Re ... Reza ...?" Aku terbata-bata karena panik saat melihat wajah itu.
Entah mengapa, setiap melihat wajah tampannya, justru aku malah kalang kabut. Apalagi saat bayangan peristiwa ciuman itu melintas, auto membuat tangan langsung menutup mulut dan mengusapnya berkali-kali."Kalian sudah kenal?" tanya Raka membuyarkan semua kericuhan otak."A ... aku ...." Tenggorokan seketika tercekat, tidak mungkin aku cerita jika Reza adalah pria yang mencuri ciuman pertamaku."Dia gadis yang bikin saya terlambat, Pak Rak. Melajukan motor sambil tidur mungkin, mobil lain sudah jalan tapi dia malah nggak gerak sama sekali." Reza mengarang cerita.Enak saja aku tidur, dia tidak tahu kalau aku juga sedang buru-buru tapi harus ubah penampilan juga.Deg!Aku baru ingat dan menyadari, bahwa Reza tidak tahu siapa aku. Tentu saja dia tidak ingat, karena saat adegan berciuman itu terjadi, aku masih dengan dandanan sebagai Tante Merry.Parahnya, baru saja aku keceplosan menyebut nama dia. Huh! Bodoh sekali aku ini!"Reza, jaga sikap kamu! Nona Riana adalah pemilik perusahaan ini!" bentak Raka dengan tegas.Kedua bola mata Reza seketika membulat, sikapnya langsung salah tingkah."Ma ... maaf, Nona Riana." Reza beberapa kali membungkuk minta maaf.Aku yang tersadar dengan posisiku, seketika langsung mengubah sikap. Badan kutegakkan, pandangan tajam ke arah Reza dan menandakan wibawa seorang CEO.Tiba-tiba aku punya ide, untuk mempermudah kerja Dion, kupikir bisa membantu dia dengan cara membuat Reza kehilangan pekerjaan. Dengan demikian, Reza tak ada pilihan selain menuruti permintaan istrinya untuk ikut sayembara."Pak Raka, bagaimana bisa Anda mempekerjakan manager seperti dia? Tidak ada sopan santunnya, bahkan dia tadi bersikap kurang ajar saat bertemu saya di parkiran!" tuturku dengan nada mencibir sekaligus mengadu."Maafkan pegawai saya, Nona Riana. Mungkin karena dia belum tahu siapa Nona ini." Raka masih berusaha melindungi bawahannya.Mungkin saja karena kinerja Reza memang bagus, makanya Raka sampai mempercayakan project penting pada lelaki itu, bahkan sekarang pun dibela."Attitude itu tidak melihat dengan siapa dia bicara, Pak Raka. Yang namanya attitude baik ya harus kepada semua orang, meskipun pada pengemis sekalipun. Mana ada bersikap sopan hanya dengan orang yang punya jabatan. Itu namanya penjilat! Seharusnya Anda paham dan lebih selektif saat memilih karyawan, bukan asal-asalan seperti itu!"Aku masih terus berusaha memojokkan Reza. Tampak lelaki itu hanya diam menunduk, membiarkan atasannya berdebat denganku hanya karena ulahnya.Sejenak aku berpikir dan mempertimbangkan, jika mengancam membatalkan project jelas kerugian tetap aku tanggung. Apalagi Raka memberikan harga yang cukup miring dibanding perusahaan lain. Ada banyak benefit yang dia tawarkan.Aku mencoba menekan ego, jangan sampai karena ego ingin menjalankan rencana sayembara berhasil, justru aku harus kehilangan keuntungan yang jumlahnya tak sedikit."Baiklah, Nona Riana. Mungkin Anda kurang berkenan dengan sikap manager saya, kalau begitu project ini akan langsung saya handle tanpa melibatkan dia." Raka masih bersikap begitu sopan dan mengulas senyum."Reza, taruh saja file dan dokumennya. Biar aku yang handle. Sebaiknya kamu kembali ke kantor dan selesaikan pekerjaan lainnya.""Baik, Pak Raka." Reza pun membungkuk memberi hormat, kemudian keluar.Tanpa kusadari, rasa kesal pada sikap Raka pun muncul sehingga aku mendengkus. Tujuanku untuk membuat Reza kehilangan