Beranda / Romansa / Sebatas Teman Tidur / Part 4. Aku Seperti Pelacur

Share

Part 4. Aku Seperti Pelacur

Penulis: Lentera Jingga
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-08 08:55:51

“Lea!!” terguran keras membuat lamunan Lea seketika buyar. Gadis itu tersentak dan melangkah mendekat secara perlahan. Bulir bening mengalir dari kedua pelupuk matanya. Segera ia hapus dengan cepat.

‘Ya Tuhan maafkan aku. Aku tahu ini salah, ini berdosa. Tapi, aku tak punya pilihan lain. Aku tidak mau kehilangan adikku.’

Lea meremas kedua telapak tangannya, memberanikan diri menatap ke arah sang atasan. “Pak, apakah tawaran yang tadi siang masih berlaku?” tanya Lea memejamkan matanya sejenak.

Adrian terperangah hampir tak percaya mendengarnya. Ia pikir Lea akan mempertahankan egonya. Nampaknya gadis itu memang sudah berada di ambang putus asa. “Kenapa? Kamu berubah pikiran?” tanyanya balik. Ia beranjak dari tempat duduknya menghampiri Lea.

Dengusan kasar terdengar dari mulut Lea, entah kenapa ia masih merasa kesal dengan penawaran atasannya tersebut. “Tapi, anda punya tunangan, Pak. Bagaimana kalau dia tahu, ternyata calon suaminya punya perempuan lain?” tegurnya kasar.

Adrian mengangkat sebelah bahunya tak acuh, matanya terus menatap wajah dan bibir Lea. “Dia tidak akan tahu, jika kamu tidak bicara. Jadilah simpananku, dan aku pasti akan membantumu. Berapapun uang yang kau pinta akan aku berikan.”

Lea tersenyum getir, membuang pandangannya ke arah dinding. “Ada begitu banyak wanita. Kenapa harus saya? Apakah Anda memang....” Ia tak dapat melanjutkan ucapannya melainkan hanya tersenyum miris, entah kenapa ia menduga jika Adrian memang seorang cassonava. Hingga mungkin dengan Belinda pun tidak akan cukup.

Lama tidak ada jawaban, Adrian asyik menelusuri tiap lekuk wajah Lea dengan matanya. Lea terlihat begitu cantik, hingga ia tidak bisa melawan keinginannya. “Karena aku hanya menginginkanmu, bukan wanita lain.”

Lea menghela napas kasar, kembali menoleh, membalas tatapan Adrian. Kepalanya mengangguk dan membuat senyum tipis terukir di bibir Adrian. Perlahan Adrian bergerak maju untuk menempelkan bibirnya pada Lea. Menciumnya lembut. Lagi, Lea menarik napas sebelum membalas ciuman mereka. Menyegel kesepakatan keduanya.

Tiba-tiba ia tersentak menyadari apa yang ia lakukan. Lea mendorong pelan tubuh Adrian.

“Ada apa?”

“Saya sudah menyetujui persyaratan dari Anda, Pak. Sekarang saya minta uangnya, karena saya membutuhkannya dengan segera.”

Adrian menarik tubuhnya menjauh. Mengambil kertas polos di atas meja dan juga bolpoin. “Kita buat kesepakatan lebih dulu supaya di antara kita tidak ada yang ingkar janji.”

“Saya tidak akan mungkin melakukan itu Pak,” sergah Lea kesal. “Ayolah, Pak. Saya benar-benar membutuhkan uangnya. Adik saya harus segera di operasi, saya tidak ingin dia kenapa-kenapa. Jika tidak ada uangnya, dokternya tidak akan segera menanganinya.”

“Di rumah sakit mana adikmu dirawat?”

“Rumah Sakit Internasional.”

“Bubuhkan tanda tanganmu di sini dan aku akan hubungi pihak rumah sakit agar adikmu segera di tangani. Siapa nama adikmu?”

“Leo Prasetyo.” Lea mengambil kertas yang diberikan Adrian. Keningnya mengerut mendapati kertas itu kosong, sementara Adrian terlihat tengah terlibat percakapan di balik telpon. Sampai Adrian selesai menelpon ia masih menatapnya.

“Mana tanda tanganmu?”

“Kenapa kosong?”

“Ya memang belum aku isi. Kamu cukup bubuhkan tanda tanganmu saja.”

