Aku menatap Dion, ucapannya membuatku langsung mendekatinya. "Kamu mengenalnya?"
"Iya, Nyonya. Kami dulu teman sekantor dan satu divisi, sekarang dia sudah jadi manager. Tapi sayang, dia naik jabatan dengan cara curang. Dia orang yang sudah menyingkirkan saya, Nyonya. Hingga saya harus kehilangan pekerjaan.""Diih ... tampan-tampan kok curang!" decihku mulai illfeel dengan Reza.Namun, ketika mengingat ciuman itu ... ah, semua yang buruk tentangnya jadi hilang."Mungkin saja kalian salah paham, Dion. Karena kulihat dia orang yang baik dan punya integritas.""Tidak, Nyonya. Dia itu serakah, dia penjilat, dan juga bermuka dua." Dion berusaha menyangkal pendapatku.Hmm ... penuturan Dion membuatku berpikir sejenak. Jika Dion mengenal Reza, itu artinya akan mudah bagiku mencari informasi tentang lelaki itu."Maaf, Nyonya. Kenapa Nyonya Merry ingin pria ini ikut sayembara? Apa Nyonya Merry tertarik dengannya?" tanya Dion dengan hati-hati.Aku memandangnya, lalu tersenyum. "Kamu tidak perlu tahu, Dion. Cukup bawa laki-laki itu ke sini. Eh, bukan ... maksudku, buat istri Reza mengantar dia ke sini dan menyerahkannya padaku."Ekspresi Dion masih kebingungan. "Bukannya semua peserta memang harus mengantarkan suaminya ke sini, Nyonya?""Bodoh! Itu wanita lain yang rela menjual suaminya! Apa kamu pikir, istri Reza akan bersedia menjual suaminya juga? Jadi, tugasmu harus membuat istri Reza tertarik dengan hadiah yang ditawarkan!" bentakku emosi karena pemuda di hadapanku ini tak juga paham.Pantas saja dia tergeser oleh Reza, mungkin dari segi kecakapan otak, Reza lebih unggul."Baik, Nyonya!"Dion pun berlalu dan keluar dari ruanganku.Sesaat setelah pemuda itu keluar, ponselku berdering. Panggilan dari Rosa."Apa, Ros?""Ibu Riana, tiga puluh menit lagi ada meeting dengan klien penting. Ibu Riana di mana?"Kalimat Rosa sudah kembali formal, itu artinya dia sedang di kantor."Dua puluh menit lagi aku ke sana!"Langsung aku tutup panggilan. Bergegas aku keluar dari ruangan, kemudian kembali ke mobil. Beruntungnya, semua staf aku tempatkan di pavilun samping rumah utama, jadi aku tak perlu repot berpapasan dengan mereka.Namun, saat kaki mendekati mobil, terdengar suara memanggil."Nyonya Merry Usbad, maaf ... saya ingin melaporkan perkembangan proses sayembara," ujar Meta.Aku melihat arloji kecil di pergelangan tangan kiri, tak cukup waktu untuk mendengarkan penjelasan Meta."Meta, tolong semua data peserta masukkan ke dalam drive yang sudah aku sediakan. Nanti aku akan pantau secara online saja. Waktu pendaftaran hanya satu minggu, dan semua aku percayakan padamu. Aku akan ke sini lagi sepekan dari sekarang.""Baik, Nyonya Merry." Meta membungkukkan badan untuk memberi hormat.Aku pun bergegas masuk mobil dan melajukannya. Waktuku tidak banyak untuk mengejar meeting time. Sebisa mungkin dengan kecepatan tinggi bisa sampai di sana. Ternyata ....Huh! Macet parah!Di tengah kemacetan, aku manfaatkan untuk menghapus riasan Merry Usbad dan mengganti riasan menjadi Mariana Leurissa. Tidak mungkin juga aku ke kantor dengan penampilan seorang Merry, bisa-bisa diusir dari kantor sendiri.Semua serba kilat. Bahkan untuk pakaian pun, aku hanya mengganti blazer saja. Sepatu juga segera aku ganti menjadi sepatu high heel berwarna mocca.Kembali aku bercermin di kaca lipat yang selalu ada di dalam tas. Mencoba mematut, dan baru sadar jika style rambut masih belum aku ubah. Baru saja mengambil sisir, bunyi klakson dari belakang terdengar berulang-ulang.Buru-buru kuinjak gas agar mobil kembali berjalan. Sungguh