Share

3. Sadar diri

"Lo tau alasan gue nolak Kana?" Tanya Edo pada ketiga temannya.

Edo terus saja meracau dengan bangga tentang dirinya yang sudah menoleh Kana. Ketiga temannya yang kebetulan sedang mengerjakan tugas kelompok di rumah Edo pun mau tak mau mendengarkannya. Namun ketiga temannya sama sekali tak merespon. Mereka nampak menunggu Edo melanjutkan kalimatnya. Edo tersenyum miring lalu mendengus pelan.

"Sebenarnya menurut gue, dia cuma cewek biasa yang selalu sial. Wajahnya biasa aja." Lanjut Edo.

Salah satu temannya yang bernama Kevin menatap Edo dengan jengah. "Terus?"

Edo tersenyum miring. "Gue cuma mau dia merasakan sakit hati."

Temannya yang sedari tadi sibuk mengerjakan tugas pun mulai terganggu dengan ocehan Edo. Ia segera bangkit dan menghampiri Edo dengan sebuah buku di tangannya. Temannya itu segera meraih tangan Edo dan meletakan buku itu di telapak tangannya.

"Gue mau pulang." Ujar temannya tersebut.

Edo yang merasa tugasnya belum selesai pun tersenyum dengan panik. "Loh Lang? Kok udah mau pulang aja? Ortu gue bentar lagi pulang dari London loh."

Temannya yang bernama Gilang itu hanya diam, ia sibuk merapihkan peralatan sekolahnya yang berserakan di rumah Edo. Gilang sama sekali tak merespon ucapan Edo. Saat hendak pergi, temannya yang bernama Faiz menahannya. Ia menghalangi pintu agar Gilang tak bisa keluar.

"Lo kok tumben buru-buru gini?" Tanya Faiz.

Gilang mendengus pelan. "Gue mau jemput Mirna. Dia ada ekstrakulikuler hari ini."

Edo berjalan ke arah Gilang sambil menaik turunkan kedua alisnya. "Makin lengket aja yang udah pacaran satu tahun. Mau tau resepnya dong."

Gilang mengedikan bahunya, ia segera mengenakan tas ransel di punggungnya. Setelah itu ia menggeser tubuh Faiz yang menghalangi pintu masuk.

Setelah Gilang pergi dari sana, suasana menjadi begitu heboh. Mereka membicarakan sikap Gilang yang akhir-akhir ini menjadi lebih sibuk dengan kekasihnya. Bahkan mereka sudah tidak bisa berkumpul seperti sebelum Gilang dan Mirna berpacaran. Gilang selalu saja beralasan pergi dengan Mirna.

"Lo tau alasan Gilang sama Mirna backstreet?" Tanya Kevin.

Edo menggelengkan kepalanya. Begitu juga dengan Faiz yang baru saja duduk di tempat yang kosong.

Kevin mendekat pada kedua temannya dan berbisik. "Dia ga mau Mirna di serbu sama fans nya."

"Cupu banget." Ujar Edo. "Harusnya dia sudah tau resiko nya kayak gitu."

Faiz menganggukan kepalanya, ia setuju dengan ucapan Edo. "Harusnya sebelum terima Gilang, si Mirna harus siap secara fisik dan mental."

"Secara dia pacaran sama idol sekolah." Tambah Faiz.

Edo menoyor kepala Faiz. "Bahasa lo lebay banget."