pekerjaan, justru digagalkan oleh partner kerjasama yang ternyata bos-nya Reza."Nona Riana, saya mohon maaf jika tidak memecat dia. Bagaimana pun, dia sudah lama ikut aku dan kinerja Reza memang patut diacungi jempol. Dia punya loyalitas, dan dedikasi pada perusahaan sudah cukup tinggi."Dalam hati aku menggerutu, kesal terhadap Raka yang malah memuji bawahannya itu."Sudahlah. Kita lanjutkan pembahasan kerja sama ini nanti, sudah jam makan siang dan saya butuh mood booster agar bisa berpikir lebih jernih lagi. Manager Anda benar-benar merusak mood saya," ucapku beralasan.Jujur saja, semenjak kehadiran Reza tadi, otak ini sudah tak mampu lagi fokus pada apa yang dibahas."Bagaimana kalau saya traktir saja?" Raka menawarkan, tetapi kulihat sorot matanya ada yang berbeda.Ah, mungkin saja aku yang Ge-Er. Hanya saja, tidak dapat aku pungkiri tatapan Raka padaku sama seperti para pengusaha muda yang tertarik dengan kecantikanku. Hanya saja, Raka masih terlihat jaim. Namun, kode alias sinyal yang diberikan dapat tertangkap oleh radar feeling-ku yang kuat.Kali ini aku tidak ingin menolak, jadi kuanggukan kepala. "Boleh, mari kita cari makanan terlezat di Jakarta!" ujarku diiringi senyum penuh semangat.Raka pun menyambut dengan senyuman suka cita.***Makan siang di sebuah tradisional resto menjadi pilihan. Aku sendiri baru tahu jika Raka satu selera denganku, dia menyukai kuliner tradisional. Siapa sangka, aku bisa menemukan partner yang mau diajak makan di sebuah resto yang menyajikan menu tradisional.Iga bakar, sate lilit, ayam taliwang, dan masih banyak menu lezat lainnya. Aku sengaja memesan beberapa menu, semua itu hanya demi mengembalikan mood yang sempat porak poranda karena kehadiran Reza.Aku abaikan tatapan Raka yang melihatku makan tanpa jaga image sebagai seorang CEO. Mau illfeel atau tidak, terserah saja."Nona Riana, Anda sangat menikmati makanan ini ya, hahaha ...."Pertanyaan Raka hanya aku respon dengan tawa kecil. Setelah itu lanjut menikmati lezatnya iga bakar, bumbu yang meresap hingga ke daging membuat lidah ini tak berhenti menari.Di tengah asyiknya menikmati makanan, tetiba Raka memberi kode. Dia menunjuk samping bibirnya, mungkin saja ingin memberitahu kalau makanan yang kumakan belepotan di dekat bibir.Namun sayang, kedua tanganku kotor semua karena aku makan tanpa sendok dan garpu.Akhirnya Raka berinisiatif mengambil tisu dan membersihkan apa yang menempel di dekat bibir."Maaf, Nona Riana. Ini bumbunya sampai ke sini." Dia mengelap dengan begitu lembut.Untuk sesaat pandangan kami bertemu dan saling menatap secara intens. Aku merasa sedikit aneh dengan tatapan itu.Menyadari apa yang baru saja terjadi, Raka segera menarik tangannya. Dia salah tingkah, kemudian pura-pura minum."Anda baik-baik saja, Pak Raka?" tanyaku dengan santai."I ... iya. Duh, kenapa tiba-tiba gerah begini ya?" ujarnya seraya mengibaskan tangan ke dekat leher dan juga dahinya.Aku tersenyum melihat tingkah lucu Raka. Dia seolah baru pertama jatuh cinta, macam anak remaja yang masih malu-malu kucing.Jujur, aku mengenal dia baru dua bulan ini. Pertemuanku dengannya bukan suatu hal yang disengaja, melainkan karena kesalahan yang tidak disengaja.Waktu itu aku dan dia sama-sama sedang dalam perjalanan Singapura ke Jakarta, bukan janjian. Hanya saja, kursi kami memang bersebelahan.Obrolan ringan sempat terjadi, tetapi belum sampai ke tahap perkenalan. Saat turun dari pesawat dan tiba di bandara, aku jalan terburu-buru dan akhirnya