berisik sekali mobil belakang itu.Aku lebih terkejut lagi ketika seseorang menggedor kaca pintu mobil. Ya, pemilik mobil berisik tadi sengaja mensejajarkan mobilnya dengan mobil yang aku kendarai. Dia menggedor dengan cukup keras sembari menyetir.Parah! Tidak berpikir kalau tindakannya bisa membahayakan orang lain. Lelaki dengan kaca mata hitam dan memakai masker itu terus menggedor, takutnya kalau dia adalah perampok. Dengan kecepatan yang aku tambah, segera berusaha menghindar dan mendahului mobil tersebut.Beruntung kemacetan telah terurai, sehingga mobil dapat kulajukan lebih kencang. Segera aku putar kemudi ke arah kanan untuk memotong jalan, sekaligus menghilangkan jejak dari si pengejar tadi.Sesampai di parkiran kantor, bergegas kuubah style rambut. Aku tidak mau jadi bahan tertawaan orang, masa iya dandanan Mariana tapi rambut ala Merry Usbad?Setelah memastikan semua beres, aku pun turun dari mobil. Kutilik kembali arloji, sudah telat lima menit. Dengan langkah buru-buru, aku segera menuju gedung megah yang menjadi kantor perusahaan milikku.Baru juga lima kali kaki ini melangkah, sebuah panggilan terdengar."Ini dia, cewek yang bikin aku terlambat!" teriaknya seraya menarik bahuku.Refleks, aku yang jago bela diri pun menarik kuat tangan itu dan menguncinya ke belakang punggung."Aauw, sakit!" teriak lelaki yang ternyata menggedor pintu mobilku tadi.Dengan kasar aku tarik masker yang menutupi separuh wajah, dan ....Kurasa aku mengenalnya. Kaca mata hitam turut aku lepas, barulah jelas seratus persen wajah itu."Reza!" seruku seraya melepaskan puntiran tangannya."Ka ... kamu ... sepertinya aku pernah melihatmu, di mana ya?" Lelaki itu tampak serius berpikir, mencoba mengingat wajah yang beberapa hari lalu dia temui di apartemen Rosa.Dering ponselku kembali berbunyi. Aku pun tergeragap, sadar dari hipnotis ketampanan wajah Reza."Iya, Ros. Ini aku sudah di depan kantor, sebentar lagi sampai. Suruh saja klien menunggu!"Aku pun berlalu dari Reza tanpa berpamitan. Fokusku hanya satu saat ini, segera menemui klien penting.Benar saja, di ruang meeting telah hadir seorang lelaki tampan. Dia adalah pengusaha sukses yang telah memulai karir bisnis sejak usia sembilan belas tahun. Sungguh luar biasa, di usia dia yang ke tiga puluh lima telah berhasil membangun perusahaan besar dengan banyak cabang hampir di seluruh Indonesia.Bagiku, dia adalah klien yang teramat penting. Nilai project product skincare kali ini pun bernilai sangat besar. Apalagi bahan yang diimport, semua asli dari korea."Selamat siang, Pak Raka. Maaf, saya datang terlambat. Tahu sendiri jalanan kota Jakarta ini," ujarku seraya mengulurkan tangan untuk bersalaman."Tak apa, Nona Mariana. Kebetulan, hari ini jadwal saya tidak terlalu padat. Jadi, aman saja kok!" tutur lelaki bernama Raka itu, senyumnya cukup manis, dan pembawaan dia begitu ramah."Apa kita langsung mulai pembahasan kita?" tanyaku sembari mengeluarkan macbook dari tempatnya."Maaf, Nona. Ada dokumen yang tertinggal, jadi ini saya masih menunggu manager saya. Dia akan mengantarkan ke sini, kebetulan dia juga yang menangani project kita.""Baiklah kalau begitu, mungkin kita bisa diskusi kecil dulu. Jujur, saya tertarik dengan bahan baku yang Anda tawarkan."Raka mengubah posisi, menegakkan badan dan mulai membuka Ipad Pro miliknya."Ini, Nona. Bahan-bahan ini sangat bagus untuk pembuatan kosmetik, selain itu juga aman dikonsumsi. Sudah grade-food juga." Raka mulai menjelaskan seraya menampilkan beberapa gambar product yang ditawarkan.Aku