Malam itu Jingga tak dapat tidur dengan nyenyak. Beberapa kali ia bermimpi buruk dan menangis tersedu-sedu entah untuk alasan apa. Bayangan tentang mimpinya serasa kabur dan tak dapat ia ingat dengan jelas.
Keesokan paginya ia bangun dengan kepala terasa berat. Kalau bukan karena ada tanggung jawab besar menanti di tempat kerjanya, ia sebenarnya ingin izin sakit saja. Sayangnya, job yang dipercayakan padanya sedang dikejar deadline.
Saat sarapan di ruang makan, Jingga hanya meminum susu coklatnya bersama sepotong roti selai. Ibunya yang paling tidak suka ada anggota keluarga yang tidak sarapan, segera menegurnya,
"Ayo, makan nasinya dulu, Ngga! Nggak boleh berangkat kalau nggak sarapan!"
"Duh, maaf, Bu. Sekali ini aja Jingga sarapan roti dan susu, ya. Harus sampai pagi-pagi, nih. Ada yang musti cepet-cepet diselesaikan," jawab Jingga sambil memasukkan kotak bekal makan siangnya yang memang selalu dip
"Jam 5 Bu, lembur dua jam. Ada apa memangnya?" Jingga bertanya heran saat Bu Setyowati tak biasanya menelepon pada jam istirahat siang seperti ini cuma untuk bertanya pulang jam berapa."Oh, berarti nggak lembur sampai malam lagi, ya?" Suara ibunya dari seberang malah balik bertanya."Nggak, Bu. Kemarin-kemarin lembur sampai jam 8 karena bahan masih numpuk. Kalau sekarang sudah tinggal finishing, jadi lemburnya sampe sore aja," jawab Jingga mencoba menjelaskan."Ya udah, kamu lanjutin makannya, dihabiskan ya! Minumnya juga banyakin, biar nggak kena sakit punggung ...,""Iyaaaaa ... Siapp Bos!" sahut Jingga menyela kalimat ibunya yang kalau dibiarkan bisa panjang kali lebar kali tinggi, tuh."Unch unch, yang anak mama ...," Nindy yang makan di samping Jingga berkomentar."Enak aja! Nggak tahu, nggak biasa-biasanya Ibu telfon cuma tanya jam pulang."&nbs
"Nah, ini putri sulung kami, yang kuceritakan biasanya, Hilman," ucap Pak Suhariadi memperkenalkan Jingga. Jingga tersipu sembari menyalami pria yang dari segi usia dan kemapanan tampak lebih tinggi dari ayahnya. Terlihat dari setelan batik seragam dengan istrinya yang kainnya terlihat berkelas dan pastinya mahal itu."Halo, Nak Jingga. Wah benar sekali kata Pak Suhariadi. Anak gadisnya ini memang cantik dan anggun. Iya, kan, Ma?" Pak Hilman berkata ramah sembari bersalaman lalu meminta pendapat istrinya yang duduk dengan santai di sebelah.Nyonya yang tampak masih cantik di usianya yang mungkin sekitar 55 tahun itu mengangguk tersenyum dan mengulurkan tangan kepada Jingga."Saya Ismi. Dan ini putra kami satu-satunya, namanya Bastian.Jingga yang sedari tadi menghindari bersitatap dengan si pemuda, mulai gemetar karena kali ini mau tidak mau dia harus saling tatap bahkan juga saling bersalaman memper
Saat akhirnya Ibaz sekeluarga pamit pulang, Jingga yang merasa harus segera menyampaikan pembicaraan di teras tadi kepada ayah ibunya dibuat shock dengan kalimat sang ibu yang mendahului,"Ngga, tadi Pak Hilman bilang mau datang melamar hari sabtu depan.""Whattt? Melamar apa, Bu?" tanpa sadar, Jingga berseru saking kagetnya."Ish, kok melamar apa. Ya melamar kamu untuk jadi istrinya Ibaz dong, pake tanya lagi." Bu Setyowati menjawab cepat."Bentar, deh. Bu, Pak. Ini kayaknya ada yang mesti dilurusin, deh. Jangan sampai rencana ini kalian lanjutin tanpa tahu satu hal penting ini."Jingga berkata dengan nada serius sambil duduk kembali di sofa ruang tamu. Pak Hariadi dan Bu Setyowati saling berpandangan heran, tetapi kemudian ikut duduk lagi di hadapan anak gadisnya itu."Ada apa, Ngga?" Ibunya bertanya penasaran."Ibu dan Bapak harus tahu. Tadi pas kami ngobrol di l
"Alhamdulillaaah ...," Jingga, Nindy dan juga Via berseru histeris bersamaan."Ya Allah, lega banget akhirnya usai sudah job selipan ngeselin ini, temen-temen," Jingga bersorak girang.Mereka bertiga tengah tenggelam dalam euforia setelah berhasil menjalankan job sesuai target. Suatu kebanggan tersendiri bagi karyawan, apalagi pastinya akan ada ekstra bonus dari atasan sebagai apresiasi kerja keras untuk perusahaan."Fiuuuhhh, dua minggu yang tak terkatakan banget, ya, gengs,""Iya, sumpah, bakalan jadi kenangan banget, loh, job ini,""Kayak dikejar hantu pokoknya dah kesannya, huuuft ...,""Eh, aku sampe tiap malem mimpi buruk, tahu, wkwkwk asli serem dah,"Obrolan seru di ruang cek bahan itu terhenti ketika tampak Bu Tutik berjalan menuju ke arah mereka. Beliau tampak membawa sebuah berkas.Sampai di meja mereka, Bu
