Note : Karena banyaknya kontra di part ini, maka author memutuskan untuk merevisinya. Begitu juga dengan bab selanjutnya. Maaf jika membuat kalian menjadi tidak nyaman. Selamat membaca~
~~~
"Na, lo disuruh ke perpustakaan sama Bu Endang," ujar teman sekelasnya yang bernama Putri.
Kana tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. "Oke. Terima kasih, Put."Setelah mengucapkan itu, Kana segera bergegas menuju perpustakaan. Hari ini Mirna tak datang ke sekolah karena ayahnya sakit. Biasanya sahabatnya itu akan selalu mengikutinya jika harus keluar kelas di jam pelajaran. Katanya, dia bisa di jadikan sebagai penjaga jika ada yang menyakitinya.Kana tersenyum tipis mengingat sahabatnya tersebut. Ia berniat akan datang ke rumah Mirna pulang sekolah nanti. Ini bisa di bilang kunjungan pertamanya, selama bersahabat ia tak pernah datang ke rumah sahabatnya tersebut."Kok gelap," gumam Kana dengan bingung.Halo semuanya.Author Fit menerbitkan beberapa karya baru loh. Kalian lebih suka cerita romance atau thriller guys? Jujur aja, sebenarnya saya lebih handal menulis cerita horor/thriller. Setiap harinya saya merasa tidak pernah mengalami writer block. Tapi jika saya hanya mengikuti keinginan pribadi,cerita saya tidak akan laku di pasarannya. Hampir semua platform mengedepankan cerita romance.Oh iya, saya juga menulis di beberapa platform lainnya. mohon dukungannya untuk para pembaca ^^Sekian, untuk School Diary season 2 akan rilis bulan depan. Sedikit bocoran, judulnya akan berubah karena di season 2 lebih membahas tentang kehidupan setelah sekolah.Terima kasih atas perhatiannya ^^Terima kasih.Salam author Fit.
Kini 6 bulan berlalu usai pertemuan terakhirnya dengan Gilang, kini Kana sedikit demi sedikit sudah bisa melupakan cowo itu. Rasa yang dahulu menumpuk hingga setinggi gunung, kini mulai sirna. Buktinya, ia bisa duduk tenang walau nama Gilang terpampang di layar ponselnya. Cowo itu sudah berkali-kali menghubunginya, namun ia enggan untuk menjawab panggilan tersebut."Kana, ponselnya tolong dimatikan."Kana menatap ponselnya sebentar, lalu ia mengangguk. Ia langsung mematikan ponselnya tanpa memikirkan bagaimana perasaan Gilang saat ini. Dewi yang duduk di sebelah Kana hanya bisa tersenyum tipis. Ia sudah mengetahui cukup banyak terkait cowo bernama Gilang.Masa lalu Kana yang cukup menyakitkan."Nanti pulang sekolah kita belajar bareng, 'kan?" kata Dewi setengah berbisik.Kana menoleh ke arah Dewi, lalu ia mengangguk mantap. "Jelas.""Gapapa tuh teleponmu dimatiin? Gilang engga akan datang ke sini, 'kan?" tanya Dewi.Kana mengedikkan b
"Menggambar itu harus pakai perasaan, Do. Biar orang yang lihat gambar kamu, bisa tau gimana perasaanmu."Begitu kata bibi selama proses pembelajaran awal. Edo menggambar garis yang tak beraturan dengan perasaan yang masih abu-abu. Ia tersenyum lebar saat melihat hasil gambarnya. Ia menunjukkannya pada sang bibi. Wajah bibinya sangat terkejut melihat gambar yang ada di kertas tersebut."Kamu kelas berapa sih, Do?" tanya bibinya yang langsung merampas kertas itu dari tangan Edo.Edo menggaruk tengkuknya. "Sudah lulus SMA, Bi.""Terus kenapa gambar kamu kayak anak SD?" tanya bibinya dengan kesal.Edo tersenyum tipis sambil mengangkat bahunya. Ia memang sama sekali tidak memiliki bakat dalam hal seni seperti itu. Bibinya memberikan kertas baru yang masih kosong pada keponakannya itu. Edo menyambar kertas itu dengan semangat yang membara. Ia tidak boleh gagal lagi. Kegagalannya itu pasti karena perasaannya belum tertuang k
