mendengar kan musik, sekitar lima belas menit berselang aku pun di panggil. Lumayan lama rasanya menunggu om Bustomi metting.

"Mbak Yanti, silakan masuk Mbak ke ruangan Pak Bustomi, mari saya antarkan Mbak."

"Baik Bu, terima kasih."

Akupun bergegas berdiri dan mengikuti ibu tersebut untuk masuk ke ruangan kantor Om Bustomi.

Tok....tok...tok..

"Iya silakan masuk.”

"Selamat pagi Pak saya Yanti."

"Oh Mefrida Yanti ya, ayo masuk ke sini Nak, pangling saya sudah lama tak melihatmu."

"Iya Pak."

"Kamu sudah lulus kuliah ya, kemarin lusa Saya bertemu Papamu Yan."

"Iya Pak, baru lulus dua bulan yang lalu."

"Ya sudah Om lagi perlu Sekretaris, Kamu mau coba magang di sini, boleh Om lihat berkas lamaranmu."

"Iya Pak, ini sudah Yanti persiapkan"

"Sastra Inggris, baguslah Yan ada kepandaian lebihnya, Om perlu Sekretaris secepatnya, bisa kalau Kamu besok langsung bekerja di sini?”

"Iya Pak, bisa, terima kasih ya Pak."

"Sama-sama, besok datang jam 07.30 pagi ya, dan di sana meja kerjamu Yanti, besok pagi sudah dapat Kau gunakan Yan."

"Terima kasih Pak Bustomi."

Aku pun bergegas pulang untuk memberikan kabar baik ini kepada mama dan papa. Kurang bangga sih, pasti aku di terima karena om Bustomi sudah mengenal papaku. Tapi dari pada aku kerja di kantor papa, jujur aku akan terasa di awasi olehnya.

Saat menunggu taksi di depan kantor ada seorang pengendara motor yang berhenti dan menghampiriku. Tampaknya wajahnya tidak terlalu asing, tapi aku tidak mengenal dan mengingat namanya.

"Yan, mau ke mana?"

Aku pandangi dengan hati-hati masih belum jelas wajahnya ia sedang berjalan ke arahku.

"Eh Surya ya, pulang interviu kerja ini."

"Iya Yan, Kamu lupa sama Aku?"

"Maaf Sur, helmnya menutupi pandanganku."

"Iya tidak apa-apa, Kamu mau pulang Yan, kalau enggak keberatan mari bareng denganku, Aku mau ke kantor hanya satu arah dengan rumahmu."

"Baiklah Surya, Aku sekalian ikut denganmu ya, terima kasih sebelumnya."

“Iya Yan, jangan canggung lah, kan kita sudah kenal juga, tak ada salahnya dari pada lama menunggu taxi.”

“Iya Sur, terima kasih.”

*****

Sambil menyiram bunga di halaman rumah, kenapa aku jadi ke pikiran Surya ya, sudah lama aku baru bertemu dengannya kembali. Sekarang dia tampak lebih rapi, dan keren. Apa karena sudah bekerja, tidak seperti saat kuliah dulu. Ya Surya, dia teman beda jurusan denganku saat di kampus dahulu.

"Huffs....Yanti, Yanti, masihkah ada cinta untukku."

Gerutuku di dalam hati. Jatuh cinta lagi, tapi aku takut gagal. Beberapa kegagalan yang lalu telah membuatku trauma. Tapi mengapa aku masih dapat jatuh cinta? Surya telah membuatku semangat untuk memiliki pacar lagi. Karena pesonanya itu yang membuat nya berbeda.

Dear diary,

Sudah lama sekali aku tidak menulis perasaan hatiku, tapi entah dengan malam ini. Surya teman lamaku saat di kampus, kenapa membuat hatiku berdebar-debar seperti ini. Tapi saat mengingat jahatnya Adam kepadaku, hatiku pun berkata supaya aku lebih waspada dan protect kepada laki-laki. Jangan sampai aku tersakiti lagi seperti dulu. Dan siapa sih Surya, toh aku belum mengenalnya dengan cermat.

Cinta, oh cinta... Kejamnya cinta di masa lalu membuat aku selalu bertanya tentang arti cinta.

Aku menutup buku diary aku. Dan aku melanjutkan mempersiapkan segala keperluanku untuk mulai bekerja di kantor om Bustomi esok hari. Memadu padankan pakaianku, ya aku belum sempat membeli pakaian-pakaian kerja yang resmi, tapi tak apalah masih banyak baju kuliahku yang pantas aku kenakan ke kantor. Papa memintaku untuk bekerja membawa mobil pribadi saja, atau jika aku malas bisa di antar oleh pak sopir. Tapi aku lebih suka memakai taxi saja, aku merasa lebih bebas dapat ke mana-mana. Dan yang pasti akan tidak senjang dengan karyawan yang lain. Aku ingin mereka melihat aku biasa saja, jangan tahu jika aku seorang anak pengusaha.

Aku sudah lama tak berkumpul dengan teman-teman kuliahku, mulai kangen sih dengan mereka, Kiki, Henny, Sari, Zakiah, Ita, Susnita, sebagian masih ada di Jakarta tapi ada juga yang telah pulang ke kampung mereka masing-masing. Kapan ya, rasanya ingin sekali-sekali kumpul bareng dengan mereka seperti dulu lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status