Share

Bab 2: Gagal Pendekatan

Pemilik kedai kecil itu bernama Mateo. Dia hendak membersihkan sisa makanan pelanggan yang baru saja pergi, tetapi keningnya langsung berkerut ketika mendapati isi mangkok yang tidak rusak sedikit pun, kontras dengan perkataan pelanggan wanita yang bersikap seperti sangat terpuaskan tadinya.

Suara deru mobil membuat Mateo menolehkan kepala. Dia melihat pelanggan wanita yang tadi sebagai pengendara. Tidak tahu maksud dari kedatangan, yang pasti seruan kepuasan yang dia dengar hanyalah sebuah kebohongan semata.

Perhatiannya teralih saat melihat keberadaan Bellmira—adik perempuannya. Dia bergegas keluar untuk membantu sang adik yang mengangkut beberapa kantong plastik berukuran besar.

"Belanja sebanyak ini, kenapa tidak menghubungiku? Aku juga sudah katakan untuk membeli bahan seperlunya saja. Kenapa kau tidak mendengarkanku?" tanya Mateo, kesal dengan sikap adiknya.

"Tadinya aku berpikir begitu, tapi melihat ada banyak diskon sebelum akhir tahun, aku jadi belanja banyak. Kita bisa menyimpannya di dalam kulkas."

Bellmira menunjuk kantong plastik yang dipegang kakaknya. "Lihat! Aku mendapatkan sawi dengan harga murah. Mereka menjualnya lima ribu untuk tiga sawi."

Mateo mengintip isi dari bungkus plastik untuk melihat sawi yang dibicarakan. Benar saja kalau ada tiga sawi segar di dalam plastik. Seharusnya dia senang karena mendapatkan harga sawi murah dengan kualitas yang bisa dikatakan bagus.

"Kita hanya tinggal berdua di rumah. Enam helai sawi saja sudah cukup untuk satu hari. Sayur hanya boleh disimpan dalam kulkas selama tiga hari. Lebih dari itu tidak baik untuk dikonsumsi. Lagi pula, kau tidak begitu makan sayur. Hanya aku yang paling banyak menghabiskannya."

"Kalau begitu, sajikan saja sawi ini untuk pelanggan. Kakak bisa mencampurkannya pada menu makanan. Orang-orang juga sering melakukan hal seperti itu, mencampurkan sesuatu ke dalam mi. Itu akan terasa sangat lezat."

Mateo tidak bisa berkata-kata lagi. Dia lebih tahu bagaimana karakter adiknya. Jika topik mengenai sawi dilanjutkan, maka tidak akan ada habisnya. Pasti ada saja yang membuat Bellmira tidak putus asa untuk menjawab. Jadi, dia pun akhirnya menyimpan sawi dan belanjaan lain ke dalam kulkas.

Pada saat ini, Mateo teringat akan kejadian tadi, di mana seorang pelanggan wanita meminta nomor ponsel. "Meera ..," panggilnya pada sang adik yang kini berselonjor di kursi panjang sembari memainkan ponsel, "tadi ada seorang pelanggan datang. Wanita itu ingin melakukan layanan pesan antar dan aku berkata kalau kita tidak melakukan hal semacam itu."

Bellmira sudah tidak lagi berselonjor ketika sang kakak mulai berucap. Dia segera bangkit dan datang menghampiri. "Lalu, apa Kakak menolaknya? Tidak hanya satu kali Kakak melakukan hal itu. Padahal, kita bisa mengembangkan usaha ini menjadi lebih baik kalau menerima tawaran dari mereka."

"Aku tidak menolaknya."

Bellmira kelihatan sangat bersemangat sekaligus tidak percaya dengan apa yang didengar. "Benarkah?! Apa kita benar-benar bisa melakukan layanan pesan antar?"

"Kita tetap tidak bisa melakukannya. Mereka yang akan melakukannya. Aku meminta mereka untuk menjemput sendiri ketika makanan sudah selesai dibuat."

Bellmira mencebik. "Pantas Kakak masih lajang sampai sekarang. Hal kecil seperti ini saja tidak tahu. Mana ada pelanggan yang ingin menyulitkan diri sendiri? Mereka harus dilayani seperti seorang raja, bukannya dibiarkan berusaha seorang diri." Dia pun pergi menuju kamar dengan tampang kesal.

Mateo hanya terbengong melihat sikap sang adik. Dia saja belum masuk ke inti permasalahan, alasan kenapa dia sampai menyinggung perihal pelanggan wanita tadi.

