Home / Romansa / Sebatas Teman Tidur / Part 5. Jangan Berani Dekat Dengan Pria Lain

Share

Part 5. Jangan Berani Dekat Dengan Pria Lain

last update Last Updated: 2025-01-10 16:17:39

“Lea...”

Lea mengurungkan niatnya masuk ke dalam toko buku saat mendengar namanya di panggil. Menoleh ke samping ia melihat seorang lelaki muda melangkah ke arahnya. “Evan.”

“Hai,...”

“Hai..”

“Mau beli buku ya,?” tanya Evan.

“Iya ni.” Lea menjawab seraya masuk ke dalam toko diikuti Evan. Terlihat ia mulai menyusuri satu rak buku demi rak lainnya.

“Kau cari buku apa?” tanya Evan yang saat itu tengah mengambil sebuah buku tuntutan bisnis.

“Aku cuma cari novel, ini sudah mendapatkannya.” Lea menunjukkan buku di tangannya dengan cover bergambar senja, matanya menatap ke arah buku dalam genggaman tangan Evan. “Kamu suka bacaan bisnis ya? Wah keren, padahal itu bacaan yang berat.”

Evan tersenyum tipis. “Iya, siapa tahu nanti berguna. Sekarang belajar dulu.”

“Iya siapa tahu nanti kamu pengen buka perusahaan sendiri,” kata Lea yang diamini Evan sebelum berlalu menuju meja kasir. Evan memang hanyalah anak magang di kantor Adrian. Ia sebenarnya tipikal anak yang tak banyak bicara, entah kenapa saat bersama Lea ia merasa nyaman di ajak bicara.

“Biar aku sekalian yang bayar,”

“Tidak perlu, Van. Aku bisa...”

“Ayolah. Saat itu kamu kan udah bayarin makan aku di kantin, sekarang apa salahnya aku juga traktir kamu kan.” Evan mengambil dompet mendorong kedua buku di atas meja kasir. “Sekalian mba. Totalnya berapa?”

Usai menyelesaikan transaksinya. Keduanya melangkah keluar dari toko. Evan mengajak Lea makan, sebelumnya Lea menolak dan ingin buru-buru pulang. Ia ingat di rumah ada Ayahnya yang menunggu, meski saat ini ada perawat khusus yang ia sewa tapi itu tak lantas membuat dirinya lepas. Namun, tiba-tiba perutnya berbunyi membuat Lea merasa malu, hingga pada akhirnya ia pun menerima ajakan Evan.

Dan di sinilah keduanya berada di sebuah restoran cepat saji memesan makanan. Siang itu restoran itu cukup penuh, apalagi ini hari weekend tentu banyak anak muda yang menghabiskan waktunya di luar rumah.

“Duh kursi penuh semua lagi.” Seorang perempuan cantik mengeluh, matanya mengedarkan pandangannya dan terhenti di meja Evan dan Lea. “Kami boleh gabung gak?” tanyanya tiba-tiba.

Lea yang hendak menikmati makanannya tersentak langsung mengangkat wajahnya, detik berikutnya ia terbelalak melihat Belinda dan Adrian sudah berdiri di hadapannya.

“Pak Adrian...” Evan menyapanya dengan hangat.

“Kursi lain penuh. Boleh kan kamu gabung, aku udah lapar banget ni. Gak apa-apa kan sayang?” rengek Belinda pada Adrian. Sementara lelaki itu hanya bergeming menatap ke Lea dengan tajam.

“Sayang, ayolah bicara. Gak apa-apa kan. Lagian mereka itu karyawan kamu kan.” Tepukan di pundak Belinda menyadarkan Adrian dari lamunannya.

“Ah iya, terserah kamu.” Adrian menjawab dengan datar, matanya kembali menatap ke arah Lea yang tengah menunduk, tak sadar tangannya mengepal.

“Boleh kan ya?”

“Tentu saja boleh Nona.” Bukan Lea yang menjawab melainkan Evan. Perempuan itu hanya mengulas senyum tipisnya. Hingga pesanan Adrian dan Belinda datang, perempuan itu dengan antusias tak sabar ingin makan. Sementara Lea mendadak kehilangan selera makannya, apalagi mendengar rengekan dan panggilan manja Belinda pada Adrian. Entah kenapa ia merasa tak nyaman, ada sesuatu yang mengusik hatinya. Ia merasa tak suka, namun ia juga sadar ia tak ada hak apapun. Semakin merasa tak nyaman kala tak sengaja tatapannya bertemu dengan manik mata milik Adrian.

