Share

Club Jerman

Aruna merebahkan tubuhnya dan menatap langit-langit kamar hotel. 

Ting...

Aruna meraih ponselnya yang tergeletak di sampingnya. Ada pesan dari Ibu Sambungnya.

"Aruna bisakah kamu memberikan Mama uang? Kebutuhan dapur habis dan scincare Mama." 

Aruna menghela napas. Sampai kapan Ibunya itu selalu mementingkan fashion dan fashion. Akan tetapi, bagaimanapun juga Ibu sambungnya telah merawatnya selama ini. Walaupun, kasih sayangnya ke Liza lebih besar daripada kepada dirinya. 

Aruna mengirimkan sisa tabungannya, sebesar Rp 2.000.000. Ia harus berhemat, kalaupun Jeso memberikan uang untuk bulanan. Namun, itu bukan haknya sepenuhnya. Uang yang Jeso berikan kepada Aruna ia gunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari dan menabungnya, itupun Aruna membuka rekening baru untuk menyimpan uangnya. Mana mungkin ia lupa jika ia hanya istri sementara. 

Merasa badannya perlu diguyur air, Aruna memutuskan mandi. Selesai membersihkan diri dan menata kamar yang sedikit berantakan, Aruna membaringkan dirinya ke kasur. Bukankah Jeso pulang terlambat, sesekali Aruna juga tidur di kasur. Pegal jika terus tidur di sofa. 

***

Jose meneguk gelas yang entah keberapa kalinya. Ratusan kali Frakus mencegahnya, tapi lelaki itu malah membentaknya. Inilah kebiasaan Jose jika lelah bekerja, alkohol adalah pelampiasannya. 

"Give me one beer again," ucap Jeso benar-benar mabuk. 

"Je, come on. Ini udah botol ke 15. Lo bisa ngga bangun besok," ucap Frakus memperingati. 

"Heii, gue ini kuat. Mana mungkin 15 botol buat gue teler. Lihat nih, masih bisa ngomong 'kan gue."

Frakus mengusap wajahnya kasar. Bagaimana sekarang, ia harus menyelesaikan laporan untuk besok. Namun sekarang ia malah menemani pria yang katanya dewasa ini mabuk. Kalau ia titipkan Jeso ke bodyguard, sudah bisa dipastikan Jeso tidak akan menurut. Bisa-bisa bangun-bangun ia sudah tidur di selangkangan wanita. 

Memang sih, itu sudah menjadi kebiasaan Jeso sebelum menikah. Ingat, sebelum menikah. Sekarang ia sudah menikah, bisa-bisa dicoret namanya dari pewaris Tanuwirang Company. Selain itu juga sudah dipastikan pejantan tangguhnya akan dipotong Bundanya untuk kedua kalinya. 

Terbesit ide untuk menghubungi Aruna, iya Aruna. Lelaki sialan itu pasti nurut jika dengan Aruna, sekalipun membantah Aruna pasti akan menghancurkan mental Jeso habis-habisan. Frakus merogoh sakunya dan menelpon Aruna. 

Cukup lama gadis itu menjawab dan saat sudah tersambung terdengar suara setengah sadar di sana. Sudah dipastikan Aruna tidur. 

"Nyonya maaf mengganggu waktu istirahatnya. Namun, Tuan Jeso sedang mabuk berat di club. Saya tidak bisa menemaninya sampai pulang karena ia menolak dan saya harus menyelesaikan laporan untuk besok. Jadi, saya memohon agar Nyonya ke sini dan membawa Tuan Jeso pulang. Saya mohon Nyonya, kasihani saya," tutur Frakus panjang lebar. 

Aruna yang tengah terduduk sembari mengumpulkan nyawa, menghembuskan napas jengah. Lelaki itu mabuk lagi. Melihat permohonan tulus Frakus, membuat Aruna tidak tega menolak. Sampai akhirnya ia mengiyakan. 

