Syafira tersenyum menanggapi perkataan sahabatnya. Yusuf tidak menyia-nyiakannya, ia hanya membagi cinta saja dengan wanita lain. Dalam hal ini, ia juga tidak ingin egois. Biarkan saja Yusuf memutuskan semua sendiri, wanita itu tidak ingin menghalangi keinginan lelakinya itu.
"Jika memang suaminya mampu berbuat adil, dan paham ilmu berpoligami, aku tidak masalah!" ucap Shafira."No! Aku, sih, ogah! Lebih tentram tanpa madu.""Tidak ada satu pun wanita pun di dunia ini yang ingin di madu, Rin. Tentunya semua wanita ingin menjadi satu-satunya ratu yang ada di hati suaminya. Tak ada madu yang manis. Jika pun ada, itu karena suami mampu membimbing keduanya dengan baik," balas Shafira seraya mengaduk-ngaduk jus miliknya.Shafira masih ingat, saat Yusuf berjanji akan menjadikan satu-satunya ratu dalam rumah tangganya. Namun, kehadiran wanita masa lalu, membuat Yusuf khilaf dan melupakan semua janji manisnya itu.Shafira mengembuskan napas perlahan. Begitu berat semua itu untuknya. Semenjak kehadiran Almira dalam rumah tangganya, hati wanita itu jauh dari kata tenang dan damai.Tak dipungkiri, ia tak lagi bisa sebebas dulu. Biasanya saat memasak, Yusuf akan memeluknya dari belakang. Tiada hari tanpa bermesraan, jika mereka sedang bersama. Namun, kini semua hilang dan terasa kaku. Tak ada lagi kata-kata mesra yang terucap seperti dulu."Sha! Kamu melamun?""Ti-tidak! Hanya saja sedikit lelah.""Biar aku antar pulang, ya! Sekalian sudah lama juga tidak main di rumahmu.""Ja-jangan!""Kenapa? Apa aku mengganggumu?""Bukan begitu, Rin. Sebaiknya kita selesaikan pekerjaan kita di sini saja."Shafira mengeluarkan laptop, ia mencoba menyelesaikan pekerjaannya sekalipun hatinya tengah kalut.Awalnya dia mengira, bertemu sahabat lamanya akan membuatnya lupa dengan semua masalah yang ada, tetapi justru semakin mengingatkannya pada semua janji-janji manis Yusuf yang pernah terucap dulu."Apakah boleh ikut bergabung di sini?" Tiba-tiba seorang lelaki duduk di tengah-tengah antara Shafira dan Rini.Rini mengangguk. Wanita itu memandang takjub pada lelaki yang duduk di sampingnya. Berbeda dengan Shafira, wanita itu memalingkan wajahnya ke arah luar jendela."Perkenalkan saya Aldo," ucap lelaki itu pada Shafira. Namun, Shafira tidak menggubrisnya. Mengetahui hal itu, Rini langsung menarik tangan lelaki itu dan langsung mengajak berkenalan dengannya."Aku Rini," ucapnya sembari tersenyum.Lelaki itu terus memandangi wajah Shafira. Rasa penasaran membuncah hebat dalam diri. Biasanya para wanita akan langsung terhipnotis bila melihat ketampanannya. Namun, berbeda dengan wanita di depannya yang seperti tak tertarik sama sekali dengan kehadirannya."Maaf, jangan memandang wanita yang bukan mahram seperti itu. Tidak baik!" ucap Shafira."Kalau begitu, ayo kita ke KUA biar aku dan kamu menjadi mahram."Rini terkekeh. Baru kali ini ada lelaki yang berani berkata seperti itu pada Shafira, selain Yusuf."Maaf, saya sudah bersuami! Jadi, jaga becandaan Anda. Saya tidak sama dengan wanita-wanita di luar sana yang dengan mudah bisa Anda godai.""Kalau begitu izinkan saya untuk sekadar mengagumi."Shafira langsung memasukkan laptopnya ke dalam tas, lalu berniat untuk pergi dari kafe itu. Namun, dengan gesit Aldo menarik pergelangan tangannya, dan memintanya untuk duduk kembali.Shafira melirik pada pergelangan tangannya, lalu menghempaskan tangan lelaki itu dengan kasar. Saat ia akan mengancam lelaki itu, tiba-tiba suara bariton seseorang memanggilnya."Aku tidak menyangka, kamu akan bertemu dengan lelaki lain di sini. Kamu sudah menghancurkan kepercayaanku selama ini, Shafira!" ucap Yusuf murka.Rasanya seperti disambar petir, saat mendengar Yusuf menyebut namanya. Apalagi ini tidak sama dengan apa yang dilihat oleh lelaki itu."Ini tidak seperti apa yang Abi pikirkan."Sayangnya, Yusuf sudah telanjur marah. Lelaki itu langsung ke luar dari kafe. Tanpa menunggu waktu lagi, ia langsung mengejar Yusuf ke parkiran."Abi ...." Shafira pasrah, saat mobil Yusuf sudah melaju jauh darinya.