Share

Bab 3: Melayani Pelanggan

Bellmira meletakkan ponsel di atas kasur setelah menerima panggilan aneh dari orang yang tidak dikenal. Dia mendengus pelan dan menggerutu di dalam hati, cukup kesal karena tidak tahu siapa yang menelepon. Pada saat itu pula suara ketukan pintu terdengar, memunculkan sosok kakaknya yang tiba-tiba datang.

"Ada apa?" tanyanya, kemudian menghampiri sang kakak.

"Kau terlihat sangat kesal." Mateo menyimpulkan dari raut wajah yang dia lihat.

Bellmira melipatkan tangan di dada, lalu berkata dengan raut wajah kesal yang belum hilang sepenuhnya, "Ada nomor asing meneleponku. Saat aku mengangkatnya, tidak ada suara dari seberang sana. Setelah itu, panggilan berakhir begitu saja."

"Aku memberikan nomormu pada seorang pelanggan wanita."

Bellmira teringat akan pembicaraan mereka mengenai pelanggan wanita. Dia langsung mengerti siapa orang yang meneleponnya. "Kenapa Kakak tidak mengatakan hal penting itu padaku? Aku sampai kesal setengah mati karena begitu penasaran."

Mateo menghela napas panjang. Itu adalah hal yang ingin Mateo sampaikan sebenarnya sejak pembicaraan mereka tadi yang terputus, akan tetapi sang adik pergi tanpa sempat dia katakan. "Sebaiknya kau beristirahat. Besok bantu aku melayani pelanggan. Malam tahun baru akan sangat sibuk karena banyak orang yang keluar dari rumah untuk mencari tempat makan."

"Hanya satu menu saja, bagaimana bisa begitu sibuk?" Meskipun mengeluh, pada akhirnya Bellmira menganggukkan kepala. "Baiklah. Kakak juga harus beristirahat."

Mateo menutup pintu kamar adiknya, kemudian pergi menuruni tangga. Dia menghampiri sisi dapur kembali dan menyisihkan bahan sebelum esok pagi menjelang. Lama berada di sana, dia hanya mencuci bahan, menyiapkan bumbu serta membersihkan bagian-bagian dapur yang menurutnya kotor.

Sekarang sudah lewat dari pukul 10 malam. Mateo belum mengantuk sama sekali. Jadi, dia memilih untuk menarik salah satu kursi pelanggan dan duduk di sana. Satu batang rokok dia keluarkan dari dalam saku, lalu dia mulai mengisapnya perlahan.

Dalam kesunyian ini, dia teringat akan mendiang ibunya. Kalau diingat lagi kejadian lampau, sungguh membawa rasa sesal yang teramat besar bagi dirinya.

Dulu mungkin dia tidak dapat menahan derita yang begitu mencekik setiap detik itu, tetapi setelah semua berlalu dimakan oleh waktu, kesakitannya dapat tertahan untuk sementara. Hanya Bellmira yang menjadi satu-satunya alasan kenapa dia bertahan hingga sekarang. Adiknya masih harus tetap hidup dan menemukan kebahagiaan.

Mateo tetap berdiam seorang diri di meja pelanggan. Dia menghabiskan waktu untuk merenung sampai asbaknya hampir dipenuhi puntung rokok. Tersadar akan keadaan itu, dia pun melirik jam dinding yang kini telah menunjukkan lewat dari pukul 1 malam. Meskipun belum mengantuk sebenarnya, akan tetapi dia tetap memutuskan untuk beristirahat.

***

Keesokan hari ketika malam semakin menjelang, seperti apa yang dikatakan Mateo kemarin bahwa pelanggan hilir mudik berdatangan. Bukan hanya Bellmira saja yang tidak dapat beristirahat karena sang koki pun juga sama. Kejadian yang tidak dapat diprediksi sebelumnya. Dibandingkan dengan tahun baru yang telah lewat, jumlah pelanggan yang sekarang lebih banyak. Mungkin disebabkan rumah makan yang kecil ini semakin banyak yang mengenal, walaupun pergerakannya lambat.

Bellmira memperhatikan sekeliling, para pelanggan sibuk menyantap makanan sambil bersenda gurau, sedangkan pelanggan lain masih antre di luar. Tidak ada meja yang kosong. Mereka harus mencari jalan keluar untuk permasalahan ini secepatnya.

"Kami ingin membayar!"

Perhatian Bellmira teralih pada beberapa orang pelanggan. Dia yang termenung tadinya langsung bergegas menempati meja kasir, lalu menyelesaikan urusan pembayaran.