Faiz mendelik tak terima mendapat toyoran di kepalanya. Ia menatap Kevin seolah meminta pertolongan. Sedangkan Kevin hanya mengedikan bahunya, ia memilih sibuk dengan buku yang ada di hadapannya.

~~~

Hari sudah mulai menggelap, tapi Kana masih terjebak di sekolah. Sebenarnya ia sudah pulang saat semua siswa sudah pulang. Tapi ia harus kembali ke sekolah karena buku pelajarannya tertinggal di bawah meja. Berkat kecerobohannya itu, ia harus mengeluarkan uang 2x lipat untuk naik ojek online ke sekolah. Memang tidak ada hari tanpa kesialan. Saat hendak pulang, Kana bertemu Mirna yang baru saja tiba. Mirna meminta Kana untuk menunggu nya sampai selesai mengikuti ekstrakulikuler karena ia merasa tak nyaman jika harus pulang sendirian. Kana anak yang baik, maka dari itu Kana bisa terjebak di sekolah sampai matahari sudah hampir sepenuhnya tenggelam. Kana duduk di kursi panjang yang ada di pinggir lapangan. Ia terus mengamati Mirna yang berada di tengah lapangan. Ia sedang membuat tandu dengan di bantu oleh kedua temannya.

"Gue iri sama Mirna." Gumam Kana.

Kana menghela nafasnya pelan. Ia menundukan kepalanya dengan lemah. Lalu kepalanya kembali terangkat saat sebuah lengan memegang bahunya. Kana mendapati seorang laki-laki yang terasa tak asing di matanya. Lalu laki-laki itu tersenyum tipis ke arahnya.

"Lo liat Mirna?" Tanya laki-laki tersebut.

Kana mengangguk pelan dengan mata yang masih terus mengamati laki-laki tersebut. Ia berusaha mencari siapa laki-laki itu di dalam lemari ingatannya. Lalu setelah cukup lama berpikir, akhirnya Kana dapat mengingatnya. Kana sangat terkejut, lalu mengacungkan jari telunjuknya ke arah laki-laki itu. Hal itu membuat laki-laki di hadapannya menatap dengan bingung.

"Lo... martabak keju!" Ujar Kana dengan wajah terkejut.

Laki-laki itu tersenyum samar. "Gue kira lo lupa sama gue. Tadi lo langsung pulang sih."

"Gue juga ga yakin kalau lo dengar apa yang gue ucapin saat ngasih martabak itu." Lanjut laki-laki itu.

Laki-laki itu pun duduk di samping Kana. Lalu ia terdengar menghela nafasnya pelan. Kana pun menolehkan kepalanya. Bersamaan dengan itu, laki-laki di sampingnya itu juga menoleh ke arahnya membuat pandangan mereka bertemu. Kana seketika tak bisa mengalihkan tatapannya dari kedua mata yang begitu memikatnya.

"Nama gue Gilang." Ujar laki-laki itu.

Laki-laki bernama Gilang itu terkekeh pelan. "Lo bahkan ga tanya nama gue karena terlalu sibuk sama martabaknya."

"Apa martabak itu lebih menarik dari gue?" Tanya Gilang sambil tersenyum lebar hingga memperlihatkan deretan gigi putihnya.

Kana tak menjawab, ia masih terus diam menatap sepasang mata yang juga menatapnya. Gilang juga nampaknya masih enggan mengalihkan tatapannya dari Kana.

"Loh? Kakak kok disini?"

Gilang sontak mengalihkan tatapannya saat mendengar suara Mirna. Gilang berdeham pelan berusaha menstabilkan dirinya.

"Gue mau jemput lo. Ayo pulang sekarang." Ujar Gilang sambil tersenyum.

Mirna membalas senyuman itu dengan senyum yang begitu manis, kemudian Mirna mengangguk pelan. Kana memperhatikan kedua nya dengan bingung. Seperti ada sesuatu di antara kedua orang tersebut. Tapi Kana enggan menanyakannya.

"Mir, gue tunggu di luar gerbang ya." Ujar Gilang.

Setelah mengatakan itu, Gilang bergegas pergi ke arah gerbang. Kemudian Mirna berlari mengambil tas nya yang masih berada di tengah lapangannya. Mirna menghampiri Kana, lalu menggenggam kedua tangan Kana.

"Maaf ya, Na. Gue pulang sama Kak Gilang hari ini." Ujar Mirna.

Kana menganggukan kepalanya. "Kak Gilang itu--"

"Dia pacar gue. Tapi lo jangan bilang siapa-siapa ya. Gue backstreet sama dia." Sela Mirna yang seolah bisa menebak isi pikiran Kana.

Setelah itu Mirna pun menghambur ke arah gerbang. Kana terus mengamati Mirna yang sudah tiba di luar gerbang. Ia juga melihat Gilang yang sudah berada di atas motornya. Lewat celah gerbang, Kana dapat melihat Gilang yang sedang menatapnya. Namun Kana segera mengalihkan tatapannya ke sembarang arah. Setelah itu Kana dapat mendengar deru motor yang mulai bergerak menjauh. Kana menundukan kepalanya, lalu ia memejamkan kedua matanya.

"Kana... Kana... apa yang lo harapkan sih?" Tanya Kana pada dirinya sendiri.

Kana menyambar paper bag yang berisi buku pelajarannya. Lalu ia mulai berjalan ke arah gerbang untuk pulang. Kana bersama langkah gontainya itu menyusuri jalan yang sudah di terangi dengan lampu di sisi jalan. Ia menengadahkan kepalanya, menatap langit yang sudah gelap. Kana tersenyum tipis namun terasa begitu hampa. Perlahan pandangannya memburam saat air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.

"Coba lo pikir, Na... Kak Gilang itu populer, hidupnya begitu beruntung." Gumam Kana pelan dengan suara yang bergetar.

Kana menarik nafasnya yang terasa sulit. "Bandingkan hidupnya dengan hidup lo yang selalu di penuhi kesialan. Dia ga mungkin mau pacaran sama orang kayak lo, Na."

"Kana... lo harus sadar... lo itu... tercipta buat hidup sendirian di bumi yang luas ini."

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status