menabrak Raka. Ponsel yang aku pegang terjatuh, begitu juga dengan milik Raka.Entah bagaimana cerita, ternyata kami salah ambil ponsel. Aku sendiri menyadari kalau ponsel tertukar setelah tiba di rumah. Ponsel Raka memang persis dengan ponsel milikku, makanya saat terjatuh aku pun mengira yang jatuh dekat denganku adalah ponselku.Ketika di rumah, aku hendak menelepon Rosa untuk mengabarkan jika besok aku sudah bisa ke kantor. Namun, ponsel tidak bisa aku buka dengan autentifikasi jari.Saking penasarannya, pakai PIN pun tidak bisa. Akhirnya aku perhatikan kembali ponsel tersebut dengan baik-baik. Ya, ada yang beda pada bagian belakang. Ponsel Raka terdapat stiker logo sebuah perusahaan, dan ternyata itu logo perusahaan penyedia bahan kosmetik yang sangat terkenal.Akhirnya aku coba telepon ponselku menggunakan ponsel lain. Benar saja, terdengar suara lelaki di pesawat tadi. Dia juga baru tahu jika ponselnya tertukar setelah aku telepon.Hal itulah yang akhirnya menyebabkan kami bertemu kembali dan menjalin kerja sama untuk pertama kalinya."Nona Riana, apa ada yang Anda pikirkan?" Pertanyaan Raka membuyarkan lamunanku."Tidak, saya hanya ingat manager Anda tadi. Saya tidak menyukainya, dan feeling saya, dia akan melakukan kecurangan pada Anda." Aku berusaha menghindari pertanyaan tadi dan mengalihkan pada rencana yang sempat tebersit."Apa maksud Anda, Nona?" tanya Raka dengan mimik penuh tanda tanya."Begini, Pak Raka. Sebagus apapun kinerja anak buah, itu pasti akan menyenangkan hati kita sebagai atasan. Tapi jangan lupa juga, bahwa mereka begitu karena ada yang mereka harapkan. Mereka terkadang memiliki ambisi lebih, misal untuk menambah keuntungan dari setiap tugas yang kita berikan."Aku berusaha mempengaruhi Raka, berharap kali ini akan berhasil.Tampak dia manggut-manggut, mungkin berusaha mencerna ucapanku."Coba diingat kembali. Posisi dia sekarang, apakah hasil pure usaha dia atau hasil dari memanfaatkan kelemahan rekan kerjanya?"Sejenak Raka terdiam, ekspresi wajahnya tampak mengingat sesuatu. "Ya, saya tahu jabatan dia sekarang karena memenangkan persaingan ketat. Dia berhasil lolos dan naik jabatan. Sudah pasti akan ada yang tersingkir."OMG ... masih saja pria di hadapanku ini pandai mencari sanggahan. Jika dia terus saja membela Reza, bagaimana aku bisa membuat Reza dalam kondisi kesulitan uang? Sedangkan waktu pendaftaran peserta sayembara tinggal satu minggu lagi.Huh! Sungguh menyebalkan!Tiga hari berlalu ....Usahaku mempengaruhi Raka agar memecat Reza terus saja gagal. Hari ini fokusku sedikit kacau, bahkan saat Rosa menjelaskan laporan pun aku tak bisa memahami."Rosa, tolong laporanmu ditunda dulu. Aku masih ada pekerjaan lain," perintahku pada sahabat yang menjawab sebagai sekretarisku."Baik, Bu Riana."Rosa segera keluar. Dia memang profesional, saat di kantor dia tetap menjaga sikap layaknya bawahan ke atasan.Dengan cepat kusambar ponsel yang ada di tumpukan berkas, kemudian menelepon Dion. Sengaja aku gunakan nomor lain, khusus untuk masa sayembara saja."Dion, apa kamu sudah ada hasil?" tanyaku tanpa basa-basi."Maaf, Nyonya Merry. Saya belum berhasil membujuk istrinya Reza, tapi saya janji akan terus berusaha."Mendengar itu, aku pun mendengkus kesal."Kita ketemu siang ini! Temui aku di Cafe Tulip, tiga puluh menit dari sekarang!" perintahku, lalu menutup panggilan.Aku tidak bisa membiarkan rencana sayembara itu gagal. Targetku hanya Reza, dia harus mema