Lea mengangkat wajahnya menatap Adrian penuh selidik. “Apa yang akan anda isi. Apakah isinya akan ...”

“Tenang saja isinya akan menguntungkan kedua belah pihak. Aku sudah menghubungi rumah sakit, adikmu akan segera di tangani beres kan? Bubuhkan tanda tanganmu di sana. Aku juga akan transfer ke rekeningmu. Soal kesepakatan kita. Akan kita lakukan nanti aku akan menghubungimu.”

Lea menghela napas kasar karena tak ada pilihan lain. Namun, mendengar adiknya segera ditangani ia merasa lega. Segera ia bubuhkan tanda tangannya di sana. “Kalau begitu saya permisi, Pak. Saya harus ke rumah sakit.”

“Pergilah.”

Sore itu Lea keluar dari gedung perkantoran dengan pikiran berkecamuk. Ada rasa takut menyergap, ia akan bermain api dengan Adrian. Lalu, bagaimana kalau sosok itu perlahan mulai membakar dirinya. Masuk ke dalam taksi ia masih seperti orang yang linglung. Hingga suara notifikasi di ponselnya menyadarkannya. Tak ada gunanya ia memikirkan masa depan. Biarlah semua berjalan sesuai garis takdirnya. Ia buka ponselnya matanya membeliak menatap nominal uang yang masuk ke dalam m.bankingnya di susul notifikasi pesan dari sang direktur.

[Aku tahu kau membutuhkan uang itu dengan segera untuk mengganti rugi kerusakan mobil yang dipakai adikmu, untuk itu aku transfer dengan segera. Tapi, ingat Lea aku tidak ingin kamu kabur. Aku percaya kamu tidak akan melakukan hal itu. Besok setelah pulang kerja datanglah ke Luxury Apartment lantai 41 no 7. Kita bertemu dan lakukan kesepakatan kita di sana]

***

“Nona kita sudah sampai.” Perkataan sopir taksi membuyarkan lamunannya Lea tentang masa lalunya. Ia tersentak memandang ke arah luar lewat jendela, ternyata sudah tiba di lobi rumah sakit.

Segera ia buka tas miliknya, mengambil uang untuk membayar argo. Setelah mengucapkan terima kasih, ia membuka pintu melangkah masuk ke dalam rumah sakit dengan harapan yang besar. Ia berharap akan adanya perubahan kondisi adiknya. Empat bulan pasca operasi itu berlangsung, Leo dinyatakan koma.

“Ayolah Leo. Kakak mohon bangun. Jangan biarkan apa yang kakak lakukan untukmu ini terlihat sia-sia.” Lea menatap tubuh pucat adiknya yang berbaring dengan getir. Kontrak perjanjiannya dengan Adrian hanya akan berlangsung enam bulan. Sementara empat bulan sudah berlalu, artinya tinggal dua bulan lagi. Sekarang situasinya masih aman. Namun, setelah perjanjian itu berakhir apakah ia masih sanggup bekerja dalam satu perusahaan dengan lelaki itu. Lea tak yakin. Ia pasti akan merasa hina setelahnya. Apalagi saat melihat Adrian bersama perempuan lain. Meski ia tahu, ini bukan bagian haknya.

Empat bulan bukan cuma waktu yang sebentar bukan. Itu cukup bagi dirinya mengenal sosok Adrian. Lelaki itu meski terlihat dingin saat di kantor, namun saat bersamanya terlihat manis dan lembut. Ia bagai melihat dua kepribadian dalam diri Adrian. Lea hanya merasa takut jika lama-lama ia akan jatuh hati pada lelaki itu.

Ia genggam jari Leo lalu ia letakkan di pipinya, perlahan hingga tiba-tiba ia merasakan jemari Leo bergerak. Terkejut sangking bahagianya, ia langsung menekan tombol samping, tak lama dokter dan perawat masuk. Ia langsung mengatakan perubahan Leo, sigap dokter memeriksa. Lagi, ia tersenyum lega mendengar ada kemajuan.

“Kakak akan datang lagi kesini besok, Leo. Sekarang kakak harus segera pergi. Kakak juga harus segera pulang.”

Lea meninggalkan rumah sakit, setelah sebelumnya hanya memandang malas ke arah dokter spesialis kandungan. Rasanya memang malas melangkahkan kakinya di sana. Jadi, ia akan memilih opsi untuk membeli pil kontrasepsi di apotik saja.

