Home / Rumah Tangga / Sebelum Cinta Itu Hilang / Bab 29 - Tekanan Yang Menyesakkan

Share

Bab 29 - Tekanan Yang Menyesakkan

Author: Oldbee
last update Last Updated: 2025-07-24 14:57:26

Hujan kembali turun malam itu, lebih deras dari biasanya. Di luar jendela, cahaya-cahaya jalan memantul di genangan aspal, membentuk bayangan-bayangan yang tak beraturan. Nadine masih terjaga. Selimut hanya menutupi sebagian tubuhnya, dan punggung Lio yang mungil bergerak pelan setiap kali ia bernapas dalam tidurnya. Tapi pikiran Nadine justru makin ramai. Kalimat terakhir yang melintas sebelum ia memejamkan mata belum juga reda: “Mungkin pelarian terasa manis... sampai kau sadar arahmu entah ke mana.”

Esoknya, hari bergerak lambat. Nadine beraktivitas seperti biasa, memasak sarapan, membereskan mainan Lio, lalu duduk memeriksa kalender yang entah kenapa kini tampak begitu kosong. Seolah waktu tak lagi punya arah.

Sore hari, mendung kembali menggantung. Udara terasa lebih dingin dari biasanya, meski belum hujan. Nadine tengah melipat pakaian Lio saat mendengar ketukan di pintu. Tiga kali, pelan, lalu jeda. Ia menegakkan tubuh, jantungnya langsung melompat. Ada ketukan yang dikenalinya
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Sebelum Cinta Itu Hilang    Bab 48 - Pertengkaran Yang Tak terelakkan

    Langit sore itu murung, bergelayut mendung tanpa hujan. Di kontrakan kecilnya, Nadine baru saja selesai menyapu serpihan hatinya sendiri, yang semalaman berserakan di kamar tidur. Setelah menerima email anonim berisi bukti perselingkuhan Raka dan Tania, malam itu menjadi sunyi yang paling menggigit. Tangisnya telah kering, tapi sisa-sisanya masih melekat di wajah dan napasnya. Hari ini ia hanya ingin tenang. Namun ketenangan rupanya terlalu mahal untuk dimiliki.Suara ketukan keras membuyarkan pikirannya. Pintu digedor bertubi-tubi, nyaris seperti akan jebol.Degup jantung Nadine langsung melonjak. Ia tahu siapa itu bahkan sebelum membuka pintu.Raka.Wajah laki-laki itu tampak seperti badai yang sedang menahan diri untuk tidak meledak. Tapi begitu pintu terbuka, amarahnya pun tumpah tanpa aba-aba."Kau pikir aku nggak dengar orang-orang ngomong soal kau dan Adrian?!"Nadine tak bergeming. Ia berdiri tegak, memandangi Raka yang kini tampak jauh berbeda dari sosok yang dulu dicintainya

  • Sebelum Cinta Itu Hilang    Bab 47 - Malam Di Mobil

    Langit malam menurunkan udara dingin yang perlahan menempel di kulit. Parkiran gedung kantor tempat Nadine bekerja sudah hampir kosong, hanya menyisakan beberapa kendaraan yang berjajar diam dalam gelap. Lampu-lampu jalan menerangi sebagian area dengan cahaya kekuningan yang temaram.Adrian memarkir mobilnya tak jauh dari pintu masuk. Ia turun, menyandarkan tubuh sejenak pada pintu mobil, menarik napas panjang sebelum melangkah. Seperti biasa, ia datang menjemput Nadine, walaupun tahu benar bahwa kehadirannya hanya akan memicu lebih banyak gosip di antara rekan-rekan kantor Nadine. Tapi malam ini berbeda—ada sesuatu dalam dirinya yang tak sanggup membiarkan Nadine pulang sendirian.Ia melihatnya dari kejauhan, duduk di pinggir trotoar tepat di depan lobi. Bahunya berguncang pelan, wajah tertunduk, tangan memeluk lutut. Tanpa perlu mendengar suara, Adrian tahu: Nadine sedang menangis.Ia berjalan mendekat perlahan. Suara langkah sepatunya menggema di parkiran yang sepi. Saat sudah cuku