Aruna bergegas berganti baju dan menuju ke club yang telah dishare lock oleh Frakus. Tak butuh waktu lama ia masuk ke dalam mobil yang memang disediakan Jeso jika ia mau keluar. Sesampainya di club Aruna langsung menghampiri Jose yang kini tengah membelai sensual leher jenjang seorang wanita. 

"Syukur, kalau begitu saya permisi dulu Nyonya," pamit Frakus. Aruna mengangguk dan menatap Jeso datar. 

Ia memilih duduk di seberang lelaki itu. Tempat yang Jeso pilih adalah VIP, jadi hanya ada Jeso dan orang-orang tertentu yang boleh masuk. Jeso semakin gencar menumpahkan hasratnya kepada wanita di pangkuannya. Mencium bibir tebal itu dengan bringas dan meraba bagian-bagian sensitif wanita itu. 

Aruna diam mengamati tanpa ekspresi. Jeso pun belum menyadari kehadiran Aruna di depannya. Desahan laknat keluar dari mulut wanita itu, benar-benar membuat Aruna muak. Lagi-lagi ia harus menyaksikan suaminya bermanja dengan wanita lain. Ah, bukankah Aruna tidak peduli?

Jeso mengubah posisi duduk wanita itu mengangkang menghadapnya. Ia pun membuka resleting celana bahannya dan menampilkan junior besarnya yang sudah menegang. Tanpa ba-bi-bu wanita itu langsung mendorong masuk milik Jeso ke dalam miliknya. 

"Ahhh," lenguhan nikmat menyeruak ke dalam telinga Aruna. Ia harus menahan rasa jijiknya sekuat mungkin. 

Tak lama Jeso mendorong bokong sintal wanita itu dan memaju-mundurkan. Wanita itu semakin kenikmatan dan Jeso yang menarik ke bawah baju tanpa lengan bagian dadanya. Keluarlah sebuah gunung besar dan langsung saja Jeso menyesap nipple milik wanita itu. Aruna memalingkan wajahnya dan berusaha menormalkan degup jantungnya. 

Kedua manusia bejat di depannya terus mendesah memenuhi ruangan. Cukup, Aruna tidak tahan dengan ini semua. Ia berdiri dan langsung menarik tangan wanita yang terlingkar di leher Jeso. Hentakan Aruna yang cukup kuat membuat pelepasan penyatuan mereka. Wanita itu menatap Aruna tajam, ia hampir mendapatkan pelepasannya. Akan tetapi wanita itu malah mengganggunya. 

"Du bist! [Kamu!]" murka wanita itu sembari menunjuk Aruna dengan telunjuknya. 

"Geh. [Pergi]," ucap Aruna datar dan dingin. Sangat dingin.

"Wer bist du? Ich bin so nervös. [Siapa kamu, lancang sekali kamu menggangguku]."

Aruna menoleh dan menatap wanita di depannya remeh. "Deine Tasche ist viel niedriger als ein Kratzer. [Kastamu jauh lebih rendah daripada sampah]," ucap Aruna santai. 

"Duㅡ [Kaㅡ]"

"Ich bin die Frau dieses Mannes. [Saya istri dari lelaki ini]," potong Aruna.

"Das ist mir egal. [Cuih, saya tidak peduli]."

"Und es ist mir egal. [Dan saya juga tidak peduli]." Aruna memanggil bodyguard yang berjaga di luar. 

"Buang dia!" titah Aruna. Wanita itu berontak, tapi itu bukan urusan Aruna. Saat ini ia harus menamatkan riwayat suami kontraknya. 

Aruna berdecak menatap Jeso yang terlelap. Aruna langsung menutup matanya saat benda pusaka Jeso terpampang nyata di depannya. 

"Ya Tuhan, kenapa sih takdirnya suami kayak dia," keluh Aruna dan pelan-pelan memasukkan pusaka itu ke tempatnya. 

Baru satu sentuhan, Jeso langsung menarik ke pangkuannya. 

"Jangan menyentuhnya, kalau kamu mau selamat," desis Jeso serak. 

