Setelah membolos sekolah sehari untuk mengikuti turnamen ketangkasan 5 tahunan, Lady Amelia kembali masuk sekolah dan dia segera mengejar ketertinggalan pelajarannya di hari kemarin. Saat teman-temannya ramai bercanda di kelas sembari menunggu guru mereka masuk memberikan pelajaran pagi, Lady Amelia menyalin catatan teman dekatnya Queenta Larson yang selalu rajin memerhatikan pengajaran guru di kelas. "Amy, tumben sekali kau meliburkan diri dari sekolah. Apa ada acara penting kemarin?" tanya Queenta santai sambil mengamati kawannya itu menulis di buku dengan cepat.Lady Amelia menjawab dengan volume suara pelan sambil terus menulis, "Aku mengikuti turnamen ketangkasan 5 tahunan, Queenta. Dan kabar baiknya aku lolos babak selanjutnya yaitu memanah jitu. Doakan agar aku berhasil lolos babak ketiga. Aku butuh hadiahnya untuk didonasikan ke panti asuhan.""Wow, itu keren! Selamat dan semoga berhasil kalau begitu, Sobat. Aku hanya tak mampu membayangkan betapa sulitnya bersaing dengan pa
"Heeyaa!" Jeffrey Ross memacu kedua kuda jantan hitam penarik kereta milik keluarga Stormside.Sang nona muda berada di dalam kereta kuda yang melaju menuju ke Kedai Bronson. Tempat makan siang seusai sekolah bagi Lady Amelia dan teman-temannya selalu sama sedari dulu. Itu dikarenakan lokasi kedai itu memang di jalan raya perbatasan Drakenville dan Wisteria yang pasti dilalui mereka saat berangkat serta sepulang sekolah."Jeff, kau tak lupa kalau kita akan berlatih memanah 'kan?" tanya Lady Amelia dari jendela depan kereta yang dia buka."Tentu saya ingat, Miss Amy! Busur dan anak panah sudah saya siapkan di bagian belakang kereta. Sepertinya kita bisa berlatih di halaman belakang Kedai Bronson siang ini untuk menghemat waktu," ujar Jeffrey Ross seraya memelankan laju kedua kudanya. Kereta itu membelok ke halaman parkir pengunjung Kedai Bronson."Dimana pun tak masalah, Jeff. Aku hanya perlu berlatih hingga bisa memanah dengan jitu besok lusa!" jawab Lady Amelia dengan antusias. Namun
Sejenak gadis itu mempertimbangkan syarat dari Willy bila dia ingin diajari memanah. Turnamennya tersisa 2 hari lagi dan waktunya belajar memanah jitu tidak banyak. Maka akhirnya ...."Baiklah! Aku setuju, tetapi aku harus membawa Jeff untuk menemani kita berkencan," jawab Lady Amelia memberikan syarat kencan yang diinginkannya. Seorang lady yang masih lajang tidak boleh pergi berdua saja dengan seorang laki-laki, itu hal yang tabu di Wisteria Kingdom.Dalam benaknya sang pangeran pun mengerti etiket bangsawan itu, dia menganggukkan kepalanya seraya berkata, "Tentu saja, My Lady. Kita harus mematuhi norma yang berlaku di kalangan terhormat. Aku akan pikirkan mengenai kencan pertama kita nanti. Mungkin ada baiknya sekarang kita mulai saja latihan memanahnya, apa kau siap?""Kapan pun—" Lady Amelia melengkungkan bibirnya dan membiarkan Willy mengajarinya cara memanah yang benar."Berdirilah di sini!" pinta sang pangeran yang dituruti oleh gadis itu. Mereka berdiri berdekatan dengan posi
Langit telah berubah warna menjadi gelap ketika Pangeran William Lancester tiba di istana. Seorang prajurit membantu mengembalikan kuda tunggangannya ke istal, sedangkan sang pangeran bergegas masuk ke dalam istana untuk menuju ke kamar pribadinya. Tubuhnya lelah dan kotor setelah melakukan aktivitas fisik di luar ruangan dengan penyamaran sebagai seorang pelayan kedai.Kini dia mulai mengerti seperti apa rasanya menjadi rakyat jelata. Bahkan, dengan pekerjaannya sebagai pelayan kedai pun dipandang sebelah mata oleh para gadis bangsawan yang bisa jadi mungkin menarik minatnya bila dihadapkan dalam kondisi normal.Tak akan ada seorang gadis bangsawan yang menolak seorang pangeran, tetapi pemuda biasa seperti sosok Willy yang menjadi topeng penyamarannya tak masuk hitungan. Kedudukan pelayan dipandang sebagai sosok rendahan oleh para gadis bangsawan kawan-kawan Lady Amelia.Air mandi hangat disiapkan oleh asisten pribadinya, Jeremy Aubrach. Pria berusia awal 20 tahunan bertubuh jangkung
