-Sky Night Club – Beijing-
Meskipun lelah dari perjalanannya, Steven tetap semangat demi misi yang harus cepat dituntaskan. Tangannya membuka kaca spion untuk meyakinkan kalau wajahnya tidak terlihat letih, setelahnya mengambil parfume yang ada di laci sebelah kanan lalu menyemprotkannya. Sudah merasa percaya diri, dia pun ke luar mobil dan berjalan mengarah ke pintu masuk night club. Begitu sudah suara musik hip hop terdengar meramaikan suasana, kemudian dia pun duduk di tempat yang paling menarik perhatian serta persis di dekat bartender, “Vodka!” pinta Steven.
Bartender memberikan gelas kecil dan menuangkan minuman sesuai pesanan, “Selamat menikmati.” Tangan Steven pun langsung mengambil gelas itu, lalu Steven meneguk hingga tidak tersisa.
Sedangkan di kursi tinggi yang terletak di sudut, Paula sudah mengetahui keberadaan Steven, merasa dirinya memiliki kekuatan dan tidak takut masuk penjara. Paula pun melancarkan aksinya dengan memanggil Pelayan. Pelayan pun bergegas datang menghampiri. Paula berbisik, seketika Pelayan itu memundurkan langkahnya, “Aku tidak berani melakukannya!”
Melihat reaksi tersebut Paula memasang muka kasar. Akhirnya dia pun dengan penuh keberanian mendatangi Steven. kendati awalnya dia hendak menjebaknya dengan menyuruh pelayan memberikan serbuk perangsang agar mempermudah membekukannya.
Paula memang sudah sangat menyukai Steven dari awal pertemuannya dan bertekad untuk memilikinya seutuhnya, kalau perlu seluruh kehidupannya hanya untuk dirinya saja. Menurutnya Steven adalah lelaki sesuai impiannya karena bisa menandinginya secara sempurna.
Steven yang sudah mengetahui keberadaan Paula pun segera menyambutnya tanpa memperlihatkan rasa marah, tangan Steven lihai meraih jemari juga pinggang seksi Paula dengan mesra serta lembut. Kalaupun hatinya berkata, ‘Aku harus membuat dirimu masuk ke dalam penjara!’
Sedangkan Paula bukanlah wanita yang lugu seperti anak kemarin sore, dia pun punya strategi sendiri. Paula mengelus mesra dada Steven sambil berkata sangat manja, “Aku turut berkabung akan istrimu! Karena aku tidak tahu kalau yang tidur di dalam kamar 1225 itu adalah dia. Juga aku sangat cemburu ketika mengetahui kalau kamu menginap bersama perempuan lain!” ucapnya menutupi kesalahan dirinya.
Steven memberikan kecupan mesra, “Lupakan istriku, bagaimana kalau kita pergi kembali ke Karachi besok? Temani aku hingga project selesai!” ajaknya sambil memandang wajah Paula yang cantik.
Paula memang sudah jatuh cinta pada lelaki tampan yang ada di depannya ini, isi kepalanya sudah merancang rencana licik serta membaca isi pikiran Steven, tangannya pun mengelus pipi dan lehernya dengan halus sambil berdesis manja, “Malam ini aku harus mendampingi Papa meeting!”
Paula meninggalkannya Steven yang sebelumnya mengecup pipinya, sehingga bekas lipstick merah menempel sangat jelas serta membuat nafsu kelakiannya kembali menjadi.
Yep, inilah yang Paula inginkan!
Steven segera meraih tangan Paula dan mengajaknya keluar, lalu memaksanya untuk ikut ke dalam mobilnya. Tanpa menunggu waktu, dia pun melakukannya di dalam mobil berkali-kali hingga membuat lupa akan balas dendamnya. “Sayang, kita lanjutkan di apartemenku?” bisik paula.
Tiba-tiba ada ketukan dari jendela kaca mobil yang membuat Steven terperanjat. Dia pun dengan cepat meraih celana panjanganya, kemudian memakainya. Sekilas mata Steven melirik pada kaca jendela," Bapak?" tangannya dengan cepat membukanya, “Bapak?” lagi-lagi Steven terkejut.
Tepat di depan Steven adalah Bapak yang menyebutkan tempat dunia malam, “Bapak siapa?” tanya Steven sambil ke luar dari mobil, sedangkan tangan kirinya meraih kemeja lalu memakainya.
Bapak tua ini menatap ke arah Paula yang duduk tanpa buasana di dalam mobil sangat marah, tangannya mengepal serta napasnya tersengal. “Aku adalah penjaga kuburan tempat istrimu! Panggil aku An Toan!” ucapnya dengan nada tinggi.