“Kalian habis kencan ya?” tanya Belinda dengan senyum manisnya. Lea sedikit terperangah, perempuan di depannya sangat cantik, anggun, pintar tentunya berkelas bahkan tutur katanya ramah meski terlihat manja apalagi berkali-kali Belinda meminta disuapi makanan dalam piring Adrian. Apa yang salah dari Adrian, kenapa lelaki itu tidak setia padanya. Kenapa lelaki itu justru menjerat dirinya menjadi perempuan simpanan. Tentunya dibandingkan dirinya, ibarat langit dan bumi. Tiba-tiba Lea jadi berkecil hati, mengingat segala pergemulan terlarang, merebuk manisnya dosa, ia semakin merasa rendah diri.

“Oh enggak kok, Nona. Kebetulan kami tadi ketemu di toko buku.” Sedari tadi Evan yang menjawab, sementara Adrian dan Lea hanya sibuk dengan pemikirannya masing-masing.

“Oh...”

Lea tersenyum getir merasakan kepahitan hidupnya. Ia bahkan tidak tahu bagaimana nasibnya setelah hubungannya dengan Adrian berakhir. Tak sadar ia mendesah secara kasar membuat semua orang menoleh ke arahnya.

“Kenapa?” tanya Evan.

“Em... Gak apa-apa. Aku cuma ngerasa pengen buang air kecil. Aku ke kamar mandi dulu ya, Van.”

“Oh, oke.”

Lea bergegas beranjak dari tempatnya, buru-buru ke kamar mandi. Sampai di kamar mandi ia tidak masuk ke dalam wc, melainkan hanya berdiri di depan wastafel memandang wajahnya dari balik kaca. Ada banyak hal yang ia pikirkan tak hanya tentang hubungan gelapnya dengan Adrian, ada nasib Leo dan Ayahnya. Ia bersyukur keduanya sudah sama-sama mulai menunjukkan adanya perubahan.

Lelah berpikir, Lea membasahi tangannya dan membasuh wajahnya, mengeringkannya kemudian beranjak keluar dari kamar mandi. Saat ia tengah berjalan pelan menyusuri lorong kamar mandi, tiba-tiba tubuhnya tersentak saat tangannya di tarik paksa oleh seseorang. Ingin memberontak namun ia tidak bisa. Dirinya di bawa paksa menuju tangga darurat.

“Ian, ada apa?” Lea bertanya seraya mencoba memberontak, mencoba melepaskan tangan Adrian dari pergelangannya. Namun, usahanya sia-sia, kekuatannya jelas tak sebanding dengan lelaki itu.

Di tengah usahanya itu, ia kembali tersentak saat Adrian kembali menghimpit tubuhnya ke dinding, lalu tanpa aba-aba menciumnya dalam satu gerakan kasar. Kedua mata Lea terbelalak kaget, sekuat tenaga ia berusaha mengelak. Namun, alih-alih melepaskan Adrian justru memegang rahangnya menggerakkan bibirnya dengan gerakan kasar. Ia seperti merasakan gelora kemarahan dalam pangutan bibir lelaki itu.

”Please, Ian jangan seperti ini,” pinta Lea ketika Adrian telah melepaskan ciumannya, ia merasakan bibirnya berdarah. Betapa kuat dan kasarnya lelaki itu. “Ini ada apa?” lanjutnya.

Bukan jawaban yang ia dapatkan. Adrian kembali mengikis jaraknya, berniat mencium bibir Lea. Sigap Lea menahan tubuh lelaki itu dengan sekuat tenaga. “Ian, tolonglah jangan seperti ini. Ada apa? Sadar tidak ini di mana?”

“Aku tidak peduli, Lea. Aku ingin kamu.” Kedua matanya yang memerah itu masih terus menatap ke arah Lea.

“Tapi...”

“Kamu ingat perjanjiannya bukan. Jangan pernah dekat pria lain saat kamu masih menjadi milik aku.”

Seketika Lea tersadar jika Adrian merasa marah lantaran melihat ia bersama Evan. “Aku tadi tidak sengaja bertemu dengan Evan di toko buku dan emm....” Lea kesulitan melanjutkan ucapannya saat Adrian langsung membungkam bibirnya dengan ciumannya.