Dion membuntuti langkah cepatku, pasalnya hati ini begitu dongkol dengan kejadian tadi. Reza, lelaki yang begitu aku kagumi justru membuat hati ini mendidih penuh amarah."Nyonya Merry, Anda harus berjalan hati-hati. Jangan terlalu cepat seperti itu," ujar Dion memberi saran.Mungkin karena di matanya aku ini hanyalah wanita tua, sehingga tak bisa berjalan cepat. Aku pun berhenti dan berbalik ke arahnya. "Dion, secepatnya laksanakan rencana selanjutnya! Aku ingin, laki-laki sombong itu memakan ucapannya!" perintahku dengan tegas."Baik, Nyonya. Akan aku pastikan Reza ada di hadapan Nyonya," ujar Dion dengan keyakinan tinggi.Senyum penuh dendam pun terulas, akan aku pastikan Reza menyesali ucapannya. Neraka itu telah aku persiapkan untuk lelaki sombong tak punya akhlak itu.***Dua hari berlalu ....Hari ini adalah hari pertama untuk para kontestan mengikuti sayembara. Setelah seleksi ketat, hanya ada 100 orang yang diterima dan berhak mengikuti tahap selanjutnya.Dari ruang pribadi,
Riuh peserta terhenti saat mendengar pengumuman dari Meta."Selamat pagi, seluruh peserta Sayembara Mencari Jodoh. Sepuluh menit lagi acara akan segera dimulai. Bagi yang masih menikmati jamuan, harap segera menyelesaikan santap sarapannya. Setelah itu, kalian berkumpul ke aula pertemuan. Letak aula ada di lorong sebelah kiri ruang jamuan. Kalian jalan lurus, kemudian belok ke kanan sedikit.""Hari ini adalah seleksi pertama yang akan dinilai langsung oleh Nyonya Merry Usbad. Jadi, pastikan kesiapan kalian. Demikian pemberitahuan kami."Selesai Meta memberi pengumuman, suasana kembali riuh. Mereka segera menghabiskan makanan. Dari sekian banyak wajah, terlihat lebih dari 50 persen terlihat gembira dan antusias. Namun, terlihat juga beberapa wajah yang menampakkan ekspresi tertekan. Kemunculan Reza ke ruang perjamuan membuat hampir semua mata tertuju padanya. Beberapa mata memandang dengan sinis, mungkin menganggap Reza sebagai rival terberat. Ketampanan Reza sulit ditampik. Secara k
Meta masih terdiam. Mungkin saja dia bingung untuk memutuskan. Kembali aku mengaktifkan tombol on pada mikrofon."Sebutkan nama kamu siapa anak muda, kamu belum memperkenalkan diri." Suaraku kembali menggema di ruangan yang sangat luas itu."Oh maaf, Nyonya Merry. Perkenalkan, nama saya Davin." Lelaki muda itu menjawab dengan sikap penuh kesopanan."Berapa usiamu?""Saya 28 tahun, Nyonya Merry.""Masih sangat muda. Apa istrimu di rumah sangat cantik?"Lelaki bernama Davin itu mulai gugup. "Ma ... maaf, Nyonya Merry. Apa maksud Anda?"Aku tersenyum sebelum melanjutkan pertanyaan. Melihat lelaki muda dan tampan, tapi tetap ikut sayembara mencari jodoh yang jelas-jelas akan membeli pernikahan mereka."Davin ... jika istrimu cantik, sudah pasti kamu akan membuat visi misi yang terbaik untuk menakhlukkan hatinya. Namun, jika seandainya istri kamu hanyalah wanita biasa, kukira kamu tak akan melakukan pengorbanan lebih untuknya."Suasana menjadi hening, semua fokus pada apa yang aku sampaik
Suasana ruang aula kembali riuh, mereka saling berbisik. Meta sebagai moderator pun kebingungan untuk bersikap, karena dia tahu bahwa Reza adalah target dari acara sayembara ini. Sehingga tidak mungkin dia men-diskualifikasi Reza.Akhirnya aku berinisiatif untuk mencegah kericuhan selanjutnya. Reza memang tidak bisa dibiarkan begitu saja. Segera aku menekan tombol on pada mikrofon."Tuan Reza Mahardika ... bisakah Anda bertanya pada diri Anda sendiri? Istri macam apa yang terpancing menyerahkan suami demi uang 10 milyar? Apakah Anda menganggap wanita yang selama ini Anda nikahi adalah wanita yang lebih mulia dari saya?" Seketika suasana hening. Tampak wajah-wajah pias terpampang di layar monitor. Begitu pun Reza, tertampar oleh rasa malu. Tak hanya itu, dia pasti merasa telah dijual oleh istrinya."Saya mengadakan sayembara ini, bukan semata-mata untuk merebut suami orang. Saya juga tidak hanya sekedar membeli satu di antara kalian. Tidak penting apa tujuan saya, tetapi kalian perlu