  • Sebelum Cinta Itu Hilang    Bab 46 - Luka Yang Kembali Terbukan

    Udara malam itu terasa lebih sunyi dari biasanya. Di rumah kontrakan kecil yang mulai akrab dengan kesepian, hanya bunyi detak jam dinding yang menemani. Nadine duduk di ruang kerja sempit yang selama beberapa minggu ini menjadi tempatnya menyusun kembali hidup, meski berkeping-keping. Di sudut meja, secangkir teh meluruhkan uap hangat, menenangkan tangannya yang gemetar saat membuka laptop.Hari itu terlalu panjang, terlalu penuh dengan bisik-bisik kantor, pandangan sinis, dan sorot mata Adrian yang tak lagi mudah dibaca. Tapi justru di tengah semua keramaian yang melelahkan, rasa sepi itu tetap menyelinap, mendesak masuk ke dalam dada. Ia butuh sesuatu untuk dikerjakan. Apapun yang bisa menyibukkan pikiran. Maka ia mulai membuka email, menandai dokumen, membaca tanggapan rekan kerja, mencatat revisi yang harus segera dikirim. Namun di antara ratusan email pekerjaan yang menumpuk, matanya terhenti pada satu subjek yang membuat napasnya tercekat."Untukmu yang dikhianati."Tak ada pen

  • Sebelum Cinta Itu Hilang    Bab 45 - Pesan Rahasia

    Langit malam tampak kelabu, awan gelap menggantung tanpa suara di atas atap apartemen Tania. Di dalam ruangan yang temaram, hanya diterangi lampu meja dan pantulan layar ponsel, Tania duduk bersandar di sofa. Ia menatap layar yang menyala, tetapi jarinya hanya melayang di atas papan ketik. Sudah puluhan menit ia memandangi ruang kosong tempat pesan itu akan ditulis.Jantungnya berdetak tak beraturan, bukan karena ragu, tapi karena kesal yang ditahan terlalu lama. Ia sudah cukup menjadi bayangan. Sudah terlalu lama hidup dalam diam, dalam pelukan-pelukan singkat yang hanya berani hidup di balik tirai kamar atau dalam sunyi hotel.Dengan satu tarikan napas, ia mulai mengetik."Kau tak bisa terus pura-pura menjadi suami setia."Tombol kirim ditekan dengan tegas. Suara kecil dari notifikasi terkirim terdengar seperti dentuman palu ke dinding hatinya. Ia berdiri, membuka jendela, menatap langit malam yang tertutup awan. Hening, sunyi, dan menggantung seperti hidupnya yang tertahan di ujung

  • Sebelum Cinta Itu Hilang    Bab 44 - Gosip Yang Semakin Menyebar

    Kantor pagi itu tampak sama seperti biasanya—lampu-lampu menyala terang, suara ketikan bersahutan, dan aroma kopi dari pantry menyebar samar ke sudut-sudut ruangan. Namun bagi Nadine, semuanya terasa berubah. Pandangan yang semula biasa saja kini menyimpan sesuatu. Sesuatu yang ia rasakan, meskipun tidak langsung terlihat.Ia berjalan ke meja kerjanya, mencoba tetap menegakkan bahu. Tapi langkah-langkahnya melambat ketika ia mendengar bisik-bisik samar dari balik bilik sebelah."... dijemput malam-malam, katanya...""... bukan suaminya, tapi Adrian... yang sahabatnya itu..."Nada suara itu pelan, nyaris seperti gumaman. Tapi cukup jelas untuk merobek ketenangan yang selama ini ia pertahankan. Nadine tidak menoleh. Ia hanya menarik napas dalam-dalam, membuka laptopnya, dan memaksa dirinya untuk menatap layar.Namun kebisingan kecil itu berubah menjadi sunyi mencolok saat ia memasuki ruang rapat. Seolah-olah seluruh ruangan membeku. Beberapa rekan kerjanya yang sedang bercanda tiba-tiba

  • Sebelum Cinta Itu Hilang    Bab 43 - Isyarat Yang Membingungkan

    Hujan belum berhenti ketika Adrian mematikan mesin mobilnya di depan kontrakan sederhana tempat Nadine tinggal sementara ini. Butiran air membasahi kaca, memantulkan cahaya lampu jalan yang kuning temaram. Suasana malam itu begitu senyap, seolah kota ikut menahan napas.Nadine duduk di sampingnya, diam sejak beberapa menit lalu. Sisa-sisa ketegangan dari makan malam bersama Raka dan Lio masih membekas di wajahnya, walau ia berusaha menutupinya dengan senyum tipis. Adrian melirik sekilas, memperhatikan profil wajah yang dikenalnya nyaris seumur hidup itu. Ada sesuatu yang berbeda malam ini. Bukan dari Nadine, melainkan dari dirinya sendiri."Terima kasih sudah antar," kata Nadine akhirnya, suaranya nyaris tenggelam oleh suara rintik hujan di atap mobil."Kamu tahu aku selalu bisa diandalkan untuk hal-hal seperti ini," balas Adrian pelan.Ia tersenyum, tapi Nadine tidak membalas. Ia hanya mengangguk pelan, lalu membuka pintu. Namun sebelum ia benar-benar keluar, Adrian menahan pergelang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status