****Shafira pulang ke rumah dengan hati yang tak tenang. Entah bagaimana cara membuat lelaki itu agar mau mendengarkannya.Yusuf tengah duduk di ruang tamu bersama Almira. Lelaki itu melirik sekilas pada Shafira, lalu fokus mengobrol kembali dengan Almira."Mas!" panggil Shafira.Yusuf tak menanggapi panggilan Shafira. Lelaki itu tampak asyik mengobrol dengan istri keduanya.Tak ingin mengganggu suasana keduanya, Shafira memilih masuk ke kamar. Dia sangat mengenal Yusuf. Lelaki itu akan keras kepala, jika masih dalam keadaan marah.Shafira menjatuhkan tubuhnya di kasur. Gegara lelaki asing itu, kini ia memiliki masalah dengan suaminya.Malam harinya, Shafira berniat mengambil minum ke dapur. Tepat pada saat itu, Yusuf baru saja ke luar dari kamarnya. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Shafira langsung menghampiri Yusuf."Mas! Tadi itu ....""Aku sudah melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Cukup tahu saja, siapa kamu sebenarnya, Shafira. Aku capek, jangan menggangguku!"Yusuf kembali masuk ke kamarnya. Sementara Shafira terduduk lemas di lantai. Ia sama sekali tidak mengenal lelaki itu! Mengapa semua menjadi rumit seperti ini.Air mata mengalir deras membasahi pipi. Rasa sesak membuncah hebat dalam dada. Shafira tidak tahu lagi harus dengan cara apa untuk memberitahu Yusuf akan semua kebenarannya.Shafira menyadari satu hal, ternyata kebersamaan selama bertahun-tahun tidak menjamin kuatnya kepercayaan Yusuf padanya. Rasa cemburu sudah menguasai diri, menutup mata dan hati untuk sebuah kebenaran.Shafira kembali ke kamar. Wanita itu tak henti-hentinya menangis. Ia menyesali pertemuannya dengan sahabatnya di kafe, jika pada akhirnya akan menjadi seperti ini.Sebuah pesan masuk di layar ponselnya."Aku tidak tahu ada masalah apa antara kamu dan Mas Yusuf, tetapi aku turut senang. Karena dengan begitu, aku bisa mendapatkan perhatian Mas Yusuf sepenuhnya. Aku bahagia, tanpa harus turun tangan, masalah sudah menghampiri kalian terlebih dulu. Menangislah! Sampai air matamu kering tak bersisa."Shafira tak henti-hentinya beristigfar. Ternyata wanita seperti ini yang Yusuf bilang salihah. Apakah sudah tidak ada stok wanita yang benar-benar salihah luar dan dalam di dunia ini?Mungkin Yusuf lupa bagaimana perjuangan Shafira selama ini. Wanita itu yang menemaninya dari titik terendah, juga yang rela dimadu hanya agar dirinya memiliki keturunan. Bila saja lelaki itu mengingatnya, tak akan mungkin lelaki itu menyakitinya seperti sekarang ini.Shafira menulis pesan singkat pada Yusuf. Dia menjelaskan secara detail apa saja yang terjadi tadi siang di kafe. Namun, lagi-lagi ia kecewa, saat lelaki itu tidak membalasnya.Tiba-tiba satu pesan masuk dari Rini. Dengan sedikit malas, Shafira membukanya."Aku tahu perasaanmu saat ini, Sha. Pastinya kamu tak henti-hentinya menangis karena belum bisa menenangkan hati Yusuf. Aku tahu apa yang kamu butuhkan saat ini. Bentar, aku kirimkan padamu. Aku jamin, Yusuf akan berhenti salah paham padamu."Bersambung ....Dengan sedikit malas, Yusuf membuka pesan masuk dari Shafira. Lelaki itu merasa benar-benar kecewa dengan apa yang telah dilakukan istrinya di kafe tadi. Padahal, ia sudah memberikan kepercayaan penuh padanya. Entah mengapa dengan mudahnya wanita itu telah menyia-nyiakan kepercayaannya selama ini. Ia tak menyangka, Shafira akan bermain cinta di belakangnya bersama pria lain.Tak lama kemudian, masuk satu pesan lagi berupa voice note yang berisi suara seseorang yang dikenal. Ya, suara Shafira, Rina, dan lelaki di kafe itu terekam jelas di sana. Mendengar percakapan mereka, ekspresi wajah Yusuf seketika berubah, lelaki itu langsung mengusap gusar wajahnya. Ternyata ia telah salah paham pada Shafira. Wanita itu tidak seburuk dengan apa yang dituduhkannya tadi."Astagfirullah, aku sudah salah paham padanya. Cemburu telah membutakan mata dan hatiku. Aku harus segera meminta maaf padanya," batin Yusuf. Lelaki itu beranjak dari duduk. Rasa bersalah mulai menyelimuti hati dan pikirannya. Yus