Di sisi lain di kota Batu, Malang. "Jadi gitu? Hmm ..., oke, aku nurut apa kata kamu. Beneran bantuin aku tapi, ya!" Pria itu mengangguk-angguk mendengarkan suara lawan bicaranya di ponsel. Beberapa saat kemudian, ia meletakkan ponselnya setelah pembicaraan usai. "Susah juga, nih. Ah, makin penasaran saja aku." Ia menggumam pelan sembari mengacaukan rambutnya yang tebal dan berpotongan cepak itu. Dialah Angkasa Pratama. Pria berusia 28 tahun yang adalah wirausahawan muda sukses yang membuka usaha kuliner bakso. Sejak lulus kuliah di jurusan ilmu marketing di usianya yang 22 tahun hingga kini, ia telah berhasil membuka beberapa gerai bakso di kotanya. Bakso khas Malang yang ia beri nama Bakso Hitz itu sudah ada empat cabang di kota-kota sekitar Malang yaitu Mojokerto, Pasuruan dan Jombang. Bakso Hitz ini ia rintis awalnya berkat resep dari ibunda tercinta yang memang ahli dalam memasak. Bu Her
Tanpa sadar, Jingga memandangi pria di hadapannya dengan intens. Netranya memperhatikan dengan seksama segala gerik dari si pria tanpa sedikit pun berkedip. Bukan, bukan karena ia terpesona atau jatuh cinta pada pandangan pertama, karena yang terlihat pada sosok si pria tidak ada yang luar biasa. Dia jangkung, kurus, rambut tebal berpotongan cepak, hidung mancung tetapi sedikit melebar di bagian bawah dan bibir tebalnya menguatkan kesan bahwa dia seorang yang pendiam.Astaga, Jingga terus saja memperhatikannya. Ia seakan mencari-cari hal istimewa pada diri pria itu yang mampu membuatnya tak mampu mengalihkan pandangan. Ia juga penasaran oleh sepenggal rasa yang seolah menyelusup ke dalam sanubarinya semenjak saat mereka berdekatan."Nih, Ngga! Dasar tuh mereka, nunggu kusamperin dulu baru dibikinin pesenan kita. Sialan!" umpat Nindy yang tiba-tiba saja telah berada di sebelah Jingga lagi. Ia membawa sendiri nampan berisi pesanan mereka.
Nila memandangi perubahan air muka kakaknya. Ia sudah paham kini bahwa Jingga selalu baper setiap kali ada perkataan yang menyangkut jodoh atau pasangan terdengar di telinganya.Ia menjadi sangat menjaga sikap dan perkataannya sekarang. Kasihan kakaknya, ternyata ada rentetan kisah sedih dalam kehidupan asmaranya sehingga kini ia sangat sulit membuka hati untuk pria lain. Parahnya, hal ini justru ia ketahui dari perbincangan empat matanya dengan Nindy, teman sekerja Jingga.Kala itu, Nindy tengah ikut pulang ke rumah Jingga sepulang kerja untuk kemudian pergi bersama entah ke mana. Kemudian saat Jingga meninggalkannya untuk mandi, Nindy sengaja mengajak Nila berbicara empat mata dan menceritakan semua keluh kesah kakaknya. Nindy merasa Nila harus tahu yang sesungguhnya agar ia tak salah paham mengira Jingga sengaja mempermainkan para mantannya dengan cara memutuskan mereka setelah hubungan sedang menuju ke tingkat yang lebih tinggi. Bahwa ya
"Hahaha, jadi gandrung ama tu bakso beneran, kan?" Nindy terbahak senang mendengar penutursn Jingga mengenai ia dan Nila yang berencana ke Bakso Hitz lagi bersama keluarga. Via juga membenarkan bahwa Bakso Hitz memang sudah jadi langganannya sejak pertama kali mencobanya. "Gitu kalian nggak pernah cerita-cerita, deh, dari dulu," protes Jingga karena merasa ternyata cuma dirinya yang baru tahu mengenai viralnya Bakso Hitz. "Kamu sih, terlalu sibuk kerja dan kerja sampai lupa bahagia, wkwkwk. Nemu makanan enak itu salah satu bentuk kebahagaiaan juga, tahu." Via menambahkan dengan komentarnya mengenai Jingga yang biasanya memang terlihat tampak terlalu serius bekerja. "Line kita juga udah pernah bareng-bareng ke sana loh waktu itu, kamu aja yang nggak pernah ikut kita kegiatan luar." "Eh, masa'? Yaaah, iya deh, kapan-kapan kalau kalian mau bareng-bareng makan atau piknik aku bakal