Taksi yang di tumpangi Lea, membawanya ke suatu pusat perbelanjaan terbesar di kota. Sesuai dengan perintah Adrian, ia hari ini bebas berbelanja. Rasanya ia juga butuh membeli kebutuhan keluarga, dan memanjakan diri. Masuk ke supermarket, ia mengambil apa saja yang ia butuhkan. Setelahnya, ia berlalu ke toko pakaian.

‘Ah, dalam sekejap aku merasa seperti pelacur.’ gumam Lea memandang lingerie merah menyala yang tersemat di manekin. ‘Tapi, bukankah memang kenyataannya begitu. Aku melayani hasrat Adrian, hanya demi mendapatkan uang bukan?”

Memanggil pelayan toko, ia meminta lingerie itu di bungkus. Setelah dibayar, ia berlalu ke toko buku. Ada satu novel terbaru yang ingin ia beli.

“Lea...”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sebatas Teman Tidur    85. Tamat

    Melihat keberadaan Adrian di sana. Darwin langsung memutar tubuhnya dan meninggalkan ruangan rawat istrinya tanpa suara. Hal itu membuat Adrian tersenyum masam. Semua tidak luput dari perhatian penghuni ruangan tersebut. Dulu mereka sedekat jantung dan hati. Tapi, sekarang terasa jauh untuk digapai. Lea pun paham mengingat beberapa bulan ia sempat menjadi perusahaan keluarga mereka. Ada rasa sedih yang tiba-tiba mendera, mengingat kehadirannya justru menjadi pemicu keretakan hubungan darah seorang anak pada ayah kandungnya. “Mama, kenapa kakek tidak jadi masuk?” Pertanyaan Naka memecah kesunyian yang sempat tercipta.“Emm.... Mungkin ada yang ketinggalan sayang.” Perempuan yang kini menggunakan dress berwarna biru langit itu berkilah, sambil mengusap rambut putranya yang masih menatapnya dengan bingung.Sementara itu, Darwin yang keluar dari ruangan istrinya langsung berlalu menuju taman rumah sakit. Terdiam, sibuk dengan pemikirannya yang entah apa di dalamnya. “Kakek..." suara an

  • Sebatas Teman Tidur    84

    “Ada apa, Ian?" Lea melepaskan pelukannya menyadari perubahan wajah suaminya yang tidak cukup baik. “Tidak apa-apa.” Adrian berkilau menyimpan kembali ponselnya lalu duduk di kursi.“Gak mungkin gak ada apa-apa, wajah kamu saja terlihat murung seperti itu.” Adrian menghela napas berat, mendongak menatap istrinya. Tapi, belum sempat ia bersuara, Lea sudah kembali bersuara sambil menyodorkan secangkir kopi. “Ini di minum dulu kopinya?”Adrian mengangkat sebelah alisnya menatap secangkir kopi yang terlihat asapnya masih mengepul itu. “Bukannya itu buat kamu sendiri?”“Enggak.” Lea menggeleng lalu duduk di kursi sebelah suaminya. “Aku sengaja buatin untuk kamu loh.”“Makasih.” Adrian menyesap pelan kopi buatan istrinya tersebut. “Kok bisa pas gini sih?” lanjutnya.“Iya pas lah. Kan sudah sesuai takarannya.”“Ck! Bukan begitu maksudnya. Tapi, kebetulan sekali aku baru sampai rumah kok kamu sudah buatin kopi.”“Oh itu...” Lea meringis salah tingkah. “Aku dapat telpon dari Kak Maya kalau ka

  • Sebatas Teman Tidur    83

    Lea menatap wajah polos putranya yang sudah terlelap. Semakin beranjak besar, wajah Naka benar-benar persis seperti Adrian. Ah Adrian... Mengingat suaminya, wajahnya langsung berubah murung. Sejak perdebatannya tadi pagi hingga malam ini Adrian sama sekali tidak memberinya kabar. Hal itu membuat ia benar-benar sedih. Beranjak duduk, ia mengambil ponselnya di atas nakas. Ia gulir layarnya, berharap menemukan suatu pesan ataupun panggilan dari sang suami. Tapi, sama sekali tidak ia temukan apapun di sana. Menghela napas panjang, ia pun akhirnya keluar dari kamar, menuju ruang tamu. Dan saat itu kebetulan ada Leo yang baru pulang bekerja. “Kemana, Kak. Sudah malam bukannya istirahat?” tanya Leo karena memang waktu sudah menunjukkan pukul saat dinihari.“Cuma mau ke ruang tamu kok.” “Ngapain?”“Nunggu kakak ipar kamu.”Kening Leo tampak mengerut heran. “Lho, Kak Adrian belum pulang?”“Iya. Mungkin lembur,” kilah Lea berusaha berpikir positif. Ia tidak ingin adiknya pun menaruh curiga