Tangan kanan An Toan menjambak dada Steven dengan kasar, sedangan tangan kirinya masuk ke dalam saku kemeja atasnya dan mengeluarkan sepotong kayu berukuran panjang 3 inch dan lebar 1 inch bertuliskan huruf-huruf china kuno, “Ambil ini untuk membuatmu sedikit tidak gampangan!”
Steven bingung sambil memperhatikan tulisan yang ada di tengah-tengah kayu tersebut. Baru saja mulutnya hendak berbicara, An Toan sudah lenyap dari hadapannya.
“Sayang kamu kenapa?” tanya Paula yang sudah berbusana lengkap sedang duduk di jok mobil, dia terheran melihat Steven berbicara sendiri.
Steven melongo sambil segera memasukan potongan kayu tersebut ke dalam saku celananya. Tetapi dia merasakan ada sedikit perbedaan pada dirinya, juga agak sedikit tenang dan nafsunya yang memuncak sirna seketika.
Paula ke luar dari mobil lalu menatap wajah Steven cemas, “Kamu kenapa?” dan semakin bingung karena tangan Steven mendadak sangat dingin, “Sayang, apa perlu aku membawamu ke rumah sakit?”
Dengan cepat tangan Steven menarik Paula masuk ke dalam mobil, “Ikut aku, ada yang harus aku selesaikan denganmu!” ajaknya sambil melajukan mobilnya.
Paula sedikit ketakutan, dia pun mengambil handphonenya. Baru saja tangannya mendial beberapa digit nomor, Steven segera mengambilnya dengan paksa. “Tidak usah membawa-bawa nama keluarga besarmu! Persoalan ini hanya aku denganmu, kesalahannya adalah kenapa kamu membunuh istriku?” bentak Steven dan tak terduga karena dirinya tidak tahu kenapa ini bisa terjadi.
Kendatipun dirinya sadar kalau ini bukan berasal dari dirinya sendiri. Tapi kekuatan ini kembali bereaksi, dia pun mempercepat kecepatan mobilnya dengan sangat kencang hingga 180km/hr. BMW 6i ini sekarang layaknya mobil balap dan melesat seperti kilat di antara pengguna jalanan lain. Itu membuatnya beberapa mobil saling beradu karena rem secara mendadak, serta sebagian mobil ada yang masuk hingga menerobos penghalang jalanan.
Tiba-tiba jalanan menjadi sangat ramai tidak terkendali. Tetapi mobil Steven tidak terpengaruh akan semua itu, mobilnya melesat semakin cepat, sedangkan Paula yang duduk di sebelahnya sangat ketakutan. Dia pun bergeming sambil mengeratkan pegangannya.
“Steven, kamu mau ke mana? Kita sudah ke luar dari kota Beijing!” teriak Paula sambil memegang lengannya.
Diri Steven pun tidak mengerti akan hal ini, ingin rasanya dia berhenti dan menepi, namun tidak bisa. ‘Hah? Kita sudah ada di Pemakaman Lyn?’ gumam terkejut.
Sedangkan mobil melaju masuk ke dalam tengah-tengah kuburan, lalu berhenti persis tepat di depan kuburan Lyn. Sementara wajah Paula sudah seperti mayat hidup, pucat pasi. Kemudian Steven segera ke luar dari mobil, lalu membuka pintu di mana Paula duduk, cepat sekali tanganya menjambak rambut Paula dengan kasar, serta menariknya ke luar dari mobil.
“Steven, tolong…tolong jangan buat aku seperti ini! Aku sakit!” rintih Paula sambil memegang tangan Steven.
Tepat di depan nisan kuburan Lyn, tubuh Paula dilemparkan.
Brug!
“Please Steven, aku minta maaf pada semua yang telah aku lakukan!"
"A-aku hanya ingin kamu bersamaku! Dan tak bermaksud….”
Badan Steven tiba-tiba ambruk tidak bertenaga. Paula bangkit dari sungkurannya lalu menghampiri Steven, begitu tangan Paula hendak meraih lengannya, seketika kepala Steven mendongak, matanya merah melotot menatap wajah Paula yang tepat berada di depannya. Bersamaan dengan waktu badannya pun berdiri dengan sangat cepat, kini sudah tegak.
Seketika badan Paula dibanting ke arah kuburan hingga membuat kuburan bergetar akibat kerasnya benturan. “T-tolong….” Suara minta tolong ke luar dari mulut Paula sambil merintih. Badannya seperti habis nge-gym setelah libur karena PPKM, belum lagi rambutnya seperti hendak mau lepas dari kulit kepalanya. Belumlah reda dengan rasa sakit yang ada, kaki Steven menendang Paula hingga dua kilometer jauhnya.
Steven sendiri merasa sangat kasian pada Paula, dia ingin membalas dendam dengan cara menjebloskannya ke dalam penjara, bukan dengan cara menyiksanya. Akan tetapi dia tidak memiliki kekuatan untuk menghentikannya. Setelahnya Steven pun menghampiri tubuh Paula yang sudah tidak berdaya, lalu menendanginya berkali-kali menggunakan tenaga yang sangat kuat. Entah dari mana tenaga dan kekuatan hebat itu berasal.