pun mendekat, kemudian men-scroll layar ipad pro tersebut. Di setiap produk telah tercantum nama dan manfaatnya. Aku dengan serius membaca setiap detail deskripsi produk tersebut.Tanpa kusadari, mata Raka ternyata menatapku tanpa berkedip. Entah sejak kapan, karena aku baru tahu saat hendak mengajukan pertanyaan.Dia tidak menjawab pertanyaan yang aku lontarkan, justru dia hanya tersenyum sembari menatap wajahku."Pak Raka, Anda baik-baik saja?" panggilku dengan mengibaskan tangan di depan wajahnya.Dia pun terkejut dan salah tingkah. "Ma ... maaf, Nona Mariana. Wajah Anda benar-benar menakjubkan. Saya dengar, usia Anda sebenarnya tak lagi muda, tetapi kulit wajah Anda berkata lain."Hmm ... rayuan model lawas. Ternyata pria satu ini sama saja! gerutuku dalam hati."Saya masih berpikir, produk apa yang Anda pakai? Kurasa, dengan penampilan Anda ini ... ehm ... ya, aku punya ide. Anda bisa membuat produk kali ini akan menjadi viral, Nona Mariana."Aku mengernyitkan dahi. "Apa maksud Pak Raka ini?""Begini, produk kecantikan kali ini berbahan premium semua. Bahkan bahan baku import langsung dari Korea. Nah, Nona Mariana ini memiliki wajah yang begitu cute, layaknya gadis Korea. Padahal, usia sudah kepala empat. Bukankah akan jadi sesuatu yang sangat menarik?"Sejenak aku terdiam, berpikir dan mencerna saran dari Raka. Jika begitu, itu artinya aku harus jadi bintang utama dalam produkku sendiri. Sedangkan selama ini, aku selalu bayar model iklan."Baiklah, itu nanti akan saya pertimbangkan." Aku mencoba memberi alasan.Jujur, aku paling tidak suka berada di depan kamera. Bawaannya selalu saja gugup, macam demam panggung.Fokus kami kembali ke ipad pro milik Raka. Otakku mulai menganalisa, bahan mana saja yang paling bagus untuk kulit dan bakalan diminati oleh banyak orang. Aku dan Raka kembali disibukkan dengan perbincangan membahas bahan baku, hingga akhirnya percakapan terhenti saat seseorang mengetuk pintu."Masuk!" perintahku.Muncul Rosa, tetapi kali ini wajahnya agak beda. Ada ekspresi khawatir dalam raut itu."Ada apa, Ros?""Ehm ... ini, Bu Riana. Ada ... ehm ... itu ....""Ada siapa?!" tanyaku tak sabar."Ada manager Pak Raka yang mengantar dokumen.""Ya sudah suruh masuk! Malah gugup gitu ngapain?"Rosa tidak menjawab, dia mempersilahkan tamu masuk. Dan ternyata ....OMG ... kenapa makhluk penuh hipnotis itu lagi yang datang? Sungguh waktu yang tidak tepat, aku yakin pasti akan ada hal konyol yang terjadi.Bagaimana ini? Aku tak bisa menghindar, tanpa sadar tangan ini mulai meraba bibir dan teringat ciuman waktu itu.Sialan! Pikiranku mulai kacau, fokus pun mulai buyar. Ambyar semua!Re ... Reza ...?" Aku terbata-bata karena panik saat melihat wajah itu.Entah mengapa, setiap melihat wajah tampannya, justru aku malah kalang kabut. Apalagi saat bayangan peristiwa ciuman itu melintas, auto membuat tangan langsung menutup mulut dan mengusapnya berkali-kali."Kalian sudah kenal?" tanya Raka membuyarkan semua kericuhan otak."A ... aku ...." Tenggorokan seketika tercekat, tidak mungkin aku cerita jika Reza adalah pria yang mencuri ciuman pertamaku."Dia gadis yang bikin saya terlambat, Pak Rak. Melajukan motor sambil tidur mungkin, mobil lain sudah jalan tapi dia malah nggak gerak sama sekali." Reza mengarang cerita.Enak saja aku tidur, dia tidak tahu kalau aku juga sedang buru-buru tapi harus ubah penampilan juga.Deg!Aku baru ingat dan menyadari, bahwa Reza tidak tahu siapa aku. Tentu saja dia tidak ingat, karena saat adegan berciuman itu terjadi, aku masih dengan dandanan sebagai Tante Merry.Parahnya, baru saja aku keceplosan menyebut nama dia. Huh! Bodoh sekali