  • Sebatas Teman Tidur    82

    Lea merasa heran karena sejak tadi suaminya tidak kunjung kembali ke meja makan.“Siapa sih tamunya, Kak?” tanya Leo.“Kakak juga gak tahu,” jawab Lea mengedikkan bahunya dengan perasaan bingung. Matanya menatap ke arah pintu seolah menantikan kembalinya sang suami. “Iya. Papa lama ih. Padahal Papa kan belum makan.” Naka yang tengah menikmati sarapannya pun ikut menimpali, membuat Lea pun terdiam sejenak dan berpikir.“Ya sudah. Biar Mama susul Papa dulu ya.” Meninggalkan keduanya, Lea pun beranjak menyusul suaminya. Langkahnya terhenti begitu menginjakkan kakinya di ruang tamu, ia mendengar suara suaminya yang terdengar begitu lantang. Memberanikan diri mendekat, ia singkap gorden rumahnya, matanya melotot melihat papa mertuanyalah yang menjadi tamu. “Oke. Papa tahu apa yang kau inginkan. Kau ingin Papa merestui pernikahan kamu kan?" Darwin menjeda ucapannya sejenak. “Ayo kita tukar persyaratan. Papa restui pernikahan kalian, tapi kamu harus bebaskan Delon.”Deg!Bukan hanya Adrian

  • Sebatas Teman Tidur    81

    “Ian...” Adrian menoleh dan terkejut melihat istrinya sejak tadi berada di dekat jendela, artinya Lea mendengar semua pembicaraannya. “Sayang, kenapa kamu di sini?" tanya Adrian sedikit gugup.“Justru harusnya aku yang tanya sama kamu. Ini ada apa sebenarnya?” Raut wajah Lea terlihat begitu penasaran. “Kamu bilang ....”Tok! Tok! Tok! Brak! Brak! Brak!Ketukan pintu yang terdengar begitu kencang disertai gedoran. “Adrian buka pintunya. Kakak belum selesai bicara?” Lea memandang ke arah suaminya. “Ian...”Adrian justru menggelengkan kepalanya dan berlalu melenggang masuk begitu saja. Sementara gedoran pintu semakin terdengar lebih kencang. “Adrian tolong bebaskan suamiku. Kakak mohon Adrian.” Nada bicara Shana terdengar begitu memelas, membuat Lea yang mendengarnya pun tidak tega. Tangannya bergerak hendak membuka kunci pintu, tapi tiba-tiba...“Kamu ngapain sayang?” Adrian tiba-tiba bersuara menghampirinya, membuat ia pun menoleh. “Mau buka pintu?"Lea mengangguk. “Iya, Ian. Kasih

  • Sebatas Teman Tidur    80

    Shana benar-benar frustasi dan bingung lantaran sudah beberapa pengacara yang ia sewa untuk membuat sang suami bebas. Tapi, tetap saja tidak berhasil lantaran di belakang Adrian ada pengacara Aditya yang tidak pernah terkalahkan dengan siapapun. “Lakukan semua cara untuk bisa membebaskan aku dari sini sayang,” pinta Delon saat ia menjenguk ke lapas. Sudah dua hari suaminya berada di tahanan, terlihat kacau dan tak terawat.“Apa yang harus aku lakukan, Mas? Aku sudah menyewa beberapa pengacara tapi tidak ada satupun yang berhasil.” Delon meraup mukanya, menghela napas kasar. “Lakukan segala cara, Shana. Aku tidak betah berlama-lama di sini."“Apalagi, Mas. Aku bahkan sudah bilang Papa. Bilang juga pada keluargamu tapi sama sekali tidak berhasil.” Shana menghela napas kasar. “Selain kamu telah hampir membunuh Lea. Kamu juga membunuh orang suruhanmu itu kan, Mas.”“Ishh... Sial!!”Setelah sesi jenguk suaminya selesai. Shana pun berlalu ke salah satu cafe, ia ingin membuang pikirannya y

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status