Tiba-tiba, dua mobil Hummer hitam datang persis di depan kuburan dengan membawa pasukan berseragam hitam putih yang berjumlah sepuluh orang termasuk orang kepercayaan Jibs, yaitu Alex. Salah satu dari mereka melangkah dengan cepat menghampiri Steven, lalu menodongkan pistol di punggungnya. Sementara Steven sedang menendang-nendang Paula. Mengetahui dirinya sedang tidak aman Steven bergeming sejenak dan berhenti menendang. Sementara dua orang lainnya juga Alex segera menyelamatkan Paula yang sudah hampir sekarat dan berdarah-darah.Kekuatan Steven pun tiba-tiba menjadi semakin kuat, badannya berbalik lalu mendorong pria yang menodongnya dengan kencang. Membuat pria tersebut terhampas jauh ke belakang kurang lebih berjarak sepuluh meter.Melihat itu, mereka segera menembakan pistolnya pada Steven berkali-kali. Akan tetapi itu tidak sama sekali berpengaruh pada tubuhnya, bahkan peluru pun tidak bisa menembus kulitnya. Membuat segerombolan pria itu behamburan, lalu masuk k
Cepat sekali Paula melajukan mustang merahnya, dia seperti sedang balapan serta dirinya tidak kapok untuk bertemu kembali dengan Steven. Jelasnya seperti dihipnotis oleh daya tarik Steven. Padahal Steven kini sedang menuju ke bandara untuk kembali mengerjakan perojectnya yang ada di Karachi.Mustang berhenti di depan rumah mewah dengan ornamen asli chinese dengan ciri khas pohon bambu yang mengelilingi halaman dan pintu masuk. Inilah rumah Steven yang ada di China dan ditempati Lyn semasa hidupnya. Paula ke luar dari mobil, lalu berjalan ke arah pintu dan mengetuknya berkali-kali. Dari dalam asisten rumah tangga yang menjaga rumah membuka pintu. "Iya, ada apa?" tanyanya sangat sopan sambil tersenyum."Aku mau bertemu Steven!" Jawab Paula sambil menerobos masuk dan mendorong paksa badan ART ini."T-tuan, akan kembali ke Karachi, baru saja beliau pergi ke bandara!" tutur ART agak sedikit kelagapan.Mendengar itu, Paula dengan setengah berlari ke luar dari r
Alex yang sudah lama ingin mencicipi tubuh Paula pun memutar haluan. Dia segera menyuruh anak buahnya turun dari mobilnya. "Kamu turun di sini, aku akan membawa Nona ke rumah pribadi Tuan Jibs," titahnya dengan tegas dan tanpa curiga. Anak buahnya pun turun dan percaya saja akan apa yang Alex tuturkan, karena Alex sudah bekerja dengan Jibs sudah hampir 20 tahun lamanya.Alex melajukan mobilnya ke arah dusun terpencil dimana dia sering menghabiskan waktunya sendirian dan Alex ini seorang perjaka tua yang telah menaksir anak bossnya dari usia Paula 17 tahun. 'Aku mencintaimu Paula dan tidak bisa menahan gejolak kelelakianku kali ini. Aku harus mencicipimu!' gumamnya sambil memarkirkan Ford miliknya di sudut halaman rumahnya.Tangan kekar Alex membopong Paula yang sudah terlelap, lalu dia pun menidurkannya di tempat tidur rustic miliknya. Sebelum melakukan hal lainnya Alex pun mengirimkan pesan pada Jibs. "Tuan, Paula bersamaku dan aku kelelahan." Isi pesan diterima
Paula menjadi budak nafsu pengawalnya hingga ayahnya kembali. "Iya Tuan, aku akan menjemputmu, setelah mengantar Non Paula," jawab Alex di ujung telepon karena Jibs menelponnya.Sedangkan di tempat penyidik yang tempatnya tidak jauh dari kediaman Paula, Steven dan Michael sedang merencanakan bagaimana menangkap Paula. "Aku harus pergi ke Karachi, kalau begitu?" ucap Steven karena mendapat kabar kalau Paula akan ke sana mendampingi Jibs.Paula memelas pada Jibs agar ikut bersamanya ke Karachi demi untuk menghindar dari Alex, karena bagaimana pun Alex sudah mengetahui semua hal tentang keluarganya dan tidak mudah bagi Paula memberitahu apa yang telah dilakukan oleh Alex. Serta Alex sendiri bukanlah anak kemarin sore yang tidak memiliki kekuatan untuk mengendalikan Jibs dan terlebih lagi Paula sudah mengisi relung hatinya."Ya sudah, ikut Ayah... tapi ingat jangan cari- cari masalah lagi!" ucap Jibs sambil memanggil anak buahnya untuk menyiapkan jet pribadinya.