“Jangan sebut namanya,” bisiknya di sela-sela pangutan bibirnya. Satu tangannya bergerak mengunci tubuh Lea, sementara satu lainnya meraba tubuh Lea dari balik pakaiannya. Napas Lea tampak memburu, ia seperti tengah dibakar gairah oleh Adrian. Ia hampir saja meloloskan dress perempuan itu, jika saja Lea tak menahannya.

“Ian... Tolonglah jangan seperti ini. Kamu harus sadar ini di mana.” Lea berteriak frustasi. Tubuhnya terasa panas menggelora akibat sen tuhan Adrian. Namun, otaknya berpikir jika ini tempat yang salah.

“Ikut aku.” Lea kembali tersentak saat dengan cepat Adrian menarik tangannya turun ke lewat tangga menuju lantai basement. Keduanya berhenti tepat di sebuah mobil mewah. Mengambil kunci ia tekan tombol hingga otomatis pintu bagian belakang terbuka. “Masuk!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sebatas Teman Tidur    PART 37

    Sebaik dan semanis apapun caramu berpamitan, nyatanya tetap terasa menyakitkan, Tuan.**“Sakit sekali ya, Tuhan.” Lea menumpahkan tangisnya sesekali menepuk dadanya yang tiba-tiba terasa sangat sesak. Seolah-olah rasanya ia ingin berhenti bernapas. “Kenapa cinta sesakit ini.”Dia merasa hancur. Sehancur-hancurnya, Adrian benar-benar telah berhasil mengambil segalanya. Tapi, ia sadar semua bukan salah Adrian. Ini salah dirinya yang telah menjadi perempuan tidak tahu diri. Kembali melangkahkan kakinya, menikmati tiap tetes hujan yang membasahi tubuhnya. Wajahnya sudah terlihat pucat kedinginan, bahkan ia merasa tubuhnya pun sudah menggigil. Namun, ia tetap terus melangkahkan kakinya. Ia berharap hujan pun mampu menghapus lukanya. Brugghh!“Aduh!!” Lea meringis saat kakinya tersandung membuatnya terjatuh. Ia melihat ujung jempolnya yang terluka, terasa perih saat terguyur air, tapi lebih perih hatinya saat ini. Ia berusaha beranjak dari tempatnya. Namun, usahanya gagal ia kembali terj

  • Sebatas Teman Tidur    PART 36

    “Kau tidak perlu minta maaf, Ian. Sejak awal kita memang tidak hubungan kita hanyalah kompensasi, bukan untuk sesuatu yang serius. Kita terikat dalam sebuah perjanjian, yang kapanpun kau berhak untuk mengakhiri.“ Lea menoleh ke arah Adrian setelah berkali-kali berusaha mengendalikan diri. Berusaha tersenyum, meyakinkan diri bahwa ia harus baik-baik saja. Meski hatinya sakit, dan matanya pun memanas ingin menangis, sebisa mungkin akan ia tahan. “Jangan katakan maaf, karena kamu tidak bersalah. Keputusan kamu ini sudah benar, sejak awal hubungan kita terikat perjanjian yang saling menguntungkan.”“Kamu baik-baik saja kan?” Adrian beranjak dari tempat duduknya menghampiri Lea.Namun, Lea justru melangkah mundur seolah menghindarinya. “Tentu saja aku baik-baik saja. Kau berpikir apa?” Ia memalingkan wajahnya menahan gemuruh dada yang hampir meletup. Menyembunyikan senyum getirnya yang tertahan.“Kamu tidak pernah menganggap hubungan kita lebih dari itu kan?” tanya Adrian lagi. Lea kembal

  • Sebatas Teman Tidur    PART 35B

    Adrian sontak menoleh sejenak. “Perasaan kamu saja kali. Aku biasa saja.”“Mungkin.” Lea menarik minuman di depannya. Entah kenapa hatinya tiba-tiba terasa gelisah. “Tapi aku senang sih akhirnya bisa ngerasain kaya orang-orang pacaran merayakan ulang tahun sama pasangan.”“Aku nyalain lilinnya ya. Nanti kamu tiup lilin deh.” Adrian menyalakan lilinnya. Kemudian keduanya bernyanyi bersama sebelum kemudian Adrian meminta ia untuk meniupnya.“Aku make wish dulu ya.”“Iya.”Lea pun memejamkan matanya berdoa di dalam hatinya. Sebelum kemudian membuka matanya, lalu meniup lilinnya. Mereka tertawa bersama. Lea memotong kue itu sebelum kemudian menyuapi Adrian. Pria itu terlihat pasrah melihat Lea melakukan apapun padanya. “Sorry, Ian. Kena pipi kamu.” Lea menunjuk ke arah pipi Adrian yang terkena noda coklat.“Mana.” Adrian berusaha membersihkannya tapi yang ada nodanya justru belepotan. “Bukan di situ, jadi kemana-mana kan!” Lea berdecak mengambil tisu di atas meja menghampiri Adrian. Ia