Shafira baru saja selesai memasak. Ia merasa bersalah, karena tadi pagi tidak menyiapkan sarapan untuk suaminya. Ia lebih mengutamakan ego, sehingga mengabaikan tugas dan kewajibannya sebagai seorang istri. Pikiran dan hatinya jauh dari kata tenang, sedari tadi terus-menerus kepikiran akan perut sang suami. Sudahkah lelakinya itu mengisi perutnya dengan nasi? Bagaimana kalau ternyata dia malah memilih untuk tetap mengosongkan perutnya? Rasa khawatir mulai memenuhi pikirannya, karena selama ini suaminya itu selalu sarapan tepat waktu.Siang harinya, semua makanan kesukaan Yusuf sudah terhidang di meja. Wanita itu tersenyum, dan berjanji akan meminta maaf pada suaminya saat pulang nanti."Istri yang baik! Sayangnya, sebentar lagi Mas Yusuf akan menjadi milikku seutuhnya. Aku tidak ingin membaginya denganmu," ucap Almira dengan nada sinis. Shafira mengabaikan perkataan Almira, lalu melangkah menaiki tangga. Wanita itu berpura-pura tidak mendengar apa yang dikatakan sang madu. Baginya ta
Yusuf mondar-mandir di depan meja kerja. Beberapa hari ini, ia sibuk memikirkan perkataan Shafira. Bahkan, demi bisa menemukan teka-teki itu, Yusuf memilih untuk tidak tidur dengan kedua istrinya. Saat ini, tidur sendiri adalah jalan terbaik untuk menenangkan pikirannya dari segala permasalahan yang ada. Dalam benaknya dipenuhi tanya, apa yang sebenarnya sedang terjadi dalam rumah tangganya? Bukankah kehidupan mereka baik-baik saja? Kedua istrinya pun akur, tak pernah sedikit pun terdengar bertengkar.Bimo masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dulu. Lelaki itu menggeleng singkat, saat melihat sahabatnya bolak-balik tak tentu arah, seperti orang yang tengah kebingungan. "Apalagi yang sedang mengganggu pikiranmu, Bro? Seharusnya hidupmu bahagia. Harta melimpah, perusahaan milik sendiri, dan memiliki dua istri yang sangat aduhai."Sepertinya Yusuf baru menyadari kehadiran Bimo di sana. Lelaki itu tampak terkejut, dan mundur beberapa langkah dari tempatnya berdiri."Dari kapan kamu ada di
"Astagfirullah al'azim. Kamu mabuk, Al?" Shafira mendekat, lalu berniat untuk memapah madunya ke kamar. Namun, niat baik itu langsung ditolak mentah-mentah oleh Almira. "Menjauh dariku! Aku tak sudi disentuh wanita sepertimu!" Almira tersenyum kecut, lalu berlalu dari hadapan Shafira."Astagfirullah," lirih Shafira seraya mengusap dada. Shafira tak pernah menyangka, madunya yang selama ini tampak alim dan salihah itu ternyata kelakuannya seperti ini. Apalagi pakaian yang Almira pakai sangat ketat dan seksi, memperlihatkan semua bagian lekuk tubuhnya. Ia tak bisa membayangkan, bagaimana murkanya Yusuf bila mengetahui kelakuan istri keduanya yang seperti itu.Dengan berjalan sempoyongan, Almira menaiki tangga. Sesekali wanita itu memegang kepalanya yang terasa pening. Mulutnya meracau tak jelas, sesekali ia tertawa seperti orang yang setengah waras. Diam-diam Shafira mengikutinya dari belakang. Meskipun Almira sering kali membuatnya kesal dan sakit hati, tetapi ia tidak tega bila ha