Kesegaran air mengucur dari ujung kepala, membasahi seluruh tubuh. Sabun mandi dengan aroma romantic menguar ke seluruh kamar mandi. Tidak lupa Egyptian A-romance shampoo turut memberikan aroma wangi pada rambutku.Selesai mandi, aku keringkan badan dan juga rambut, kemudian duduk di depan meja rias. Kutatap wajah tanpa make up, wajah seorang Mariana Leurissa. Lalu, mulai kupoles wajah dengan berbagai jenis urutan make up.Kali ini, make up aku ubah menjadi seorang gadis cantik. Dengan beberapa trik, wajah seorang Mariana Leurissa telah berubah. Malam ini sengaja aku menjelma menjadi wanita cantik nan elegan. Sebuah wig menyempurnakan penyamaranku.Tidak ada lagi Nyonya Merry Usbad yang tua, sekarang yang ada adalah Nyonya Merry yang cantik dan menawan. Keseksian tubuh sengaja aku eksplore dengan memilih gaun yang memperlihatkan lekuk tubuh. Selain itu, leher jenjang dan kulit yang putih bersih sengaja aku pamerkan.Setelah mematut diri di depan cermin, memastikan tidak ada yang kuran
Selesai makan malam, aku mengajak Reza ke teras kamar. Sengaja aku mengajaknya menikmati malam, sekalian ingin mencuci otaknya. Aku tidak akan membiarkan lelaki itu berubah pikiran, dia harus benar-benar memakan ucapannya sendiri waktu itu. Sebuah kejutan telah aku persiapkan."Nona Merry, Anda ini sangatlah cantik. Tak bosan mata saya memandangi Anda sejak tadi," ujar Reza yang mulai melancarkan rayuan.Aku yang duduk menyilangkan kaki, langsung meletakkan gelas, kemudian berdiri. Aku mendekati Reza yang sejak tadi berdiri dengan menyandarkan panggul ke pagar balkon.Aku tersenyum, kemudian melempar pandangan ke arah langit yang bertaburan bintang. Malam tak sepenuhnya sunyi, suara bising kendaraan masih bisa terdengar. Kota yang menurutku tak pernah istirahat dari kebisingan."Reza, apa di dunia ini sudah tak ada lelaki yang tulus mencintai?" tanyaku dengan nada datar, tanpa mengalihkan pandangan dari langit."Tentu saja masih ada," jawabnya dengan begitu yakin.Mendengar jawaban Re
Seketika ruangan senyap. Suaraku menggema di seluruh ruangan, membuat mereka terdiam. Wajah Reza juga tampak pias, sedangkan Faisal malah tersenyum seolah merasa menang karena mendapat pembelaan dariku."Saya harap, kejadian semacam ini tidak akan terulang lagi. Bersainglah dengan sehat, karena saya mencari suami yang bisa diandalkan, bukan yang hanya pandai menjatuhkan orang lain.""Meta, silahkan lanjut kembali."Aku pun mematikan mikropon kembali. Lalu, kembali mendorong kursi beroda ke depan Dion. "Dion, antar hasil penilaianku ini ke Meta!" perintahku pada lelaki muda itu. Dengan sikap hormat, Dion sedikit membungkuk. Dia menerima secarik kertas, dan berlalu dariku.Pandanganku kembali pada layar monitor. Di sana aku lihat, ada beberapa yang tampak cemas menunggu hasil final. Hanya Reza dan Faisal yang masih tampak tenang-tenang saja.Mata ini tiba-tiba tertarik untuk memperhatikan sosok Faisal. Lelaki itu duduk dengan santai, membaca buku tanpa peduli dengan apa yang akan terj