  • Sebatas Teman Tidur    PART 35A

    “Aku ini tunanganmu, Adrian. Dan sebentar lagi kita akan menikah, wajar aku melakukan hal demikian.”“Selagi aku belum berstatus suamimu aku masih bebas. Dan kau tidak berhak menekanku. Aku bebas melakukan apapun. Menjalin hubungan dengan siapapun. Toh pernikahan kita hanya akan terjadi karena jalinan bisnis bukan?” Adrian masih menjawab dengan tenang. Wajah Belinda tampak geram tidak terima. “Jadi, kamu lebih memilih reputasi keluargamu hancur?”“Apa maksudmu?”Belinda menyeringai. “Kau tahu bagaimana aku bukan? Aku bisa melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang aku sukai. Jika foto ini tersebar ke seluruh media kau bayangkan apa yang terjadi kedepannya!”Adrian terkejut mendengarnya, memikirkan akibat yang akan terjadi bila skandal itu akhirnya harus terbongkar ke publik. “Aku bahkan bisa menghancurkan Lea sehancur-hancurnya!” Belinda kembali memberikan ultimatum mematikan.“Apa yang kau inginkan?”****Dua hari kemudian....Lea baru selesai membersihkan diri, karena ia baru tib

  • Sebatas Teman Tidur    PART 34

    “Ada apa, Bel?” tanya Ben.Belinda menoleh ke arahnya. “Kemana Adrian?”“Ada pekerjaan di luar kota. Tumben sekali kamu peduli dengan pekerjaannya.”“Yakin urusan pekerjaan?” tanyanya dengan nada sinis. Tangannya meremat kuat tas miliknya. Wajahnya memerah kala melihat notifikasi foto yang dikirimkan seseorang. Ben tertegun sejenak memandang ke arah Belinda dengan heran. “Ya iyalah. Kerjaan dia lagi banyak. Bukannya bentar lagi kalian mau menikah otomatis harus mengambil cuti yang cukup banyak.”Belinda menggelengkan kepalanya. “Ternyata kalian bersekongkol.” Detik berikutnya Ben terperangah mendengarnya. “Maksudnya?”“Di mana ruangan Lea?” Bukannya menjawab pertanyaan Ben. Belinda justru bertanya hal lain, pertanyaan yang cukup membuat Ben terkejut. “Untuk apa kamu bertanya soal Lea. Ada masalah apa sih?”“Gak usah pura-pura!” cibir Belinda mendekati Ben lalu berbisik pelan. “Aku hanya ingin memberi wejangan sedikit sama dia!” lanjutnya kakinya melangkah berbalik mencari keberadaa

  • Sebatas Teman Tidur    PART 33B

    “Gak asyik! Membosankan!” celetuk Adrian membuat Lea menoleh ke arahnya.“Asyik kok.”“Kamu kok gak ada takut-takutnya sih, Le. Kaya yang lain tuh menjerit-jerit teriak, minta dipeluk atau dicium gitu akan enak,” katanya frontal membuat Lea melongo.“Emang kenapa harus takut? Aku milih film ini kan karena berani.”“Ya kan ini film horor menakutkan, Le. Minimal kaya perempuan yang lain tuh menjerit, terus meluk pasangannya gitu.”Detik berikutnya terdengar decakan menyebalkan dari bibir Lea, lalu mencibir. “Film ini tidak apa-apanya dibandingkan jalan hidupku, Ian. Aku bahkan sempat mengalami hal yang menakutkan dari ini. Hidupku jauh lebih horor dibandingkan film ini.”Adrian melongo tak percaya, sementara Lea tergelak kecil. Kembali konsentrasi menonton, hingga pada adegan selanjutnya Lea melotot lalu memalingkan wajahnya. “Dih ngapain diselipun adegan begini,” protesnya saat melihat adegan lebih intim. Berbeda dengan reaksi Lea yang tampak kesal. Adrian justru tersenyum senang, tang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status