Almira mencoba untuk merayu Yusuf. Akan tetapi, semakin Almira mendekati Yusuf, maka lelaki itu akan semakin menjauh darinya. Hal itu membuat Almira geram, sehingga tidak dapat lagi mengontrol emosinya."Iya, aku semalam minum alkohol, tetapi itu semua karena kamu, Mas. Akhir-akhir ini kamu sibuk dengan urusanmu sendiri. Jangankan untuk menyentuh, tidur seranjang berdua saja tidak kamu lakukan. Mas lupa, ya, memiliki istri? Atau jangan-jangan ...."Yusuf mengernyit. Tingkah wanita di depannya itu membuat dia semakin pening. "Jangan-jangan apa?""Jangan-jangan, Mas itu punya simpanan wanita lain, dan sedang merencanakan pernikahan dengannya, ya? Jika itu benar, aku tidak ikhlas, Mas. Aku tidak mau memiliki madu!""Kenapa tidak ikhlas? Toh kamu bisa berada di sini saja sebagai madu, bukan? Seharusnya kamu bisa menerimanya, seperti Shafira menerimamu di rumah ini. Setidaknya nanti kamu bisa merasakan, bagaimana posisi menjadi Shafira. Bukankah itu bagus?""apanya yang bagus? Maaf, aku ti
Dengan berjalan sedikit angkuh, Yusuf masuk ke ruangannya. Pagi ini ia terlihat lebih rapi. Senyum mengembang dari kedua sudut bibirnya, kala mengingat kemesraannya bersama Shafira semalam. Yusuf duduk di ujung meja, seraya menghadap ke luar jendela. Rasanya masih terasa, bagaimana Shafira memperlakukannya dengan lembut dan penuh cinta. Yusuf akui, semua kriteria wanita idamannya memang ada di diri Shafira. Bodohnya, ia malah menghadirkan wanita lain di dalam rumah tangganya yang justru menjadi racun untuk hubungannya dengan Shafira.Lelaki itu menggeleng, lalu tersenyum tipis. Ia seperti tengah merasakan jatuh cinta kembali pada Shafira. Tatapan dan senyum manis wanita itu mampu menghilangkan segala kegundahannya. Bersama Shafira, seakan-akan semua masalah sirna sudah. Hati yang kalut dan gelisah pun, seketika menjadi tenang.Yusuf tak mengerti, mengapa ia bisa memutuskan untuk menduakan wanita yang sangat dicintainya itu. Padahal selama ini, Shafira mampu memberikan apa yang ia but
Tak ada yang bisa Shafira lakukan, selain memendam semua gundah gulana dalam hati. Perkataan Ibu mertuanya bagai pisau yang menghujam langsung relung kalbunya. Luka karena irisan pisau tidak seberapa sakit dibandingkan luka yang tertancap di hatinya akibat ucapan sang ibu mertua.Wanita mana yang tidak ingin memiliki anak! Tentunya semua wanita mengharapkan kehadiran sang buah hati untuk pelengkap kebahagiaan dalam bahtera rumah tangganya. Begitu pun dengan Shafira yang sudah lama mendambakan kehadiran buah hati di dalam hidupnya.Berbagai cara sudah Shafira lakukan, dari mulai ikut promil, alternatif, dll. Semua yang dianjurkan dokter dan keluarga sudah ia coba. Namun, semua kembali pada Sang Kuasa. Jika Dia belum menghendaki, tak ada yang bisa Shafira lakukan selain berpasrah diri. Mungkin Allah belum memercayainya untuk cepat memiliki momongan. Shafira percaya, Allah yang tahu mana yang terbaik untuknya.Di dunia ini, tak yang akan kuat hidup satu atap bersama madunya. Apalagi deng
Wajah Shafira bersemu merah, kala Yusuf memujinya seperti itu. "Umi tidak melakukan perawatan apa pun, Bi. Kalaupun Umi mau melakukannya, pasti meminta izin terlebih dulu pada Abi."Yusuf berdeham. "Tak perlu meminta izin, Sayang. Jika memang itu positif dan baik untuk hubungan kita, lakukanlah!""Apakah Abi sedang meminta Umi untuk melakukan perawatan? Apakah karena kulit Umi tidak sekencang dulu atau karena wajah Umi tidak secantik dulu lagi?" tanya Shafira penuh selidik.Yusuf terkekeh. Lelaki itu langsung mendekap Shafira, lalu mengecup lama puncak kepala sang istri."Cantikmu natural tanpa harus pergi ke salon kecantikan, Sayang.""Bohong!" balas Shafira seraya membelakangi Yusuf.Yusuf mengacak rambutnya frustrasi. "Salah lagi! Kenapa pria selalu salah di mata setiap wanita?"Shafira beranjak dari ranjang, lalu masuk ke kamar mandi. Sejenak, ia berdiri mematung di depan cermin, memperhatikan setiap inci dari wajahnya.Wanita itu berdecak kesal, saat melihat sedikit lemak di bag