"Berikan kami tambahan nasi!" Seorang pelanggan berteriak sambil mengangkat tangan.

Hal itu berhasil menginterupsi Bellmira yang belum selesai dengan posisinya sebagai kasir. "Sebentar!" Dia cepat-cepat memberikan uang kembalian, baru beranjak ke belakang.

Tadi Bellmira ingin mengambil nasi, hanya saja mereka tidak memiliki nasi untuk disajikan. Di sisi lain, kakaknya masih sibuk dengan urusan memasak, benar-benar tekun, tidak terpengaruh sedikit pun dengan suara berisik di luar dapur.

"Kakak, kenapa tidak kita tutup saja rumah makan ini?"

"Apa maksudmu? Jangan berkata yang tidak-tidak di jam sibuk ini. Lebih baik kau melayani pelanggan saja di luar."

"Di luar sangat kacau karena banyaknya pelanggan. Kalau tahu seperti ini, kenapa Kakak tidak melakukan perekrutan saja?"

"Mana nasinya?!" Suara pelanggan yang sama terdengar.

Bellmira mendengus, tidak urung mencuci beras untuk dimasak. Dalam keadaan seperti itu, dia masih terus berbicara, "Aku harus menjalani dua profesi sekaligus, sebagai pelayan dan juga sebagai kasir. Kita membutuhkan tambahan anggota baru untuk membuat pekerjaan lebih efisien, biar aku yang mengurusi meja kasir."

"Ini bukan waktunya untuk merekrut. Kita tidak bisa gegabah mengambil keputusan hanya karena terdesak. Ada persyaratan kerja yang harus mereka sanggupi. Sebelum itu juga harus dilihat, apa mereka dapat dipercaya atau tidak. Lagi pula, mana ada orang yang mencari pekerjaan di detik-detik malam tahun baru? Sudah, jangan bicara lagi. Kalau mereka tidak sabar, biarkan mereka pergi."

Bellmira semakin dibuat kesal saja dengan sikap kakaknya. Dia jelas tidak setuju dengan itu semua. Mereka bukan berbisnis, akan tetapi melayani perut pelanggan. Pantas saja usaha mereka tidak maju kalau pemilik rumah makan sendiri orang yang tidak peduli.

Menyingkirkan sikap yang mengesalkan, dia pun menyelesaikan urusan memasak nasi dengan cepat, setelah itu menghampiri meja kasir kembali. Tidak untuk melayani pelanggan yang ingin membayar, akan tetapi dia merobek satu helai kertas dan menuliskan sesuatu di sana.

Tanpa melihat-lihat ke arah pelanggan yang sebenarnya sudah sangat kesal karena permintaan belum juga dilaksanakan, dia menempelkan kertas tersebut di depan kaca rumah makan. Jika bukan kakaknya yang ingin merekrut, maka dia sendiri yang akan melakukannya!

"Hey, Gadis Cilik!" Seorang pria bertubuh kekar muncul tiba-tiba. "Aku sudah berkata menginginkan nasi. Tidakkah kau mendengarnya? Atau kau berpikir bahwa aku hanya patung pajangan di sini?"

"Ma—maaf ...." Dihadapkan dengan pria yang penampilannya seperti preman, tentu saja Bellmira yang hanyalah pelajar remaja begitu takut, ditambah lagi dia adalah seorang perempuan.

"Sebenarnya, apa kalian benar-benar berniat untuk berbisnis?" tanya pelanggan pria tersebut dengan tampang mengerikan.

Suasana tidak lagi ramai seperti tadi lantaran semua pelanggan menjadikan mereka yang ada di depan pintu sebagai titik perhatian. Hanya suara desis minyak dari dapur yang menjadi penghias suasana, tampaknya Mateo tidak tahu kalau sedang terjadi keributan di rumah makan.

"Ka—kami akan—"

"Hey, Pria Buruk Rupa!" Suara dari belakang sana memecahkan suasana yang tadinya tegang.

Saat mereka melihat ke sumber suara, terlihat dua orang wanita datang menghampiri.

Wanita yang sama berkata lagi, "Apa kau memiliki penyakit suka menindas anak kecil?"

"Dua orang wanita datang untuk ikut campur, apakah tidak takut kalau kami akan mengeroyok?" Saat berkata, teman satu meja makan pelanggan pria itu datang untuk bersekongkol.

Renko

Semoga kalian selalu sehat~

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status