Saat langkah-langkah sang pangeran terdengar di koridor menuju ke ruang rapat divisi militer yang terletak berseberangan dengan sisi timur Pavilion Phoenix, tempat tinggal Pangeran William. Seisi ruangan mendadak terdiam, mereka bangkit dari kursi yang mengitari meja oval."Selamat petang, Your Grace!" sambut mereka serempak yang mendapat anggukan dari sang pangeran."Selamat petang, Semuanya. Silakan duduk!" jawab Pangeran William lalu menempati kursi kosong di antara Jenderal Sebastian Dalio dan Jenderal Besar Raymond Summerset.Dia lalu bertanya, "Kurasa ada hal penting yang membutuhkan perhatianku hingga kita berkumpul di sini. Ada apa gerangan?"Maka Jenderal Besar Raymond Summerset membuka pembicaraan yang juga menjadi topik utama pembahasan rapat dadakan petang itu, "Komplotan pemberontak telah menyusup masuk ke dalam istana, Your Grace. Pergerakan mereka untuk mengambil alih istana mulai terendus oleh mata-mata militer kita. Rencana mereka yaitu akan mengacau di acara turnamen
Sebuah malam yang berat untuk Jenderal Sebastian Dalio pasca menerima hunjaman belati tajam demi menyelamatkan nyawa sang pangeran Wisteria Kingdom. Sepanjang malam pria muda itu demam tinggi dan bermandikan keringat dingin dari sekujur tubuhnya. Perawat Diandra Richer ditugaskan oleh tabib istana untuk menemani sang jenderal semalaman hingga pagi. Gadis belia berusia 19 tahun itu beberapa kali mengelap kening dan leher Jenderal Sebastian dengan handuk kering. "Ti—tidak ... jangan ... ja—jangan bunuh pangeran!" Igauan meluncur berulang kali dari mulut sang jenderal. Nampaknya dia bermimpi buruk mengenai rencana pembunuhan terhadap Pangeran William Lancester.Nona Diandra Richer menggenggam tangan pria muda itu sembari berkata dengan suara lembutnya, "Segalanya akan baik-baik saja, Jenderal! Lawan mimpi burukmu, kumohon tenangkan dirimu."Remasan di telapak tangan mungil itu menandakan sang jenderal mendengar suaranya dan mulai mengarah ke kesadaran dirinya. Sepasang mata cokelat mud
Sejak pagi sang pangeran telah sibuk membantu Nyonya Susan Bronson mengerjakan banyak pekerjaan dapur untuk menyiapkan menu-menu khas Kedai Bronson. Memang jumlah pengunjung kedai di jam sarapan tidak terlalu banyak bila dibandingkan waktu makan siang."Willy, angkat kue dari dalam panggangan. Pakailah pelindung tangan agar kau tak lepuh!" perintah Nyonya Susan yang sedang mengaduk bumbu pasta berwarna jingga di atas tungku yang menyala."Siap, Ma'am!" sahut Willy lalu dengan cekatan mengenakan pelindung tangan sebelum membuka panggangan untuk mengeluarkan loyang kue. Aroma vanilla dan cinnamon yang manis menguar di dalam dapur bersatu dengan aroma jenis hidangan lainnya yang disiapkan oleh Nyonya Susan bersama Willy.Jam dinding di dapur seolah menjadi saksi kegelisahan sang pangeran yang sedang menunggu gadis teman kencannya pulang sekolah. Jarum panjang bergerak konstan hingga memutar jam demi jam yang berlalu.Akhirnya lonceng pintu kedai berbunyi tanda ada tamu yang masuk. "Perm
Langkah kaki kuda putih yang ditunggangi oleh sang pangeran dan teman kencannya sore ini pun melambat di tepi danau dimana sebuah air terjun setinggi kurang lebih 50 meter berada di ujung seberang permukaan air jernih itu."Wow, indah sekali pemandangannya, Willy!" Lady Amelia mendesah takjub melihat panorama alam yang masih tak terjamah oleh tangan manusia. Burung berbulu warna-warni seperti jenis Macaw Bird beterbangan dari dahan ke dahan pohon tinggi yang tumbuh di sekitar danau. Gelisah karena kehadiran makhluk asing dari luar habitat tempat tinggal mereka. Satwa liar lainnya seperti rusa sikka bertanduk, tupai, beberapa jenis primata, dan burung-burung kecil nampak memerhatikan tamu tak diundang itu di antara tumbuh-tumbuhan dalam ekosistem Angelico Falls.Pangeran William turun terlebih dahulu dari pelana kudanya lalu membantu gadis itu menyusulnya hingga menapakkan kaki ke permukaan tanah berbatu kerikil. "Apa kau suka berada di sini, My Lady?" tanya pemuda itu mengedarkan pan