Aruna menelan salivanya gelagapan. Sial, kenapa ia merasakan sentuhannya. Padahal Aruna menyentuhnya lembut, sangat lembut. Jeso memicingkan matanya.

"Runa," beo Jeso. 

Aruna mencoba berdiri, tapi Jeso menahannya. Kemudian ia menyinggungkan senyum miringnya. 

"Kamu harus membuatnya tidur, honey."

Aruna terbeku. Kenapa ia diposisi seperti ini. 

"Tuhan, Aruna ngga mau berhubungan dengan lelaki yang ngga Aruna cintai. Selamat Aruna Tuhan," mohon Aruna dalam hati.

Tanpa ia sadari, posisinya saat ini sudah mengangkang di depan Jeso. Aruna menggigit bibirnya. 

"Bagaimana ini?" batin Aruna.

Jeso yang bersiap meluruhkan celana Aruna terhenti kala Aruna memegang lengannya. Jeso menaikkan satu alisnya.

"Di kontrak kita ngga ada sex," ucap Aruna gelagapan.

"Tapi kamu harus menuruti semua perintahku."

"Tㅡ"

Jeso menempelkan telunjuknya ke bibir Aruna. "Ssstt, berhenti berkelah, Runa sayang," potong Jeso. 

Aruna menghembuskan napas pasrah. Ia tidak bisa berkutik lagi. Melihat wajah Aruna yang tidak bersedia membuat Jeso terhenti dan mengurungkan niatnya. 

"Kita pulang," ucap Jeso. Aruna yang menunduk langsung mendongak dan mengerutkan keningnya.

"Semabuk-mabuknya gue, gue paling ngga suka berhubungan dengan orang yang ngga rela memberikan tubuhnya padaku." 

Aruna terdiam. Tunggu, lelaki itu benar-benar mabuk atau. Ah, entahlah Aruna tidak peduli. Terpenting ia bisa lepas dari lelaki itu ... untuk saat ini. 

Keduanya pergi dari club dan pulang menuju hotel. Sesampainya di hotel, Aruna langsung membaringkan tubuh ke sofa. Dan Jeso yang merebahkan tubuhnya ke kasur. Namun tiba-tiba ia merasa mual, Jeso langsung menuju kamar mandi dan mengeluarkan isi perutnya.

Aruna menatap tingkah Jeso heran. Mendengar suara aneh, membuat Aruna berjalan masuk ke kamar mandi. Jeso terus memuntahkan isi perutnya, pening di kepalanya juga tiba-tiba menyerang. Ini aneh, biasanya ia akan seperti ini saat pagi hari jika ia mabuk. Lalu, kenapa ini berbeda?

Aruna memijat tengkuk Jeso, membuat Jeso terkejut dan menoleh ke belakang. Aruna diam tak bicara, memilih memijat saja. Merasa sudah benar-benar memuntahkan semua isi perutnya, Jeso memegang erat wastafel. Aruna mengambil lengan kanan Jeso dan memapahnya ke kasur. 

Jeso terdiam saat Aruna merawatnya. Aruna menghubungi resepsionis untuk memberikannya air hangat dan obat-obatan, tak lupa bubur. Sembari menunggu, Aruna mengambil minyak kayu putih dan mengoleskannya ke perut Jeso. Lagi-lagi Jeso dibuat terkejut, tapi ia berusaha menyembunyikannya. 

Tak lama pesanan Aruna tiba, langsung saja Aruna menyuapi Jeso. Tak ada penolakan dari sang empu. Kebisuan dan keheningan menyelimuti keduanya, hanya suara dentingan sendok dan mangkuk yang tercipta. Wajah Aruna yang tetap saja datar membuat Jeso sedikit geram ingin membuat lengkungan permanen di sana. 

Setelah memberikan obat pereda pusing, Aruna membantu Jeso berbaring. Menarik selimut sampai ke perut Jeso dan merapikan bekas makanan. Jeso menatap Aruna yang kini berjalan menuju sofa. Terus saja Jeso menatap Aruna yang tertidur di sofa seberang, sampai ia juga ikut terlelap. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status