Tiga hari berlalu ....Usahaku mempengaruhi Raka agar memecat Reza terus saja gagal. Hari ini fokusku sedikit kacau, bahkan saat Rosa menjelaskan laporan pun aku tak bisa memahami."Rosa, tolong laporanmu ditunda dulu. Aku masih ada pekerjaan lain," perintahku pada sahabat yang menjawab sebagai sekretarisku."Baik, Bu Riana."Rosa segera keluar. Dia memang profesional, saat di kantor dia tetap menjaga sikap layaknya bawahan ke atasan.Dengan cepat kusambar ponsel yang ada di tumpukan berkas, kemudian menelepon Dion. Sengaja aku gunakan nomor lain, khusus untuk masa sayembara saja."Dion, apa kamu sudah ada hasil?" tanyaku tanpa basa-basi."Maaf, Nyonya Merry. Saya belum berhasil membujuk istrinya Reza, tapi saya janji akan terus berusaha."Mendengar itu, aku pun mendengkus kesal."Kita ketemu siang ini! Temui aku di Cafe Tulip, tiga puluh menit dari sekarang!" perintahku, lalu menutup panggilan.Aku tidak bisa membiarkan rencana sayembara itu gagal. Targetku hanya Reza, dia harus mema
Dion membuntuti langkah cepatku, pasalnya hati ini begitu dongkol dengan kejadian tadi. Reza, lelaki yang begitu aku kagumi justru membuat hati ini mendidih penuh amarah."Nyonya Merry, Anda harus berjalan hati-hati. Jangan terlalu cepat seperti itu," ujar Dion memberi saran.Mungkin karena di matanya aku ini hanyalah wanita tua, sehingga tak bisa berjalan cepat. Aku pun berhenti dan berbalik ke arahnya. "Dion, secepatnya laksanakan rencana selanjutnya! Aku ingin, laki-laki sombong itu memakan ucapannya!" perintahku dengan tegas."Baik, Nyonya. Akan aku pastikan Reza ada di hadapan Nyonya," ujar Dion dengan keyakinan tinggi.Senyum penuh dendam pun terulas, akan aku pastikan Reza menyesali ucapannya. Neraka itu telah aku persiapkan untuk lelaki sombong tak punya akhlak itu.***Dua hari berlalu ....Hari ini adalah hari pertama untuk para kontestan mengikuti sayembara. Setelah seleksi ketat, hanya ada 100 orang yang diterima dan berhak mengikuti tahap selanjutnya.Dari ruang pribadi,
Riuh peserta terhenti saat mendengar pengumuman dari Meta."Selamat pagi, seluruh peserta Sayembara Mencari Jodoh. Sepuluh menit lagi acara akan segera dimulai. Bagi yang masih menikmati jamuan, harap segera menyelesaikan santap sarapannya. Setelah itu, kalian berkumpul ke aula pertemuan. Letak aula ada di lorong sebelah kiri ruang jamuan. Kalian jalan lurus, kemudian belok ke kanan sedikit.""Hari ini adalah seleksi pertama yang akan dinilai langsung oleh Nyonya Merry Usbad. Jadi, pastikan kesiapan kalian. Demikian pemberitahuan kami."Selesai Meta memberi pengumuman, suasana kembali riuh. Mereka segera menghabiskan makanan. Dari sekian banyak wajah, terlihat lebih dari 50 persen terlihat gembira dan antusias. Namun, terlihat juga beberapa wajah yang menampakkan ekspresi tertekan. Kemunculan Reza ke ruang perjamuan membuat hampir semua mata tertuju padanya. Beberapa mata memandang dengan sinis, mungkin menganggap Reza sebagai rival terberat. Ketampanan Reza sulit ditampik. Secara k