Melihat Kana yang memejamkan matanya membuat Ferdi tak bisa menahan tawa. Ia langsung menjauh dan mundur dua langkah. Setelah itu Kana membuka matanya. Ia menatap Ferdi dengan kesal. Ia bergegas pergi, namun dengan cepat Ferdi menahan tangannya."Mau ke mana cantik?" goda Ferdi.Kana mendecak sebal. "Diam lo!"Dalam satu tarikan, Kana sudah ada di samping Ferdi."Apa sih?" tanya Kana dengan marah.Ferdi menghela napasnya pelan. Ia menggenggam kedua lengan Kana dengan lembut."Sebenarnya ada yang mau gue omongin sama lo, Na. Udah ya jangan marah lagi," kata Ferdi.Kana menjawabnya hanya dengan anggukan pelan. Setelah itu Ferdi melepas sebelah tangannya. Ia mengambil sesuatu dari sakunya. Ia meletakkannya di telapak tangan Kana. Ternyata sebuah kalung perak dengan lambang hati. Kana menatap Ferdi dengan bingung."Ini apa?" tanya Kana.Ferdi tersenyum tipis. "Ini bakwan,
Hari ini Gilang sudah berangkat ke Yogyakarta. Ia akan mengurus pendaftaran kuliahnya di salah satu universitas yang cukup ternama. Alasan utamanya memilih Yogyakarta adalah untuk bisa lebih dekat dengan Kana. Walaupun teman-temannya sudah bersikeras untuk memaksanya agar tetap ke Kanada, tapi cinta sudah membutakannya. Ia lebih memilih Kana."Hubungi papa kalau sudah selesai," kata papanya ketika sudah tiba di depan gerbang kampus.Gilang mendesis pelan. "Aku sudah besar pa, aku bisa pulang sendiri."Papanya mengangguk pelan. Apa yang dikatakan oleh putranya itu memang benar. Setelah kepergian papanya, Gilang segera memasuki universitas pilihannya tersebut. Deretan gedung yang besar langsung memanjakan kedua matanya. Ia menyusuri kawasan itu dan mencari tempat pembayaran. Setelah ditemukan, ia sangat terkejut saat melihat sosok Ren yang sudah lebih dahulu mengantri di loket pembayaran. Cewek itu menoleh, lalu terkejut saat melihat kehadiran Gi
Waktu berlalu begitu cepat, Kana sedang bersiap pergi menghadiri acara perpisahan di sekolahnya. Sebentar lagi ia akan berpisah dengan Ferdi. Sebenarnya ia tak ingin berpisah, tapi cowok itu harus segera pergi ke Kanada. Ia berhasil mendapat beasiswa yang diinginkannya selama ini. Kana tidak bisa lagi menghalangi langkah Ferdi. Ia melihat gerbang sekolah yang terbuka lebar. Suasana begitu meriah, terutama saat kumpulan balon terikat di dekat tiang bendera. Balon itu nantinya akan terbangkan setelah wisuda selesai.Kana berlari kecil saat melihat Dewi yang melambaikan tangan ke arahnya. Cewek itu mengenakan seragam putih abu-abu dilengkapi almamater. Sahabatnya itu bertugas untuk menjaga pintu masuk bersama anggota osis lainnya. Kana tersenyum lebar lalu merangkul bahu Dewi. Walau mereka saling mengenal kurang dari satu tahun, tapi kedekatan mereka tidak diragukan lagi."Kamu udah ketemu sama Kak Ferdi?" tanya Kana.Dewi menggelengkan kepalanya.