Paula pun bercerita pada Steven tentang diri Alex dan tentang apa yang dilakukannya. Mendengar itu Steven terperanjat, "Itu orang kepercayaanmu?" "Alex bukan hanya orang kepercayaan ayah, dia pun sudah mengetahui seluk beluk pekerjaan pentingnya. Bahkan kunci rahasia gudang penyimpanan senjata serta semua brankas Alex sudah hapal. Makanya aku tidak ingin membicarakan semua ini pada ayah, karena ayah tidak akan mempercayainya." Jelas Paula sambil bersandar di bahu Steven. Steven merasa iba pada Paula, dia pun tidak berkata apa-apa. Tetapi seperti ada kekuatan untuk mencederai diri Paula. Tangannya meraih lengan Paula kemudian membantingnya ke sudut pintu, melihat reaksi Steven seperti itu Paula dengan cepat meraih gagang pintu lalu membukannya. Cepat sekali, dia kabur dari apartemen serta langsung melajukan mobilnya ke arah rumah Hamid. Karena beberapa menit lalu dia meneleponnya. Dalam hitungan menit Paula pun sudah sampai di depan rumah Hamid, begitu tangan
"Bu, dia tidak ada sangkut paut dengan ayahnya. Alex mencintainya...." bujuk Alex pada ibunya sambil meraih tangan Paula dan menggenggamnya erat. Amie memang sudah mengetahui perasaan anaknya pada Paula, reaksinya hanya mendengus dan berlalu masuk ke dalam kamarnya dengan membanting pintu kamarnya sangat keras. Paula menatap wajah Alex sedangkan tangannya meraih senderan kursi. "Itu ibumu?" tanyanya. Alex pun ikut duduk dan menjawab pertanyaan Paula, "Dia ibu yang tabah...hanya saja dia kurang suka keluargamu!" Paula menyadari siapa keluarganya terlebih lagi dirinya. Jadi, kalau Amie tidak menyukainya sangat wajar. "Ayo, aku tunjukan kamar kita berdua...aku akan memenuhi janjimu...." Ajak Alex sambil meraih lengan Paula. Paula menepisnya. "Aku lapar!" ucapnya sambil mengambil roti tawar dan membuka tutup botol keju cream. Alex tertawa kecil dan kembali duduk yang kini berhadapan dengan wanita yang telah lama diincarnya, kenda
Paula memang sudah merancang strategi sendiri, dia akan mendekati Alex dengan cara membalas cintanya kendati harus bersandiwara. Mendengar jawaban dari Paula seperti itu Alex tersenyum merekah sambil membaca pesan masuk satu persatu. "Orang yang mencintaimu akan mencoba melindungimu dari segala hal, dan aku tahu isi pesan-pesan itu bukan hanya dari ayahmu saja." Ucapnya membela diri. Amie pun ikut berbicara, "Paula sayang, kamu ini bukan orang biasa. Semua orang akan mendekatimu demi kekayaan ayahmu." Pembicaraan Amie diakhiri dengan menyendok pasta dan menaruhnya di atas piring yang ada di depan Paula. Seketika bibir Paula mengulas senyuman terpaksa namun nampak menawan di mata Amie. Sementara Alex merasa gusar akan isi pesan yang dikirim oleh Steven karena menginginkan photo dirinya. Apalagi diketahui kalau Paula sudah bercerita akan dirinya pada Steven. Alex pun sudah berkeputusan untuk mengganti nomor handphone Paula dan memperketat gerak-geriknya. Tanpa
Arman menanggapi semua yang dipaparkan Steven dengan cermat lalu diketik di dalam laptopnya untuk dijadikan bukti. Bukti untuk dia tindak lanjuti lalu mengikuti akal busuknya dan padahal dia sendiri tidak peduli akan keadilan. Tiba-tiba handphone Steven berdering memecahkan diskusi antara dirinya dengan Arman. Tangan Steven pun mengambil handphone yang diletakan di dalam saku celana lalu dengan cepat menjawabnya, "Hello!" Terdengar di ujung telepon suara nyaring perempuan, "Hati-hati pada orang yang ada di sekelilingmu." Si Penelpon langsung mematikan telponnya tanpa memberi kesempatan Steven untuk berbicara. Dahi Steven mengernyit, sedangkan matanya melihat pada layar handphone lalu memeriksa nomor tersebut. Diketahui Si Penelpon bukan berasal dari dalam Karachi melainkan dari London, dia pun terdiam sejenak dan berusaha mengingat suara tersebut karena memang tidak asing buatnya. Arman yang memperhatikannya bertanya, "Ada apa?" Steven menggelengkan