Meta masih terdiam. Mungkin saja dia bingung untuk memutuskan. Kembali aku mengaktifkan tombol on pada mikrofon."Sebutkan nama kamu siapa anak muda, kamu belum memperkenalkan diri." Suaraku kembali menggema di ruangan yang sangat luas itu."Oh maaf, Nyonya Merry. Perkenalkan, nama saya Davin." Lelaki muda itu menjawab dengan sikap penuh kesopanan."Berapa usiamu?""Saya 28 tahun, Nyonya Merry.""Masih sangat muda. Apa istrimu di rumah sangat cantik?"Lelaki bernama Davin itu mulai gugup. "Ma ... maaf, Nyonya Merry. Apa maksud Anda?"Aku tersenyum sebelum melanjutkan pertanyaan. Melihat lelaki muda dan tampan, tapi tetap ikut sayembara mencari jodoh yang jelas-jelas akan membeli pernikahan mereka."Davin ... jika istrimu cantik, sudah pasti kamu akan membuat visi misi yang terbaik untuk menakhlukkan hatinya. Namun, jika seandainya istri kamu hanyalah wanita biasa, kukira kamu tak akan melakukan pengorbanan lebih untuknya."Suasana menjadi hening, semua fokus pada apa yang aku sampaik
Suasana ruang aula kembali riuh, mereka saling berbisik. Meta sebagai moderator pun kebingungan untuk bersikap, karena dia tahu bahwa Reza adalah target dari acara sayembara ini. Sehingga tidak mungkin dia men-diskualifikasi Reza.Akhirnya aku berinisiatif untuk mencegah kericuhan selanjutnya. Reza memang tidak bisa dibiarkan begitu saja. Segera aku menekan tombol on pada mikrofon."Tuan Reza Mahardika ... bisakah Anda bertanya pada diri Anda sendiri? Istri macam apa yang terpancing menyerahkan suami demi uang 10 milyar? Apakah Anda menganggap wanita yang selama ini Anda nikahi adalah wanita yang lebih mulia dari saya?" Seketika suasana hening. Tampak wajah-wajah pias terpampang di layar monitor. Begitu pun Reza, tertampar oleh rasa malu. Tak hanya itu, dia pasti merasa telah dijual oleh istrinya."Saya mengadakan sayembara ini, bukan semata-mata untuk merebut suami orang. Saya juga tidak hanya sekedar membeli satu di antara kalian. Tidak penting apa tujuan saya, tetapi kalian perlu
Kesegaran air mengucur dari ujung kepala, membasahi seluruh tubuh. Sabun mandi dengan aroma romantic menguar ke seluruh kamar mandi. Tidak lupa Egyptian A-romance shampoo turut memberikan aroma wangi pada rambutku.Selesai mandi, aku keringkan badan dan juga rambut, kemudian duduk di depan meja rias. Kutatap wajah tanpa make up, wajah seorang Mariana Leurissa. Lalu, mulai kupoles wajah dengan berbagai jenis urutan make up.Kali ini, make up aku ubah menjadi seorang gadis cantik. Dengan beberapa trik, wajah seorang Mariana Leurissa telah berubah. Malam ini sengaja aku menjelma menjadi wanita cantik nan elegan. Sebuah wig menyempurnakan penyamaranku.Tidak ada lagi Nyonya Merry Usbad yang tua, sekarang yang ada adalah Nyonya Merry yang cantik dan menawan. Keseksian tubuh sengaja aku eksplore dengan memilih gaun yang memperlihatkan lekuk tubuh. Selain itu, leher jenjang dan kulit yang putih bersih sengaja aku pamerkan.Setelah mematut diri di depan cermin, memastikan tidak ada yang kuran
Selesai makan malam, aku mengajak Reza ke teras kamar. Sengaja aku mengajaknya menikmati malam, sekalian ingin mencuci otaknya. Aku tidak akan membiarkan lelaki itu berubah pikiran, dia harus benar-benar memakan ucapannya sendiri waktu itu. Sebuah kejutan telah aku persiapkan."Nona Merry, Anda ini sangatlah cantik. Tak bosan mata saya memandangi Anda sejak tadi," ujar Reza yang mulai melancarkan rayuan.Aku yang duduk menyilangkan kaki, langsung meletakkan gelas, kemudian berdiri. Aku mendekati Reza yang sejak tadi berdiri dengan menyandarkan panggul ke pagar balkon.Aku tersenyum, kemudian melempar pandangan ke arah langit yang bertaburan bintang. Malam tak sepenuhnya sunyi, suara bising kendaraan masih bisa terdengar. Kota yang menurutku tak pernah istirahat dari kebisingan."Reza, apa di dunia ini sudah tak ada lelaki yang tulus mencintai?" tanyaku dengan nada datar, tanpa mengalihkan pandangan dari langit."Tentu saja masih ada," jawabnya dengan begitu yakin.Mendengar jawaban Re