***

Suara flush closet terdengar dari dalam kamar mandi. Tidak lama kemudian, Serina menampakkan diri bersama tampang lega usai menyelesaikan urusannya. Pemandangan pertama yang dia lihat adalah Hillary yang mengenakan piama tengah terbujur di kasur.

Besok adalah hari besar bagi Hillary karena sahabatnya itu akan bertemu dengan sang idola. Jadi, sebelum itu mereka merawat diri terlebih dahulu.

Serina tidak pernah berniat untuk ikut dalam sesi perawatan ini, tetapi Hillary memaksanya untuk menemani sehingga mau tidak mau dia juga ikut. Bahkan, mereka sempat mengunjungi spa usai mengisi perut.

"Kau harus menuruti perkataanku besok. Aku yang akan memberitahukan padamu, kapan kau bisa berinteraksi dengan Shohei. Jangan sekali-kali berbuat hal yang aneh karena aku bisa terkena masalah jika proyek ini gagal. Apa kau mengerti?"

"Kau tidak perlu khawatir. Aku wanita yang tahu dengan aturan," ucap Hillary, menepuk-nepuk muka yang ditempeli masker dengan pelan.

"Itu bagus."

Serina memasang masker wajahnya, lalu rebah pula di sisi yang kosong. Tidak langsung beristirahat, dia memilih untuk meraih ponsel yang ada di meja nakas dan jemarinya mulai mencari-cari nomor pemilik rumah makan.

"Haruskah aku menghubunginya malam ini?"

Hillary yang jiwanya tenteram seketika dibuat memelotot. "Kau ini sudah dewasa dan memutuskan hal sepele seperti itu seharusnya bukan perkara yang sulit. Tinggal hubungi saja jika kau ingin." Dia mendengus perlahan. "Dan lagi apa bagusnya dia? Lebih tampan lagi Shohei-ku."

Meskipun hanya bergumam, akan tetapi jarak mereka yang dekat membuat suara itu dapat didengar jelas oleh Serina. "Aku rasa dia cukup tampan."

Hillary terbahak. "Siapa? Kau sedang membicarakan pemilik rumah makan? Jangan bercanda! Cinta memang buta. Kau hanya belum sadar karena sekarang sedang buta. Nanti setelah sadar, kau akan tahu kalau yang kau lakukan sekarang sama sekali tidak bermanfaat."

Serina semakin tidak mengerti dengan pembahasan mereka. Dia hanya mengutarakan pendapat jujurnya mengenai apa yang dilihat. Namun, mengapa sekarang beralih pada permasalahan cinta? Apa Hillary menganggap kalau dia yang ingin sekali memiliki nomor pemilik rumah makan sebagai tindakan pendekatan pada seorang pria?

Hillary sudah pasti salah paham dengan keadaan. Dia tidak berusaha mendekati pemilik rumah makan dengan alasan perasaan. Tetapi mendengar perkataan tadi membuat dia sedikit marah, meskipun perkataan itu tidak ditujukan padanya.

"Perkataanmu sungguh kejam sebagai manusia. Dia tidak seburuk itu."

Kali ini Hillary hanya menyeringai, tidak ingin masker kecantikannya terganggu lagi. "Aku tidak menganggap kalau dia orang yang buruk. Hanya saja, kau bisa mendapatkan seseorang yang lebih dari pada dia. Kau terlalu sempurna jika hidup bersamanya. Dia yang akan beruntung karena mendapatkan seseorang sepertimu."

Serina mengerlingkan mata, semakin berpikir bahwa perbincangan mereka tidak perlu diteruskan lagi. Dia yang salah, terpancing emosi karena kesalahpahaman itu sendiri.

"Berhenti bicara. Aku akan menghubunginya."

Hillary tidak tertarik dan memilih untuk bersemayam dalam ketenangan kembali, sedangkan Serina sudah bangkit dan menyingkirkan lembaran tipis yang menempeli muka itu. Dia benar-benar menghubungi pemilik rumah makan tanpa ragu lagi.

Beberapa dengungan terdengar sebelum seseorang menyahuti panggilan, "Halo? Siapa ini?" Suara yang berbeda dari apa yang seharusnya mereka tahu.

Bukan hanya Serina saja yang kebingungan, Hillary yang tidak tertarik langsung terduduk ketika mendengar suara orang yang mengangkat telepon. Memang tidak begitu jelas, akan tetapi masih bisa dinilai dengan siapa Serina berbicara. Seorang wanita!

Renko

Dukunganmu sangat berarti untuk menyemangati para penulis~

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status